berbagai ilmu itu menyenangkan

9 4 2
                                    

“Cerita apa aja yang penting seru.”

“Baiklah, tapi nggak boleh ngantuk, ya?”

“Eh tunggu, aku mau tanya.” Maya mengangkat tangan tiba-tiba.

“Tanya apa, May?”

“Bolehkah perempuan yang sedang haid membaca Al-Qur’an?”

“Ada beberapa pendapat ulama, Maya. Dengerin ceritaku, ya.

Perlombaan Akhirussanah di pondok pesantren sudah menjadi agenda rutin setiap tahun, yang terdiri dari perlombaan kategori jasmani dan rohani. Salah satu lomba rohani yakni Musabaqoh Hifdzul Qur’an.

Perlombaan ini akan bermasalah ketika bebarapa santriwati mengikuti lomba tersebut, tetapi masih dalam keadaan haid. Para santriwati itu tidak diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an kecuali untuk belajar.

Namun, bolehkah seorang wanita yang sedang datang bulan (haid) membaca Al-Qur’an dengan tujuan perlombaan?

Menurut Jumhurul ‘ulama (mayoritas ‘ulama), pada asalnya wanita keadaan haid itu haram membaca Al-Qur’an. Namun, apabila terdapat hajat, yakni belajar, mengajar, perlombaan, dan lain-lain serta tidak bermaksud membaca Al-Qur’an, maka hukumnya diperbolehkan.

Namun, menurut Malikiyyah, Dzahiriyyah, dan qaul jadid Imam Syafi’i bahwa wanita yang sedang haid diperbolehkan membaca Al-Qur’an secara muthlak selama tidak menyentuh mushaf.

Para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam menanggapi permasahalan ini. Beberapa keterangan dari kitab-kitab di bawah ini memberikan penjelasan mengenai hukumnya. Seperti yang ada dalam kitab al-Bujairimi ala al-Khatib juz 3 halaman 259-260 di bawah ini:

حاشية البجيرمي على الخطيب ج 3 ص 259-260

( وَ الثَّالِثُ ( قِرَاءَةُ ) شَيْءٍ مِنْ ( الْقُرْآنِ ) بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْإِشَارَةِ مِنْ الْأَخْرَسِ كَمَا قَالَ الْقَاضِي فِي فَتَاوِيهِ ، فَإِنَّهَا مُنَزَّلَةٌ مَنْزِلَةَ النُّطْقِ هُنَا وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ لِلْإِخْلَالِ بِالتَّعْظِيمِ ، سَوَاءٌ أَقَصَدَ مَعَ ذَلِكَ غَيْرَهَا أَمْ لَا لِحَدِيثِ التِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ : { لَا يَقْرَأْ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ }. الشَّرْحُ قَوْلُهُ : ( وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ) وَعَنْ مَالِكٍ : يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ ، وَعَنْ الطَّحَاوِيِّ يُبَاحُ لَهَا مَا دُونَ الْآيَةِ كَمَا نَقَلَهُ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ.

Dalam redaksi kitab al-Bujairimi di atas (yang bergaris bawah), Imam Malik berpendapat bahwa diperbolehkan bagi orang haid membaca Al-Qur’an.

Selain itu Imam Thohawi juga memperbolehkan membaca, tetapi tidak lebih dari satu ayat. Beliau menukil keterangan dalam kitab Syarh al-Kanzi salah satu kitab ulama Hanifiyyah.

Dalam yang sama (al-Bujarimi), Syaikh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairimi memberikan tanbih (peringatan atau sesuatu yang harus diperhatikan) seperti keterangan di bawah ini:

حاشية البجيرمي على الخطيب ج 3 ص 264

تَنْبِيهٌ : يَحِلُّ لِمَنْ بِهِ حَدَثٌ أَكْبَرُ أَذْكَارُ الْقُرْآنِ وَغَيْرُهَا كَمَوَاعِظِهِ وَأَخْبَارِهِ وَأَحْكَامِهِ لَا بِقَصْدِ الْقُرْآنِ كَقَوْلِهِ عِنْدَ الرُّكُوبِ : { سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ } أَيْ مُطِيقِينَ ، وَعِنْدَ الْمُصِيبَةِ : { إنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إلَيْهِ رَاجِعُونَ } وَمَا جَرَى بِهِ لِسَانُهُ بِلَا قَصْدٍ فَإِنْ قَصَدَ الْقُرْآنَ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ الذِّكْرِ حُرِّمَ ، وَإِنْ أَطْلَقَ فَلَا .

The Power Of Hijrah {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang