Jungkook and His Father

1.4K 125 22
                                    

Untuk Army Yeorobun,

Yang berkenan menjadi readers cerita ini, Gamsahaeyo.

Sebelum membaca bab ini, saya ingin mengingatkan, jangan lupa tekan tanda bintang dan tinggalkan komentar ya. Saat membaca komentar yang kalian tinggalkan, itu membuat saya sangat bersemangat untuk menulis bab selanjutnya.

Tapi, jangan berkomentar meminta saya untuk melanjutkan cerita ya. Karena apa? Karena tanpa kalian minta pun, saya pasti akan melanjutkan cerita ini hingga selesai. Komentar seperti "Ditunggu lanjutannya ya!" itu justru membuat saya hilang semangat. Saya hanya ingin mendengar pendapat kalian tentang cerita ini.

Jadi, hargailah penulis dengan memberikan dua hal itu ya, Army Yeorobun.

Happy Reading....

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jungkook melepas pelukannya pada Seokjin dan menatap pemuda itu dalam. Ia mengusap wajahnya yang kemerahan karena demam yang masih menyerangnya. 

"Kita bicarakan ini nanti. Kau harus beristirahat, Seokjin-ssi. Aku akan membuatkanmu sarapan karena kau harus minum obat." ucap Jungkook sambil menahan air matanya. Ia harus segera menenangkan diri. Jika ia masih berada di hadapan pemuda itu, ia tidak akan bisa menahan emosinya.

"Gumawo, Jungkook-ssi." ucap Seokjin setelah Jungkook membantunya berbaring. Pemuda bergigi kelinci itu tersenyum. Ia segera meninggalkan kamarnya dan menuju ke dapur.

Di depan wastafel dapur, Jungkook menangis. Ia meremas dada kirinya karena rasanya sakit sekali. "Eotteohke? Bagaimana bisa seorang ayah menyakiti putranya hingga begitu rupa. Bukan hanya itu, dia membuat putranya merasa sangat kesepian. Ini bukan lagi kekangan, ayah Seokjin hanya ingin menghancurkan putranya itu secara perlahan.

"Mianhae, Seokjin-ssi. Jeongmal mianhae. Selama ini kau harus merasa sakit seorang diri. Mianhae..." lirih Jungkook sambil menangis terisak. Ia berusaha menahan suaranya agar tidak terdengar oleh Seokjin yang ada di kamar.

Tiba-tiba ponselnya bergetar di atas meja pantry. Jungkook mendekat dan meraih benda pipih persegi panjang yang layarnya menyala terang. Ada panggilan masuk dari Jeon Hae Jin. Air mata yang sempat terhenti itu kembali mengalir dengan deras.

"Appa..." ucapnya dengan suara serak setelah menyentuh ikon bergambar telepon berwarna hijau.

"Neo eodiya? Dari tadi ibumu mencoba menghubungimu, tapi kau tak menjawab panggilan darinya."

"Joesonghaeyo, Appa. Jeongmal Joesonghayo..."

Mendengar suara sang ayah di telepon, Jungkook benar-benar merasa bersyukur. Ayahnya itu memang membencinya, tapi laki-laki itu tak pernah abai. Jeon Hae Jin masih sering menanyakan bagaimana kabarnya meskipun hanya dengan sebuah kalimat dingin.

"Neo wae geurae? Wae uro?" 

Lihat, kan? Jeon Hae Jin masih mau mengkhawatirkan dirinya. Tapi apa yang Seokjin dapatkan dari ayahnya sendiri?

"Ya! Jeon Jungkook! Apa yang terjadi, huh? Taedaphae! Apa kau tuli? Appa bertanya padamu, dasar anak bodoh!"

"A-anibnida. Bukan apa-apa. Nanti aku akan menghubungi Eomma, Appa!"

"Ya! Jika bukan apa-apa, kau tidak akan menangis. Katakan padaku apa yang terjadi! Jangan pernah mencoba untuk berbohong! Kau tahu dengan pasti Appa bisa dengan mudah meretas rekaman CCTV apartemenmu."

Our Destiny (KookJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang