7

118 18 2
                                    

Sayup-sayup burung gereja terdengar merdu pada indera pendengaran, embun pula masih setia tunggangi permukaan dedaunan. Semilir fajar menyapa bawa sejuk nan menenangkan bila dihirup, pun cakrawala mulai tunjukkan keberadaan matahari di ufuk timur sana.

Shaw tersenyum kecil melihat burung-burung merpati memakan biji jagung yang ia sebar dengan lahap, sekawanan burung itu mengelilingi kakinya dan seakan terus meminta Shaw untuk menabur lebih banyak biji jagung lagi.

"Menyenangkan sekali."

Pemuda itu terkejut, kepalanya menoleh dan mendapati perempuan dengan seragam akademik formal menyapanya.

"Kamu sudah bersiap, Putri?"

"Tentu. Hari ini kelas akademikku mengadakan penilaian akhir periode, jadi aku harus datang pagi."

"Begitu rupanya."

"Kamu sendiri, kenapa bangun sepagi ini?" Wendy balik bertanya.

Tak menjawab, Shaw masih memandangi Wendy yang begitu ceria pagi ini.

Entah mengapa, mungkin perempuan itu sudah sangat siap menghadapi penilaian akhir yang ia bicarakan tadi. Rambut legam yang diikat satu ke belakang, anting emas yang menghiasi daun telinganya lengkap dengan riasan sederhana yang memoles wajahnya. Teramat manis dan memikat hati.

"Kebetulan aku bangun lebih awal. Jadi sebelum membantu para juru masak dan dua temanku di dapur, aku pergi memberi makan burung." Shaw menjawab pada akhirnya.

Wendy manggut-manggut kemudian sebelah tangannya terulur. "Berikan aku sedikit biji jagungnya, aku juga mau memberi mereka makan."

Shaw terkekeh lalu menuruti permintaan sang putri, membagi sedikit biji jagung yang lantas segera ditebar oleh Wendy pada sekawanan merpati di bawah kakinya. Suasana kian terasa hangat pagi ini oleh tawa riang Shaw dan Wendy, perbincangan ringan yang terjalin amat membuat mereka berbaur satu sama lain.

Tetapi ketika tengah asyik mengobrol, mendadak seekor burung merpati menepi di atas telapak tangan Wendy yang terbuka dan mematuk-matukinya. Perempuan itu segera menjerit karena terkejut dan ketakutan dalam satu waktu.

Melihat itu, Shaw cekatan menarik Wendy ke dalam dekapannya. Mengusir burung itu dari lengan si perempuan sekaligus membubarkan sekawanan burung-burung lainnya yang sedang tenang memakan biji jagung di tanah.

Wendy menutup seluruh matanya, masih terkejut atas tindakan burung merpati itu. Tetapi sedetik kemudian ia mulai merasa tenang sebab merasa semilir angin pagi tak menerpanya lagi, namun yang ia rasakan kini hanya hangat dari suhu tubuh Shaw.

Sekali lagi, insting Shaw bergerak untuk siaga melindungi Wendy.

"Kamu tidak apa-apa, Putri?"

Kepala Wendy terpatah-patah mengangguk. "A-aku hanya terkejut," cicitnya masih dalam kungkungan Shaw.

Pemuda itu cepat-cepat melonggarkan pegangan lengannya pada pinggang sang putri lalu menjauh beberapa langkah. Wendy sedikit kecewa dengan pergerakan itu. Ia tak ingin Shaw beranjak begitu cepat, ia ingin berada di posisi seperti tadi untuk waktu yang lama, ia ingin Shaw selalu mendekapnya.

"Maaf. Sekali lagi, aku sudah bersikap lancang seperti tadi," sesal Shaw. "Aku hanya ingin melindungimu, tolong jangan salah paham atas apa yang kuperbuat."

"Tidak apa-apa. Aku senang kamu siap melindungiku, aku harap kamu akan selalu begitu."

Bola mata Shaw mengerling, bertemu dengan milik Wendy. Kalimat itu membuat Shaw termenung sejenak lalu tiba-tiba punggung tangannya terasa panas lantaran matahari telah menunjukkan presensinya di timur sana.

Sacrifice | Jangkku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang