Chapter I : Peringkat

12 1 22
                                    

"Selesai!" Ucapnya dengan senang.

Indira melakukan peregangan pada otot ditubuhnya, sebelum akhirnya menyandarkan punggungnya pada kursi.

Ia mengambil Susu full cream kesukaannya, lalu menyeruputnya. Ia menghela nafasnya, karena pekerjaan yang ia kerjakan sejak pagi tadi akhirnya selesai juga.

Matanya tak sengaja menatap paper bag berisi pakaian dibawah mejanya. Tanpa disadari, bibirnya terangkat.

Ingatan itu muncul kembali, saat dimana seorang pria datang ditengah derasnya hujan dengan payungnya.

Malam itu, Indira menerima tawaran untuk mampir ke Apartemen Davi karena jaraknya dari taman sangat dekat. Tadinya ia bersikeras untuk menolaknya, tapi Davi terus meyakinkannya karena ia khawatir Indira masuk angin jika dibiarkan basah seperti itu.

Yah, malam dimana ia mengetahui sesuatu hal yang membuatnya hanya bisa terdiam.

Menangis ditengah hujan, agar orang lain tak melihatnya.

Indira ingat itu, lalu ia tersadar ada suatu hal yang membuatnya mengerutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia mengucapkan hal itu pada Davi.

Setelah berganti pakaian, Davi mengajak Indira untuk minum teh agar tubuhnya hangat. Saat itu, hanya keheningan yang terjadi.

Namun, keheningan itu sirna kala Isak tangis yang tertahan terdengar dari Indira yang kini terus menundukkan kepalanya.

"Indira, kamu ga papa?" Tanya Davi, Indira mengangkat kepalanya yang membuat Davi sedikit terkejut.

Matanya bengkak, hidungnya merah.

"Pak Davi, aku salah yah?" Davi menatap Indira yang juga menatapnya, membiarkan ia melanjutkan kalimat yang ingin ia sampaikan.

"Aku--"

"--aku sangat menyukai Fattan! Sangat!" Pupil mata Davi sedikit membesar, menandakan ia sedikit terkejut dengan penuturan Indira saat ini.

Apalagi setelah mengucapkan kalimat itu, Indira terus berusaha mengusap air matanya yang bahkan tak bisa berhenti. Davi menghela nafasnya.

"Indira!" Panggilnya, membuat Indira menghentikan pergerakannya.

"Kita ga bisa memilih kemana perasaan itu akan berlabuh, jadi jangan pernah menyalahkan perasaan itu. Karena--" Indira mulai menghentikan tangisnya, lalu terdiam setelah mendengar ucapan Davi.

"Kadang perasaan itu ada untuk menyadarkan diri, tentang adanya pertemuan dan perpisahan. Kamu pasti tahu betul, apa maksudnya."

Indira yang terdiam karena lamunan itu, langsung menyadarkan dirinya. Ia kembali meminum susu yang ada digenggamannya itu.

Matanya menatap handphone yang ada di mejanya, lalu beralih menatap paper bag yang berisi pakaian. Ia menghela nafasnya, lalu akhirnya mengambil handphonenya dan mengetikkan sesuatu disana.

Pak Davi, kalo ga ada kelas bisa kita ketemu sebentar? Aku mau ngasih pakaian aku pinjem.

Indira mengetuk-ngetukkan jarinya, menunggu dengan gelisah balasan dari pesan yang ia kirim.

Tak lama handphonenya berbunyi, ia langsung membukanya dan tersenyum.

Di atap.

•••

Indira menarik nafas dalam-dalam, menikmati udara siang menuju sore hari ini. Ia menatap kedepan, gedung-gedung tinggi yang nampak kecil itu menjadi pemandangannya setiap kali ia berdiri diposisi ini.

My Choice - Ini Untukmu, Indira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang