Sudah beberapa hari berlalu, dan besok kerja kelompok harus dihantar. Namun, Kathrine masih menolak ajakan Wein untuk berdiskusi tentang kerja yang diberi dosen dengannya.
Saat pulang, Wein menghampiri Kathrine di halte bus.
"Kath, we need to discuss about our group work." kata Wein.
"Masih aja. Iya iya! Nanti lo ke apartment gue, kita diskusi" ujar Kathrine, malas melayani Wein.
"Nanti? Gua ga bisa nanti. Karena gua masih punya urusan, so.. sekarang aja bisa? Sekalian gua anterin lo pulang, kita diskusi di tempat lo." ucap Wein.
Kathrine juga malas menunggu bus. Mau ga mau, Kathrine menerima Wein.
"Yaudah, ayo."
Wein pun berjalan menuju parkiran kampus, diikuti oleh Kathrine dibelakangnya. Saat sudah berada tepat di hadapan mobil Wein, Kathrine kaget.
Mobil Porches 911 terparkir sempurna disana.
'Damnn, mobil impian gue' Batin Kathrine."Kath, ayo masuk. Ngapain masih disitu?"
Kathrine menatap sejenak Wein, lalu ia masuk ke mobil Wein.
————
Sesampainya di unit apartment Kathrine..
"Makasih udah bikinin gua air." ucap Wein.
"Hm."
Kathrine duduk di sofa dengan kaki yang ditekuk, sementara Wein, duduk di carpet menghadapi meja bulat yang ada laptop diatasnya.
"Kath? Kita mau diskusi, ngapain duduk di sofa" tegur Wein.
"Apasi? Kok ngatur"
"Please, gua ga mau buang buang waktu."
Kathrine memutar bola matanya malas. Ia pun berpindah posisi, duduk di carpet bersama Wein.
"Cepetan!"
Wein tak membalas, ia lanjut mencari informasi yang akan di tulis di tugasan yang diberikan.
Kathrine salah fokus ke selangkangan Wein, terlihat ada benda yang besar menonjol disana. 'Wein futa?' batinnya. Matanya tak bisa dialihkan ke mana mana, ia menatap lurus ke arah selangkangan Wein.
"Wein, gue mau nanya.."
"Say it" sahut Wein.
"Lo futa?" tanya Kathrine.
"Huh?? Kenapa?"
"Lo punya penis ya?"
"Um.."
Kathrine perlahan memajukan tangannya, memegang tonjolan Wein. Benar saja.. Wein adalah seorang futa.
"Shh.. Kath, stop." ucap Wein, yang kini menunduk.
"Puasin gue pake penis lo" pinta Kathrine.
Kathrine naik ke pangkuan Wein, tanpa permisi, dia langsung melahap bibir Wein. Wein memegang pinggang nya, dan mulut Wein berkerja membalas ciuman Kathrine.
"Nghhh.. Wein" desah Kathrine, menikmati ciuman semakin lama semakin panas itu.
————
Kapan kapan saya lanjutin.