Allegra Aarav Gemantara. Pemuda pemilik senyuman yang menawan itu melangkah santai melewati koridor. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana, membuat siapa saja langsung tertarik menatapnya. Pemuda berbulu mata lentik itu tidak memudarkan senyumannya sejak tadi. Bahkan pekikan histeris kaum hawa yang terpesona olehnya pun terabaikan.
Sesampainya di sebuah kelas, langkahnya terhenti. Ia mengamati mencari sosok yang sejak tadi ada di pikirannya. Namun, semakin di teliti ia tidak menemukannya.
" Haikal! Hafa mana?!" tanyanya ke salah satu yang masih berada di sana.
"Lah, Al lo kesini? Si bocil udah keluar." jawabnya sekenanya.
Ia memang terbiasa memanggil Hafa dengan sebutan itu. Entah mengapa ia sudah menganggapnya seperti adik kecilnya.
"Sama siapa?" tanyanya kembali. Haikal menggeleng tak tahu. Gevan heran karena melihat sahabat karib Hafa–Liona masih ada di kelas, lalu dengan siapa anak itu.
Liona yang merasa diperhatikan pun menoleh. Ia terkejut namun dengan cepat mengubah raut wajahnya.
"Al, lo cari Hafa?"
Alle mengangguk, "Dia sama siapa Li?"
"Tadi itu bocah ditarik sama Gevan Enggak tau kemana."
Alle mengernyit bingung. Baru kali ini mendengar nama tersebut. " Gevan siapa?"
"Anak baru. Mungkin minta di anter keliling kali, ya?" ucapnya tidak yakin.
"Oke, thanks." Ucapannya seraya meninggalkan kelas Hafa.
••••
Menemani pemuda di sampingnya ini berkeliling cukup melelahkan. Selain tubuhnya, mulutnya juga pegal menanggapi ocehan dari pemuda yang tak lain adalah Gevan. Siapa sangka Gevan akan cerewet seperti ibu-ibu komplek di rumahnya.
"Hafa, lo suka apa?"
"Semua. Gue nggak pilih-pilih orang nya."
" Suka gue juga dong?" Ucap Gevan menggoda.
Hafa mendelik mengucap protes, " Nggak gitu juga."
"Lah, tadi bilang gak pilih-pilih." sahut Gevan sembari tertawa.
"Gue pesen bentar, jangan ngilang lo." Gevan memperingati Hafa dengan sedikit ancaman.
Sembari menunggu Gevan, Hafa mengedarkan pandangan. Suasana kantin hari ini cukup ramai. Hingga ia merasakan seorang duduk di sebelahnya. Saat menoleh ia berjengit kaget. Hampir saja ia terjengkang jika orang tersebut tidak menahan tubuhnya.
Seketika jarak keduanya menipis, hingga merasakan hembusan nafas masing-masing. Jantungnya berdetak kencang seperti ingin keluar. Pipinya bahkan sudah memanas, entah karena cuaca atau lainnya.
"Enggak apa-apa 'kan?" Tanya orang itu mengambil kesadarannya. Hafa hanya menggeleng.
Sontak ia menjauhkan tubuhnya sambil membenarkan posisi duduknya. Orang itu–Alle berdehem untuk mengurangi kecanggungan disusul kekehan kecil.
Hafa yang menyadari Alle tengah menertawakannya pun langsung memukul bahu kokoh itu. Diiringi cubitan maut dari Hafa. Namun, tawanya semakin kencang.
" Alle ... jangan ngetawain gue terus." Rengek Hafa yang kesal.
"Lo lucu Fa, gimana gue nggak ketawa."
"Blushing 'kan lo?"
Hafa menggeleng keras, "Enggak."
"Blushing aja enggak apa-apa. Gue kan pacar lo."
"Iya enggak usah diperjelas," ucapnya ngenggas.
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Hafa pun teringat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret: Seraphic
Teen FictionPada dasarnya, manusia memiliki karakter masing-masing. Dengan berbagai macam ekspresi dan sifat yang kadang menjadi misteri. Katakanlah topeng yang menyembunyikan jati diri mereka. Kisah ini hanyalah kisah remaja pada umumnya. Namun jangan terlena...