Aku baru saja pulang dari sekolah. Agak sedikit basah karena hujan, jadinya aku langsung memapah diri ke dalam kamar mandi untuk bersih-bersih. Rumah selalu sepi memang, Ibu dan Ayah jarang disini, bahkan sekarang Ibuku bekerja di luar kota dan tidak pulang ke rumah. Biasanya, Ibu hanya pulang dua bulan sekali, itupun hanya dua sampai tiga harian disini.
Begitupun dengan Adikku yang perempuan, Ameena namanya. Aku yang memberi nama untuk anak itu. Ibu juga membawanya ke luar kota sehingga dia diasuh oleh seorang pengasuh bayi.
"Kamu sudah makan, Dek?" tanyaku selagi membuka alas kaki. Terlihat Xaquille yang sedang bermain ponsel.
"Sudah Kak. Aku tadi sempat masak-masak di dapur, aku sisihkan untuk Kakak. Kalau tidak enak jangan dimakan, simpan saja biar aku yang makan lagi nanti," ucapnya seraya mengubah posisi berbaring.
"Iya, Kakak makan kok. Terima kasih ya!"
Ku dengar ternyata ada pergerakan di kamar Ayah dan Ibu. Ayah pulang lebih dulu, dan aku tak terlalu menanggapi karena pikiranku saat ini hanya ingin berbaring juga. Sungguh, sekujur tubuhku sangat dingin rasanya.
"Adek? Adek gak kangen Ayah nih? Kapan pulangnya?"
"Nanti!" balas Ameena, dengan mulut yang penuh makanan. Anak itu belum terlalu bisa berbicara dengan jelas.
"Adek sekarang gendutan ya lucu! Makan yang banyak ya!"
Ku dengar Ibuku terkekeh dalam panggilan itu, "Kakak mana yah?"
"Ada ini Kakak baru pulang. Kakak juga gendutan sekarang, jelek lihatnya juga, jarang olahraga dia," balas Ayah.
"Gak papa, sehat berarti itu. Kakak makan dengan baik ya!!"
"Ya sehat sih sehat, tapi Ayah malu kalo bawa dia ke depan temen-temen. Masa iya katanya anak Ayah ada yang gendut, apalagi di usianya sekarang bagusnya proporsional lho badannya!"
Sedikit sakit hati saat aku mendengarnya. Ayahku selalu membandingkan diriku dengan anak kandungnya yang memang bisa dibilang balita. Ameena memang lucu dan menggemaskan, tapi apakah masuk akal jika aku dibandingkan dengan anak kecil seperti itu?
Akhir-akhir ini, sifat ayahku begitu banyak yang berubah. Ah ralat, setelah Ameena lahir. Aku tahu, ayahku memang sangat menginginkan anak perempuan apalagi anak kandungnya. Yah, syukur saja kau Ameena, Ayahmu begitu menyayangimu.
"Apa sih Yah?! Cantik kok si Kakak walaupun sekarang gendut juga, anak-anak aku gak ada yang memalukan!"
Aku tersenyum kecil dan terharu saat mendengar Ibu yang bahkan membelaku. Jika kalian ingin tahu, Ibuku benar-benar sangat cantik. Warna kulit yang bisa dikatakan "Snow White" dengan rambut hitam legam dan juga warna mata hijau olive. Tak lupa badannya yang begitu proporsional.
"Nanti aku diet kok. Aku emang udah mulai olahraga dan pergi ke gym juga. Ini mungkin butuh proses yang agak lama," aku menyaut sambil meletakkan sepatu di rak yang tak jauh dari Kitchen Set, kemudian menyodok nasi goreng buatan adikku yang hanya di simpan di wajan saja.
"Iya harusnya begitu. Malu kamu nanti dibilang sama orang-orang kalo kamu punya badan gendut!"
Aku tidak memberi reaksi apa-apa setelahnya, hanya pergi ke kamar lalu menutup pintu dan menguncinya. Kemudian aku memakan makananku di dalam kamar, dengan ponsel yang terus berdering. Ku lihat, Maggio menelponku.
***
Suara debur ombak yang cukup menenangkan pikiran, semilir angin yang juga berhasil meniup anak rambutku. Aku begitu menikmati pemandangan saat ini, berdiri dengan segelas es teh lemon yang ku buat barusan. Aku memiliki rumah yang letaknya benar-benar di pesisir pantai. Yang juga cukup jauh dari tempat dimana orang-orang biasanya mengunjungi. Sunyi, sepi, namun aku merasakan ketenangan untuk berdiam diri di sini.
Santorini, Yunani. Untuk lebih tepatnya lokasi rumahku itu.
Rumahku yang memiliki dua bangunan terpisah. Bangunan yang pertama adalah seperti pada unumnya sebuah rumah, terdapat kamar, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi dan yang lainnya. Sementara bangunan kedua, ku buat hanya untuk bersantai di pagi atau sore hari. Tanpa atap, seperti tempat yang hanya disediakan kursi kayu jati dengan pahatan corak burung pipit disana. Beberapa hiasan lampu dan beberapa buah alas duduk berbahan busa tebal yang juga begitu menggambarkan suasana di pantai.
Aku menolehkan kepala saat mendengar suara seseorang menekan tombol bel depan rumah sana, ku hampiri sumber suara untuk mengetahui siapa itu.
"Oh? Ayo masuk! Ini rumahku!" Aku begitu kegirangan saat mengatakan bahwa bangunan cantik dan minimalis ini adalah rumahku.
Dia, laki-laki dengan badan besar dan penuh otot. Badan yang bagus, dan tinggi yang cukup. Tersenyum saat melihatku mengatakan tentang rumah ini.
Ku bawa laki-laki itu masuk ke dalam dan memperkenalkan beberapa spot yang begitu ku sukai. Kamarku, yang sengaja ku tambahkan kaca besar sehingga cahaya matahari dari timur bisa masuk ke dalam. Ber-cat putih, dan tak begitu luas juga tak kecil. Tanaman-tanaman mini di pot yang ku simpan di bagian teras luas dan beberapa ruangan di sini cukup membuat suasana begitu sejuk.
Aku benar-benar belum menyangka bahwa rumah ini adalah rumahku. Aku tinggal sendiri di sini.
Ting! Ting!
Aku membuka mata saat mendengar alarm berbunyi, kemudian menyadari bahwa sekarang aku harus bersiap diri untuk pergi ke sekolah. Lagi.
Ah, ternyata yang tadi itu mimpi toh. Aku tidak merasakan kecewa sedikit pun, malah aku merasa mood-ku bagus setelah aku bangun dari mimpi tersebut. Mimpi yang indah, semoga itu menjadi kenyataan di masa depan nanti. Yang ku lihat, umurku di sana adalah 25 tahun.
___________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
etoile (bintang)
RomanceKalimat-kalimat tak terucap dariku, yang ku harap orang-orang terdekatku mengetahuinya.