03

1K 6 0
                                    

Selamat Membaca




Karena kita tidak ingin membahas masalah pekerjaan, maka kita beralih ke waktu malam, kala itu Saga kembali ikut nongkrong di club andalan bersama sohib-sohibnya. Tujuan Saga adalah mencari sosok gadis yang semalam gagal ia temui karena Mora.

“Lo kenapa sejak semalam gak fokus gitu, kayak nyari orang?” Tanya Egam paling peka dengan alur otak Saga.

“Acha?” Semua orang berbalik menatap Saga yang dengan berani menyebut satu nama berbahaya itu. Bukan apanya, pawangnya sudah memasang wajah sangar saat seseorang menyebut nama gadis itu. “Maksud gue, Acha ada di sini. Sumpah, gue liat dia lewat barusan, sama teman-temannya kayaknya.” Saga menjelaskan, panik melihat wajah ketua geng mereka yang sudah naik pitam.

“Cari!” Itu perintah. Seseorang harus segera mencari gadis itu sebelum keributan terjadi.
Sontak, dua orang berdiri dan segera mencari makhluk pencari masalah itu.

“Gambaran orang yang maunya bebas sendiri, tapi gak bebasin doi.” Rafael berujar dengan wajah datar di samping pemuda bernama Aceh. Bisa dikata bahwa ia adalah ketua dari geng Undead.

Kalian kenal William? Adik Galang yang telah merusak Samira, adik perempuan Saga. Jika kalian berpikir bahwa pemuda itu gila, maka lebih gila lagi si ketua ini.

Dahulu kala, alias sewaktu SMA, si doi sering tawuran dan beberapa kali hampir berpindah ke isekai, bukannya kapok malah semakin menggila. Lulus SMA, si doi melanjutkan kuliah di luar negeri dan kembali dengan sikap keras kepala yang semakin menjadi. Si doi ini mesum parah jika sedang bersama Acha, tidak kenal tempat, langsung nyosor. Giliran lihat cewek lain berasa tak ada nafsu sama sekali.

Back to pemeran utama, Saga berdiri dan pergi meninggalkan teman-temannya. Ia ingin mencari sosok yang tadi ia maksud.

“Leska,” mendengar nama itu disebut, segera Saga mencari sang pemilik nama. Di mana gerangan gadis cantik itu berada.

Setelah menemukan sosok Leska, Saga berjalan mendekat dan menarik gadis itu tanpa memikirkan penolakan atau tatapan heran dari orang-orang di sekitar. Setelah menghilang berbulan-bulan, gadis itu muncul lagi tanpa memedulikan Saga. Dasar gadis sialan!

“Ga! Lo apa-apaan?”

“Diam!”

Saga mendorong kasar tubuh Leska ke dalam mobil melalui pintu kemudi agar gadis itu tak keluar lewat pintu di seberang, setelah ia ikut masuk ke dalam mobil, Saga langsung menekan center clock untuk mencegah gadis itu kabur lagi darinya.

“Ke mana aja lo selama ini? Gue kira lo cewek yang bisa ngerti keadaan gue, ternyata sama aja kayak cewek lain yang gue temui.”

“Maksud lo apa, sih?” Leska bingung.

“Lo hilang berbulan-bulan, Les, lo sadar gak?”

“Yang menghilang itu lo, Ga. Gue udah kirim ribuan pesan ke lo tapi gak satupun lo baca apalagi balas. Gue tau lo ada masalah, gue bahkan udah coba temui lo di apart tapi anak-anak bilang lo gak bisa ditemui karena lagi kacau. Lo yang hilang selama ini, bukan gue.” Leska berapi-api. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca menatap Saga.

“Gue kacau, Les. Semua orang salahin gue.” Saga menarik rambutnya untuk menghilangkan rasa pusing yang tiba-tiba menjalar di seluruh kepalanya. “Daddy gak mau lagi ngomong sama gue dan adik gue takut liat gue waktu itu. Gue kacau, Les. Gue butuh lo, tapi lo gak kabarin gue lo mau ke mana.” Suara Saga terdengar parau, pemuda itu menyembunyikan wajahnya, menunduk, tak ingin jika Leska melihat dirinya yang lemah.

“Hp gue rusak saat awal keberangkatan gue untuk praktek. Di tempat praktek juga gak terlalu bagus sinyal, gue selalu menyempatkan diri untuk kirim pesan ke lo, tapi lo emang gak bisa dihubungi waktu itu. Gue udah minta tolong ke Egam dan dia bilang emang lo susah dihubungi.”  Jelas Leska dengan pelan dan lembut. Berharap Saga mendengarkan penjelasannya dengan baik.

Pemuda itu masih menunduk, enggan menatap Leska. “Kenapa lo gak cari gue setelah lo pulang?”

“Tiap hari gue ke apart lo, Ga, tapi kata anak-anak lo tinggal di rumah William. Gue ke sana juga gak dikasih diizin masuk.” Barulah pemuda itu mengangkat wajahnya menatap Leska. Dalam sepersekian detik, Saga sudah bergerak cepat menarik tengkuk Leska dan menciumnya penuh rindu.

Ah! Bibir ini rasanya seperti obat yang Saga butuhkan saat ini, terlebih saat gadis itu ikut membalas ciumannya. Saga tersenyum penuh kemenangan saat tangannya dengan ramah menggapai buah dada Leska tanpa penolakan. Jarang sekali gadis itu pasrah jika sudah menyangkut aset pribadi seperti ini. Hanya sesekali Saga dapat menyentuh yang milik Leska seperti ini.

“I miss you so bad.” Ucap Saga sambil menatap Leska dengan napas terburu. Ia masih betah merasakan hembusan napas Leska yang begitu dekat seperti ini.

Gadis itu menutup mata sambil mengangguk dan membalas ucapan Saga, “Me too.” Dengan bisikan lembut.

Saga menarik gadis itu untuk duduk di atas pangkuannya dan kembali mencium bibir gadis itu dengan ganas, jangan lupakan tangannya yang selalu mencari ruang untuk bisa memainkan dada Leska.

Mungkin sadar jika Saga terlalu menang banyak, tangan gadis itu mulai menghalau pergerakan tangan Saga yang terlalu aktif di dadanya. Saga tersenyum tipis, tidak semudah itu ferguzo!

Sengaja Saga memilin puting gadis itu dengan kencang membuat sang empu mendesah tertahan karena Saga masih setia mengambil alih bibirnya. Dengan kesempatan yang ada, Saga menaikkan kaos crop oversize yang gadis itu kenakan sambil melepaskan pagutan bibir mereka. Saga dengan baik hati memberi kesempatan untuk Leska mencari udara di sekitar.

Jangan salah! Saga tidak berhenti sampai di sana. Ia kembali menjalankan aksinya dengan beralih mengambil salah satu buah dada Leska untuk ia masukkan ke dalam mulut. Kini Saga menyusu seperti seorang bayi. Sengaja Saga memeluk tubuh Leska erat agar gadis itu tak bisa mencegah aktivitas Saga.

“Ga! Sakit!” Bentak Leska galak saat Saga menggigit putingnya. Pemuda itu mendongak menatap Leska dengan bibir berkerucut sok imut.

“Gue kangen, Les.”

“Bukan berarti lo bebas gigit punya gue.” Leska masih menampilkan wajah galak. “Gak usah sok imut, lo udah tua.” Sambil memutar bola matanya malas.

Bukannya marah, Saga justru kembali menarik tengkuk Leska dan memberikan kecupan beruntun di wajah gadis itu.

Biar Saga jelaskan sedikit tentang Leska; gadis itu adalah sosok gadis yang Saga temui sewaktu SMA, hidupnya tak terlalu kaya dan tak juga berkekurangan, tetapi bukan itu yang ingin Saga tonjolkan. Leska mampu membuat Saga tenang kala ia sedang memiliki masalah besar, Leska tahu sedikit-banyak masalah Saga dan gadis itu tak pernah sekali saja meninggal Saga, Leska terus memberikan Saga dukungan. Katakanlah bahwa Leska satu-satunya gadis yang mampu membuat Saga merasa dicintai. Sialnya Saga tak pernah bisa membalas cinta itu sepenuhnya.

***


Kalian pasti sudah tahu seberapa brengsek Saga. Kalaupun kalian belum tahu, biar saya perjelas di sini.

Saga itu laki-laki normal jika menyangkut per-eheman. Kalian paham lah yah maksudnya apa?

Berhubung Leska ini tak pernah memberikan tubuhnya kepada Saga, maka sering kali Saga mencari tempat lain untuk miliknya berlabuh. Dan baiknya author mengirimkan sosok gadis pendiam yang bisa memberikan itu kepada Saga.

“Mau ke mana, Ra?” Tanya Saga saat melihat seorang gadis baru saja keluar dari lift dengan tubuh yang hampir tak terlihat di balik hoodie hitam, topi yang menutupi wajah bagian atas, juga masker yang membuat gadis itu hampir tak dikenali.

Mata gadis itu melotot menatap Saga. Saga menampilkan wajah seolah berkata, ‘Jawab pertanyaan gue tadi.’

“Gu—gue mau beli sesuatu, kak.”

“Gue temani,” tawar Saga yang terdengar seperti pernyataan. Ia segera menarik tangan Mora untuk membeli sesuatu itu.

“Gak usah, kak.”

“Udah tengah malam, Ra. Gak baik kalau menurut cewek keluar malam.” Dan Mora juga akhirnya.
Sebenarnya Mora ingin pergi membeli pembalut. Setelah seharian berdiam diri di apartemen orang yang tak Mora kenali, kini Mora harus mencari benda itu untuk menutupi darah yang terus keluar dari dalam miliknya. Setelah mendapatkan benda itu, Mora segera kembali ke apartemen bersama Saga.

Langkah Mora terhenti saat ia hendak keluar dari dalam lift, di ujung sana dua pria lagi-lagi menunggu di depan pintu apartemen Mora. Dasar manusia sialan. Kaki, tangan, serta seluruh tubuh Mora bergetar hebat, ia takut, dan hanya bisa melafalkan kalimat demi kalimat doa dalam hati agar pintu lift segera tertutup kembali sebelum dua pria itu menyadari keadaan Mora.

Terima kasih kepada Saga yang kepekaannya setinggi langi dan lebih luas dari alam semesta, pemuda itu menarik Mora dan memojokkannya saat dua pria itu menoleh ke arah Mora. Kini mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang maksiat di dalam lift. Saga dengan suka rela menolong Mora dan mengambil balasannya sendiri dengan mencium bibir Mora sembari menunggu lift kembali tertutup dan membawa mereka ke lantai atas, ke apartemen Saga.

Ting!

Saga tersenyum dan menarik tangan kecil Mora untuk keluar dari dalam lift. “Lo di apartemen gue sementara. Gak usah ke mana-mana sampai lo benar-benar aman.” Ucap seorang cowok yang otak kecilnya bertindak menggunakan akal bulus.

***
TBC

Jangan lupa vote [Emote Love]

Tendensi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang