1

642 42 0
                                    

Pada pertengahan tahun tiga puluhan, ada istana megah terbangun di negara yang masih minim penduduk. Bangunan kokoh itu berdiri di kelilingi hutan, perairan yang menuju samudra, serta rumah-rumah penduduk yang kerap mengagungkan sang raja sebab kepiawaiannya dalam mengatur rakyat. Begitu senyap dan tentram suasana, istana itu pun terlihat apik dirawat oleh puluhan pembantu istana yang mengabdikan diri seumur hidup.

Rakyat-rakyatnya hidup nyaman dengan fasilitas dan bantuan ekonomi yang dibagikan sang raja dan jajaran pengurus istana. Doa-doa mengudara berharap raja panjang umur dan Dewa memberkatinya.

Setiap kali didoakan dan dipuja, sang raja hanya dapat melukiskan senyum menawan di wajahnya yang berwibawa tegas. Dalam relungnya ia justru tertawa sebab telah mengetahui bahwa dalam kehidupan ini ia memang akan hidup abadi, tak ada yang dapat membunuhnya dengan mudah.

Kehidupan ini adalah miliknya, ia tengah menanti takhta yang selama ini dinantikan.

Istana bernuansa putih bersih nan mengelilingi seluruh bangunan tak mencerminkan apa yang ada di dalamnya. Justru di dalam sana ada banyak misteri yang ditutup rapat oleh sang raja hingga kini, baik rahasia yang disembunyikan oleh budak-budak raja atau raja itu sendiri.

"Wendy, seperti janjiku padamu satu minggu lalu, hari ini guru pianomu akan datang." Altaric, sang pemimpin di istana itu berbicara saat jamuan makan siang.

Tubuh tegap berjubah biru gelap nan menjuntai dan mahkota di atas kepala itu duduk di ujung meja yang berbentuk persegi panjang, di seberangnya terdapat seorang perempuan anggun berpakaian merah muda serta hiasan rambut bundar yang mempercantik surai panjangnya.

"Benarkah, Ayah?" sahut Wendy. "Dia akan segera mengajarkanku teknik bermain piano?"

Altaric mengangguk pelan. "Malam ini ia akan datang. Penasihat istana akan memberitahu semua aturan mengenai istana ini, lalu keesokkan harinya ia akan mengajarimu."

Wendy bersorak gembira dalam hati, sudah lama sekali ia ingin kembali belajar piano. Sejak usia sebelas ia tak pernah lagi menyentuh alat itu sebab guru piano sebelumnya mengundurkan diri. Kini Wendy harus berterimakasih pada dirinya sendiri lantaran telah bersusah payah membujuk sang ayah untuk memanggil guru piano kembali demi kompetisi musik yang akan diselenggarakan oleh wilayah sebrang istana.

"Dengar ini, Penasihat." Altaric memiringkan kepala pada seseorang yang berdiri di sebelah kanannya. "Akan ada tiga orang baru yang memasuki istana, dua di antara mereka akan bekerja membantu juru masak dan satu lagi guru piano putri Wendy. Pastikan kau menjelaskan semua aturan istana ini dengan baik!"

"Baik, Yang Mulia."

"Beri aku semua informasi tanpa terkecuali," ucap final Altaric sembari menatap penasihat istana. Sang penasihat mengerti tatapan tersebut, ia lalu mengangguk paham lalu pergi dari ruang makan.

"Aku sudah tidak sabar menanti kompetisi itu tiba, Ayah. Apa menurutmu aku akan bisa memenangkannya?" tanya Wendy.

"Tentu, Putriku. Dengan bantuan guru piano baru itu, kamu akan memenangkan kompetisinya," jawab Altaric santai. "Ayah akan memberimu hadiah dua kali lipat."

"Benarkah?!"

Altaric mengangguk. "Kompetisi itu bertepatan dengan hari ulang tahunmu yang ke dua puluh tahun, tentu Ayah akan memberimu dua hadiah sekaligus."

"Bisa kau beritahu aku petunjuk dari dua hadiah itu?" tanya Wendy jahil, buat Altaric terkekeh.

"Tidak bisa, kamu harus menunggu sampai hari itu tiba."

Putri raja berwajah mungil itu lantas mengerucutkan bibirnya kecewa lalu lanjut melahap santapan yang belum rampung di hadapannya sementara Altaric tersenyum miring. Pikirannya melanglang buana bayangi raut wajah Wendy saat ia menerima hadiah istimewa itu. Altaric dengan percaya diri yakin bahwa Wendy akan menyukai hadiah yang ia beri pada hari yang sangat ia nanti-nanti itu.


Sacrifice | Jangkku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang