Hari Sabtu ini aku tidak pergi ke sekolah karena libur. Ketika aku dan Sinta duduk di ruang tamu, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ternyata ada dua orang tua di depan.
Mereka mengucapkan salam dan bertanya apakah benar mereka berada di rumahku. “Benar, ini rumah saya. Ada perlu apa, ya?”
“Kami orang tua Sinta. Kami ingin menjeput dan mengajaknya pulang.”
Mendengar hal itu, aku pun mempersilakan mereka masuk. Putri hanya duduk diam di tempatnya sedari tadi.
“Sinta, ayo pulang,” ajak Papanya.
“Iya, Nak. Maafkan semua kesalahan Mama.”
Bukannya menanggapi mereka, Sinta justru berlari ke kamar. Aku meminta izin kepada mereka untuk mengejar Sinta.
“Aku benci mereka,” ucapnya tersedu.
“Benci kenapa?”
“Setelah tiga tahun Papa ninggalin aku, sekarang mau menjemputku.”
“Sinta, jika mereka masih mau menjemputmu, tandanya mereka masih sayang padamu.”
“Kalau Papa sayang aku, kenapa Papa nikah lagi?”
“Apa yang salah dengan pernikahan papamu? Setelah Mamamu meninggal, pasti Papamu sangat memikirkanmu. Takut kamu tidak terurus dan malu karena teman-temanmu masih memiliki orang tua lengkap. Bisa jadi itulah mengapa ia mengorbankan hatinya, berjuang melawan ego hanya demi melihatmu bahagia.”
“Aku tahu itu, tapi itu tidak berlaku pada mama tiriku, Ra.”
“Apa yang membuatmu begitu yakin mamamu tidak menyayangimu?”
“Karena semua ibu tiri itu jahat. Hanya sayang dengan harta dan suami saja.”
“Apakah pikiranmu sependek itu? jika kamu yang berada di posisi itu dan kamu dibenci anak sambungmu, bagaimana perasaanmu?”
“Kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan. Aku sudah kehilangan Mama kandungku, sekarang aku harus kehilangan papaku karena direbut dia.”
“Sinta, nggak ada yang baik dengan perpisahan. Semanis-manisnya perpisahan pasti rasanya menyedihkan. Tapi nggak kayak gini cara menghadapinya.”
“Aku hanya ingin hidup seperti dulu, bahagia bersama keluarga kandungku.”
“Semua orang pasti ingin hidupnya bahagia. Namun yang harus kamu ingat, ini hanya ujian yang Allah berikan kepada semua makhluknya.
Allah berfirman :
فَأَمَّا ٱلْإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكْرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ
Fa ammal-insānu iżā mabtalāhu rabbuhụ fa akramahụ wa na''amahụ fa yaqụlu rabbī akraman
Artinya: Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". (QS Al-Fajr : 15)
وَاَمَّاۤ اِذَا مَا ابۡتَلٰٮهُ فَقَدَرَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهٗ فَيَقُوۡلُ رَبِّىۡۤ اَهَانَنِۚ
Wa ammaaa izaa mabtalaahu faqadara 'alaihi rizqahuu fa yaquulu Rabbiii ahaanan
Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku telah menghinaku."(Q.S. Al-Fajr: 16)
Allah juga berfirman:
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِۦ مِن مَّالٍ وَبَنِين
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power Of Hijrah {Terbit}
General FictionSINOPSIS Kisah ini menceritakan kehidupan gadis yang sedang menjalankan proses hijrah. Zahra, berusaha menjadi wanita shalihah dengan jalan hijrah dan istikomah, ingin memperbaiki jalan hidupnya kearah yang lebih baik. Perjalanan hijrahnya mendapat...