Chapter 1

517 67 54
                                    

Di sebuah jalan raya yang besar terdapat sebuah rumah yang berdiri kokoh di tepi jalan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah jalan raya yang besar terdapat sebuah rumah yang berdiri kokoh di tepi jalan itu. Di tengah-tengah rumah itu terdapat sebuah taman yang asri, halaman depan rumah itupun begitu luas serta terdapat sebuah papan nama besar yang bertuliskan "Panti Asuhan Pelangi Fortuna".

Ya, panti asuhan, tempat dimana Andira tinggal sekarang setelah kehilangan satu-satunya keluarga beserta rumahnya. Tanpa terasa 6 tahun sudah Andira tinggal di sana. Gadis kecil sebatang kara kini telah menjadi remaja dengan banyak saudara meskipun tak sedarah.

Pagi ini Andira masih tertidur pulas di kasur tingkatnya. Andira menempati kasur bagian bawah agar tak repot naik turun tangga. Tidur pulas nya itu harus terganggu begitu mendapati suara yang begitu memekakkan telinga memasuki indra pendengarannya.

"ANDIRAA, BANGUN!" Andira yang tentu terkejut langsung terduduk dengan kepala yang terasa pusing dan berputar.

Ditatapnya sinis dua orang pemuda yang tertawa lepas seraya bertos ria, salah satunya adalah pelaku yang meneriaki kuping Andira. Merasa kesal dijahili seperti ini, Andira tak tinggal diam, setelah tawa mereka mereda Andira mulai menangis dengan kencang.

"Huaaa! Ibu Riska! kak Sunghoon dan Junghwan jahat!"

Tangisan Andira yang kencang berhasil mendatangkan Bu Riska—ibu pengurus panti yang sudah seperti ibu bagi anak-anak yang tinggal di sana—dengan wajah panik dan marah.

"Kalian apakan lagi anak gadis ibu?" Bu Riska berdiri di hadapan dua pemuda itu sambil bertolak pinggang.

"K-kita cuma membangunkan Ira yang tidur seperti orang mati, Bu," Andira menahan tawa melihat Junghwan yang menjelaskan dengan wajah takutnya, meskipun perkataan Junghwan sebenarnya membuat Andira kesal, tapi hatinya lebih senang melihat Junghwan dimarahi.

"Iya, Bu. Andira saja yang berlebihan," tambah Sunghoon—si pelaku yang meneriaki Andira—sambil melirik sinis ke Andira.

Helaan nafas terdengar dari Bu Riska seraya memijat pangkal hidungnya, "sudahlah, ayo berbaikan dan segera bersiap, anak-anak yang lain sudah menunggu di ruang makan. Sunghoon juga cepatlah, Han sudah datang menjemputmu." Pungkasnya lalu pergi dari kamar Andira.

Setelah kepergian Bu Riska, kini tawa Andira yang pecah melihat wajah Sunghoon dan Junghwan, dua pemuda berbeda umur yang begitu dekat dengan Andira di panti asuhan ini. Saking dekatnya, mereka sering disebut trio kwek-kwek karena selalu melakukan apapun bertiga. Mereka bertiga juga yang paling tua di sini, namun jika sudah bertemu satu sama lain, mereka seperti balita yang sedang aktif-aktifnya. Selalu tidak ingat umur.

"Kolot sekali, kenapa harus mengadu seperti itu?!" Andira memutar bola mata dan memanyunkan bibirnya, mengolok-olok perkataan Junghwan.

"Kalian yang mulai duluan, jangan salahkan aku! Teriakan kak Sunghoon juga seperti burung gagak, menusuk!" sanggah Andira.

The Faith | Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang