Chapter II : Dia yang terlintas dipikiran

10 2 8
                                    

Aula hotel yang disulap menjadi Aula pernikahan ini sangatlah terlihat megah, dekorasi dengan nuansa white gold terlihat menyatu dengan suasana yang tercipta. Gadis yang duduk sendiri ditengah keramaian ini tersenyum, melihat sang pengantin begitu serasi disana.

Ia mengambil minum yang ada di mejanya, lalu meneguknya. Berada ditengah keramaian sendirian, itu menjadi hal yang biasa baginya. Maka dari itu, saat kenalannya sibuk dengan yang mereka lakukan yang membuat ia duduk sendiri disini, itu tidak menjadi masalah baginya.

Matanya kembali menatap kearah sang pengantin, yang kebetulan sang pria menatapnya lalu tersenyum dengan tulus.

Adnan, lelaki yang diketahui selalu berusaha mendekati Indira kini sudah menikah. Ia sedikit terkejut, saat tiba-tiba Adnan ragu mengantarkan undangan pernikahannya pada dirinya.

Indira terkekeh mengingat hal itu, Ia menatap kearah pelaminan tempat Adnan dengan wanita itu bersalaman dengan tamu yg terus berdatangan. Ia kadang berpikir saat melihat orang menikah, apa yang membuat mereka yakin untuk seumur hidup bersama, karena yang ia tahu, seumur hidup itu bukan waktu yang sebentar.

Apalagi dari yang dia dengar, Adnan menikah karena dijodohkan oleh orang tuanya.

"Indira, nanti pulangnya kita langsung kesana?" Tanya Davi yang datang entah dari mana, Indira menoleh sekilas lalu mengangguk.

Davi duduk di sebelah Indira, pandangannya pun mengikuti kemana arah pandang Indira. Sama halnya seperti Indira, Ia agak terkejut saat Adnan memberikan undangan itu.

Ia tak menyangka, Adnan akan menikah secepat ini. Padahal yang ia tahu, Adnan sangat gencar untuk mendekati Indira. Namun keterkejutannya reda, saat ia tahu ternyata pernikahan ini terjadi karena perjodohan orang tuanya.

"Pak Davi, boleh aku nanya?" Davi menatap Indira, yang juga menatapnya.

"Tanya aja" Indira menghela nafasnya, lalu kembali melihat kearah depan.

"Kalo boleh tau, Pak Davi rencana menikah diusia berapa?"

"Kamu siapnya kapan?" Indira mengerutkan keningnya, lalu menoleh kearah Davi, "Apa?"

Davi sedikit tersenyum, melihat wajah bingung Indira, "Kalo mau siapnya kapan?"

Indira terdiam sejenak, "Ga tau, aku ga bisa nentuin dalam usia berapa aku siap buat menikah. Karena, kesiapan menikah itu ga bisa diukur karena usia aja kan?" Ia menjeda ucapannya

"Aku masih muda, dan masih banyak hal yg ingin aku capai." Lanjutnya.

Davi mengangguk setuju, "Kamu benar, dan saya juga seperti itu."

"Karena untuk menikah, kita perlu menyiapkan segalanya untuk bisa bertanggung jawab atas semua yang akan datang, entah itu untuk perempuan ataupun laki-laki, kita memiliki tanggung jawab besar walaupun dalam hal yang berbeda." Indira menatap Davi, lalu mengangguk.

"Heem seumur hidup itu, bukan waktu yang sebentar kan!" Davi tersenyum.

"Tapi pak Davi, gimana kalo Bapak dijodohin kayak Pak Adnan?" Tanyanya dengan nada bercanda.

Davi terkekeh mendengar pertanyaan itu dari Indira, "ga mungkin Indira, Papah saya tidak seperti itu."

Indira sedikit tertawa, "kan bisa aja."

Davi menggelengkan kepalanya, ia berdiri dari duduknya, "mau pulang sekarang atau nanti?"

"Sekarang aja gimana? Biar kita punya banyak waktu." Davi mengangguk.

Keduanya berpamitan pada rekan lainnya, yang disambut dengan tatapan keheranan dengan kedekatan Indira dan Davi. Karena tak mau ambil pusing, keduanya membiarkan mereka berasumsi apapun itu.

My Choice - Ini Untukmu, Indira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang