8

106 19 1
                                    

Riuh perbincangan memenuhi seluruh istana, lorong-lorongnya pun ramai dilewati berkali-kali. Semua pekerja istana telah selesai merias bangunan megah itu dengan berbagai hiasan. Bunga, gorden emas, karpet, makanan, hingga lentera-lentara disiapkan dengan baik untuk memeriahkan hari ulang tahun sang putri raja.

Hari ini Wendy telah genap berusia dua puluh tahun. Mengingat hari ini bertepatan dengan munculnya bulan purnama, maka sejak pagi Altaric telah meminta seluruh penghuni istana untuk bekerja keras mempersiapkan perayaan ulang tahun itu agar tampak meriah. Altaric ingin Wendy terus mengingat hari ini seumur hidupnya.

Sang karakter utama muncul dari balik daun pintu kamarnya. Wendy tampak anggun oleh tubuh tinggi semampai yang dibaluti gaun berwarna gading off shoulder pendek di atas lutut dengan dua hingga empat helai kain menjuntai di bagian belakangnya, pada bagian lengan terdapat kain tambahan yang menyambung dengan bajunya, bentuknya balon lucu hingga tak meninggalkan kesan kosong pada lengan kanan dan kirinya.

Setengah rambut hitamnya dikuncir satu di belakang dan menyisakan sebagian lainnya yang dibiarkan tergerai. Perhiasan perak cantik menghiasi daun telinga dan lehernya, tak lupa lupa ia memilih sepatu heels senada gaunnya.

Wendy berjalan pelan seraya sesekali angin malam yang masuk melalui jendela menerpa pelan surainya, harum bunga yang menyeruak buat kehadirannya sungguh menyita banyak pasang mata. Langkahnya sontak berhenti kala hendak menuruni tangga, lalu senyum lebar menguar melihat pemuda bersurai abu-abu terang itu mendekat.

Figur berkemeja cokelat susu dengan dasi dan dibalut kembali oleh vest hitam tanpa lengan berdiri di depannya. Sosok tersebut tersenyum hangat, buat kedua netra dibalik kacamata bulatnya menyipit.

"Selamat ulang tahun, Putri," katanya.

"Terima kasih, Shaw." Wendy tersipu malu.

"Aku bawakan sesuatu untukmu," ucap Shaw lagi mengangkat kotak di kedua tangan lalu membukanya.

"Pita?" tanya Wendy heran.

Shaw mengangguk. "Aku ingin kamu memakai ini."

"Tentu, tapi maukah kamu memakaikannya untukku?"

"Dengan senang hati, Putri."

Shaw lantas bergerak ke belakang Wendy, memakaikan pita putih susu yang di tengahnya terdapat manik mengilap di atas kunciran sang putri. Selesai memakaikannya, ia memutar ke depan Wendy untuk melihat penampilannya. Kepalanya mengangguk-angguk seraya senyum manis itu masih bertengger di bibirnya.

"Kamu semakin terlihat anggun."

Wendy hanya terdiam. Sedari tadi ia berusaha menahan diri agar tak berteriak di hadapan Shaw lantaran pemuda itu begitu membuat jantungnya berdebar. Astaga, semoga saja Shaw tak menyadari betapa merah merona pipinya kini.

"Datanglah ke kompetisi itu lebih dulu dengan raja, perdana menteri, dan penasihat istana, Putri," ucap Shaw. "Aku akan menyusul."

Air muka Wendy seketika berubah sedih. "Kamu tidak akan pergi bersamaku?"

"Tidak. Masih ada yang harus aku selesaikan di istana, akan ku usahakan datang sebelum kamu tampil."

Bibir Wendy sedikit menekuk. "Sungguh?"

"Iya, kamu tidak perlu khawatir."

"Baiklah, aku akan menunggumu, Shaw."

"Tunggu, Putri." Shaw menghentikan Wendy. Ia membawa beberapa bagian rambut si perempuan ke depan, menatanya hingga rapi lalu tersenyum. "Dengar kata-kataku, yang selama ini bersamamu belum tentu mereka menyayangimu. Tapi aku menyayangimu dan akan selalu bersamamu."

Sacrifice | Jangkku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang