Happy Reading
🌻🌻🌻•••••
"Al gimana kabar Hafa?" tanya Sarah-ibu Alle penasaran.Pemuda itu menatap ibunya, " Baik. Dia bilang kangen masakan mama."
Sarah tidak terkejut. Memang ia sering membuatkan makanan untuk kekasih anaknya itu. Ia menganggap Hafa seperti putrinya sendiri. Terlebih sikap Hafa membuat ia cepat akrab.
" Benarkah. Nanti mama masakin buat kalian."
" Kapan-kapan ajak kak Hafa ke sini, kak," pinta adik Alle yang berusia 7 tahun.
Alle tersenyum hangat, " Iya. Besok kakak bawa kak Hafa, deh."
" Benar? Besok Arga juga bakal bawa temen Arga. Boleh?"
" Bawa aja dek. Besok mama bikinin kalian cemilan yang enak." Sarah menimpali ucapan kedua putranya.
" Asikk!! Makasih mama." Karena senang Arga memeluk ibunya.
" Ma, aku nanti keluar bentar. "
" Mau kemana?"
" Ke rumah Hafa."
Sarah mengangguk maklum. Anaknya sudah benar-benar bucin. Tapi ia juga senang melihat kebahagiaan Alle.
••••
Tangannya terjulur menekan bel pintu sebuah rumah bercat putih gading itu. Pintu dengan ukiran khas di sekelilingnya itu nampak mencolok diantara rumah lainnya. Itu sebab tumbuhnya pohon pinus di kedua sisinya membuat suasana nampak sejuk. Setelah dipersilahkan masuk, ia mengikuti si pemilik rumah.
"Kenapa nggak bilang mau kesini?"
" Ke rumah pacar sendiri harus ijin?" Bukannya menjawab ia justru bertanya balik.
" Bukan gitu, Al. Kalo ada ayah gimana?"
" Ya nggak apa-apa. Sekalian kenalan sama camer."
Hafa memukul pelan paha Alle. Ia bukan tidak mau jika kekasihnya itu datang. Namun, larangan berpacaran dari ayahnya membuat dirinya takut.
" Fa, merem coba."
Hafa nampak kebingungan namun tetap menurut. " Kenapa harus merem?"
" Mau gue kasih hadiah."
" Kan tinggal dikasih," sahut gadis itu santai.
Alle menatap datar, " Biar romantis dong."
"Bibir rimintis ding," cibir gadis itu meledek.
Alle yang gemas langsung mengacak surai gadis itu. Pemuda itu menatap gadis itu lamat. Tak lupa senyum hangat yang tidak Hafa sadari.
Karena tidak merasakan apa-apa Hafa membuka mata. Tepat manik mata hitam itu menatapnya. Mereka terhanyut menyelami tatapan itu.
Sebuah paper bag berwarna hitam itu menyadarkan Hafa. Ketika membuka isinya, senyumnya mengembang.
" Wah, lucu banget," seru gadis itu kegirangan.
Sebuah boneka kelinci putih dengan pita merah muda. Sejak kecil Hafa memang senang mengoleksi boneka. Terlebih boneka hewan bertelinga panjang tersebut. Baginya, dibandingkan boneka beruang, boneka kelinci terkesan lucu.
" Suka?"
Gadis itu mengangguk antusias.
" Makasih. Gue nggak tau cara bales kebaikan lo."
Alle berdehem, " Besok Arga sama mama mau ketemu. Bisa?"
" Bisa. Gue kangen banget sama mereka. Udah lama, ya."
" Makanya sering main. Bukan ngurung diri di kamar," cibir Alle membuat Hafa memberengut.
" Bukan ngurung diri Al. Gue lagi memulihkan tenaga. "
Alle menatap jahil, " Bilang aja males."
" Ya udah. Besok-besok gue keluar ajak Gege," goda Hafa menaik-turunkan alisnya.
Pemuda itu mendelik terkejut namun segera mengubah rautnya kembali. Alle bukan orang yang mudah terpancing. Godaan dari Hafa tidak membuatnya emosi sama sekali. Justru membuat dirinya terkekeh geli.
" Ajak aja. Emang harus bilang?"
Hafa mencebik kesal. Tidak peka sekali kekasihnya ini. Niatnya ingin membuat pemuda itu kesal justru berbalik. Dirinya yang merasa kesal.
" Ambil laptop coba,"
Gadis itu duduk dan menyerahkan laptopnya. Setelah beberapa menit berkutat ia menghentikan kegiatannya. Sebuah poster film terpampang di layar laptop. Ia pun menggeser posisi dan meletakkan laptop di tengah mereka.
" Eh, bentar. Gue ambil cemilan. Jangan diputar dulu Al." Hafa mengucapkan itu sambil berlari ke arah dapur.
" Jangan lari, " peringatan Al yang khawatir gadis itu terjatuh.
Gadis itu kembali dengan beberapa toples berisi makanan ringan. Ia juga membawa segelas minuman untuk mereka. Film pun diputar, mereka terhanyut menonton adegan demi adegan. Hingga tanpa sadar layar itu menampilkan tulisan berakhir.
Alle merasa pundaknya pegal. Ia pun menoleh mendapati gadis itu terlelap. Ia pun membawa gadis itu ke kamarnya. Tubuhnya terlalu ringan hingga ia merasa seperti menggendong adiknya. Pemuda itu merebahkan tubuh itu ke kasur dengan pelan takut terbangun. Ia menarik selimut menutupi tubuh gadis itu.
"Tidur yang nyenyak, gadis baik."
Alle melirik sekilas jam di dinding. Rupanya sudah cukup lama dirinya bertamu. Ia pun berpamitan dengan penjaga rumah Hafa.
•••••
Seorang pria paruh baya memasuki rumahnya yang terbilang besar. Penampilannya yang kusut dengan dasi yang telah terlepas dari leher, jas yang telah disampirkan di lengannya. Pandangannya tertuju pada ruang tamu yang terlihat telah menerima tamu. Alisnya mengernyit penasaran. Siapa tamu yang berkunjung malam-malam begini.
Dia memanggil seorang pelayan rumah untuk bertanya. Setelah diberitahu bahwa yang berkunjung adalah pacar anaknya ia mengangguk.
Langkah tegasnya menuntunnya ke arah kamar putrinya. Sahutan terdengar setelah ia berhenti mengetuk. Seorang gadis cantik muncul dari balik pintu dengan raut bingung. Tumben sekali ayahnya berkunjung ke kamarnya.
" Ada apa, Pa?"
" Katanya Alle ke sini tadi. Kenapa tidak bilang?" Ujarnya tegas.
Hafa berpikir sejenak mencari jawaban. Ia memang tidak berniat memberitahu kedatangan Alle pada ayahnya. Gadis itu tidak ingin ayahnya bertemu dengan Alle–untuk sekarang.
" Hafa pikir papa sibuk. Jadi nggak bilang," balasnya sedikit lirih.
Pria itu hanya menyimak tidak menanggapi. Tanpa di duga ia berbalik dan berlalu. Belum sampai di ujung jalan pria itu mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Hafa tersentak dari lamunannya.
" Lain kali, apapun itu. Kamu harus lapor." Ucap pria itu dingin tanpa menoleh.
Hafa terkesiap saat mendengarnya. Perasaannya mulai resah atas sikap over yang dilakukan ayahnya. Hafa memilih menutup pintu itu kembali.
••••
SPAMM NEXT!!!
GIMANA PART INI??JANGAN LUPA FOLLOW+COMMENT+SHARE!!🌻🌻
![](https://img.wattpad.com/cover/361266263-288-k944135.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret: Seraphic
Teen FictionPada dasarnya, manusia memiliki karakter masing-masing. Dengan berbagai macam ekspresi dan sifat yang kadang menjadi misteri. Katakanlah topeng yang menyembunyikan jati diri mereka. Kisah ini hanyalah kisah remaja pada umumnya. Namun jangan terlena...