Prolog

670 78 26
                                    

Rintik hujan perlahan menjadi deras bersamaan gemuruh langit yang terdengar bersahutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rintik hujan perlahan menjadi deras bersamaan gemuruh langit yang terdengar bersahutan. Seorang gadis kecil yang ketakutan memilih duduk di pangkuan papanya sembari melihat album foto keluarga kecil mereka.

"Papa, apa ini mama?" Gadis kecil itu menunjuk satu foto dimana seorang gadis cantik tengah duduk di suatu bangku taman dan tersenyum lebar. Senyuman yang sangat manis bagi gadis kecil itu.

"Iya, sayang. Cantik bukan? Senyum nya seperti dirimu,"

"Ira ingin melihat mama secara langsung," lirih nya dengan bibir yang sudah melengkung kebawah.

"Andira sayang, suatu saat kita pasti akan bertemu mama, karena semua orang pasti akan kembali pulang ke sana," gadis kecil yang bernama Andira itu melirik papanya keheranan.

"Pulang ke mana, papa?"

"Tempat yang indah jika kamu selalu beribadah dan berbuat kebaikan. Tapi bisa menjadi tempat yang mengerikan jika kamu berbuat kejahatan," gadis berumur delapan tahun itu menukik alisnya tajam, tanda ia berpikir dengan keras.

"Ira tidak terlalu mengerti," sahut Andira pada akhirnya.

"Tidak apa-apa, Suatu saat Ira akan mengerti."

Andira kembali membalik album foto itu hingga pandangannya terpaku pada satu foto dimana ayahnya tengah memakaikan sebuah kalung dengan liontin berbentuk matahari ke leher mamanya. Di bawah foto itu terdapat sebuah tulisan yang tidak bisa Andira mengerti apa artinya.

May Han forgive us.

"Ah, foto ini," gumam Papanya yang masih dapat di dengar oleh Andira. Ia pun menolehkan kepala menghadap papanya, "papa dulu tidak sengaja memutuskan kalung kesayangan mama, untungnya kalung itu bisa diperbaiki, jadi papa memakaikannya lagi, dan saat itulah fotonya di ambil," lanjut papanya seraya menatap lekat foto itu dengan sedikit senyuman yang tertahan di sana.

Belum sempat Andira bertanya lagi tentang arti tulisan yang ada di bawahnya, dering telepon rumah mereka yang berada di ruang tamu berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk. Papanya segera menurunkan Andira dari pangkuan dan tak lupa mengelus puncak kepala Andira.

"Papa angkat telepon dulu,"

"Iya." jawabnya dengan anggukan kecil.

Setelah papanya keluar dari kamar, Andira kembali memperhatikan dengan seksama kalung itu. Seingatnya ia pernah melihat kalung itu di suatu tempat, tapi dimana?

"Di kotak barang-barang mama!" Serunya begitu mengingat dimana letak kalung itu berada.

Pintu kamar Andira kembali terbuka menampakkan papanya dengan air muka yang berubah gelisah.

"Ada apa, papa?"

"Papa harus pergi, Ira jaga rumah ya, jangan buka pintu untuk siapapun, papa tak akan lama, janji."

The Faith | Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang