DM#02

180 13 6
                                    

Taram mengajak Talita menikah berlandaskan kenyamanan. Jika kelak rasa nyamannya menghilang, apa Taram akan membuang Talita?

Talita tahu persis untuk siapa hati Taram sesungguhnya. Sudah sejak lama Taram menjatuhkan hati kepada sepupu Talita yang saat ini telah menjadi hak milik orang lain.

Saat itu, Talita hanya bisa menjadi saksi bisu melihat Taram yang bersedih akan hatinya yang karam. Talita tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat sepupunya yang bahagia dan Taram yang bersedih.

Dua orang penting di kehidupannya yang merasakan perasaan yang berbeda. Perasaan memang tidak bisa dipaksa. Sama halnya dengan Taram yang tidak pernah memaksa Lana untuk menyukainya. Taram justru membiarkan Lana bahagia dengan pilihannya.

Jadi, Talita juga harus seperti itu. Ia tidak bisa memaksa Taram untuk membalas cintanya. Menikah dengan Taram pun sudah memenuhi list bahagianya, meskipun rasa yang ia punya berbeda dengan rasa yang dimiliki oleh Taram.

"Kamu serius mau nerima Kak Taram, Tal?" tanya Euler, satu dari dua sahabat yang sangat dekat dengan Talita.

Menatap Euler, Talita mengangguk. "Sepertinya gitu, Ul."

"Tapi, Kak Taram itu ngelamar lo nggak jelas tujuannya apa, Tal. Dia nggak cinta sama lo."

"Gue tau."

"Terus apa yang buat lo mau nerima ajakan dia buat nikah?"

Talita terdiam sejenak. "Rasa cinta itu bisa timbul kapan aja. Gue percaya, Kak Taram juga akan gitu."

"Tal!" Euler mendesah frustasi. "Cowok sama cewek itu beda, Tal. Kalau bisa, cewek tuh harusnya nerima cowok yang cinta sama dia walaupun si cewek ini nggak cinta sama si cowok. Cewek itu mudah luluh, beda sama cowok yang lebih mengandalkan logika daripada perasaan."

"Jadi gue harus gimana, Ul?" Sudah sejak lama Talita menjatuhkan hati kepada Taram jauh sebelum Taram mengenal dan menyukai Lana.

"Mending lo pikir baik-baik deh, Tal. Ada Heun yang kayaknya cinta banget sama lo."

Talita menghela napas dan menatap Euler dengan bola mata yang memutar malas. "Please, deh, Ul. Heun itu cuma bercanda suka sama gue. Dia tuh naksirnya sama lo!"

"Ngaco lo! Heun si Tugu Menhir nggak mungkin suka sama gue."

Talita tertawa kecil. "Euler dan Heun, kalian berdua cocok banget. Duuh, gue jadi kangen belajar materi Metode Euler dan Metode Heun."

Euler berdecak. "Tal, nggak usah mulai!"

...

Sesuai saran Euler, Talita sudah memikirkannya secara baik-baik. Sudah ia putuskan dan hasil keputusannya adalah dengan hadirnya dua sahabat tercintanya di hari bahagianya saat ini.

Heun dan Euler serempak tersenyum mempesona saat cahaya kamera berhasil menangkap wujudnya dalam satu potret bersama pengantin.

Heun, laki-laki tinggi berkulit putih itu tersenyum tulus saat memberikan ucapan selamat kepada Talita. Ia sungguh berharap, sahabatnya itu diliputi rasa bahagia akan pernikahannya dari kini hingga nanti.

"Selamat, ya. Tolong jaga Talita, jangan lecet sedikit pun. Kalau sampai gue dengar hal yang nggak menyenangkan tentang Talita, gue nggak akan segan buat bawa Talita pergi dari lo," bisik Heun yang mencondongkan sedikit tubuhnya ke telinga Taram.

Mendapatkan peringatan bernada ancaman dari Heun, Taram justru tersenyum lebar. "Talita aman sama gue. Lo tenang aja."

Selesai dengan urusannya, Heun dan Euler kembali ke mejanya, menatap Talita dan Taram yang melepas masa lajang sembari menikmati hidangan untuk melepas rasa lapar yang telah menggerogoti.

"Muka lo kenapa kusut gitu?" tanya Heun yang melirik Euler sekilas.

"Lo tau, sejujurnya, gue nggak senang Talita nikah sama Kak Taram," ungkap Euler.

"Kenapa? Lo suka sama Taram?" tanya Heun, santai.

Euler berdecak, tatapannya menyinis. "Sembarangan aja kalau ngomong!"

Heun tersenyum miring. "Harusnya gue yang kelihatan muram ngelihat Talita nikah sama Taram. Ceritanya, 'kan, gue yang suka Talita."

"Emangnya lo nggak patah hati?" tanya Euler hati-hati.

Heun mengedikkan bahunya. "Gue bahagia, Talita akhirnya dipersatukan sama orang yang dia cintai."

Sejenak, Heun menatap hidangan di atas meja sebelum tatapannya beralih menatap Euler dengan lekat. "Gue harap, gue juga bisa segera bersatu dengan orang yang gue cintai."

Euler berubah gugup. Dengan cepat, ia membuang tatapannya ke sembarang arah. Ia tidak ingin melihat Heun, tatapan laki-laki itu sungguh tidak baik untuk kerja jantungnya.

...

"Pengantin, tolong jangan jauhan, masa korona sudah lama berlalu. Ayo, kalian duduknya dekatan!"

Mengikuti instruksi fotografer, Taram dan Talita akhirnya sama-sama menggeser duduknya dengan tubuh kaku. Namun, sepertinya hal tersebut tidak memuaskan sang fotografer.

"Lebih dekat lagi!"

Keduanya kembali menggeser duduk untuk lebih dekat.

"Lebih dekat lagi!"

Taram dan Talita saling berpandangan sebelum akhirnya kembali menggeser duduknya untuk lebih dekat.

Berdecak, fotografer tersebut akhirnya naik ke atas panggung pelaminan, menarik tangan Taram dan Talita untuk duduk berdempetan tanpa sekat. Sungguh, ia gemas dengan pengantin ini yang terlihat malu-malu kucing.

"Sudah halal, mau duduk pangku-pangkuan juga sah-sah aja. Mau foto dengan gaya apa pun juga sah-sah aja. Kalian boleh request sesuka hati kalian ingin jenis foto model apa," ucap si fotografer sebelum kembali turun dari panggung pelaminan.

Talita menunduk malu dengan wajah memanas. Ia benar-benar tidak bisa leluasa saat ini.

"Ya, mana senyumnya? Harus senyum, dong, biar nggak dikira nikah terpaksa." 

Taram dan Talita akhirnya tersenyum. Senyum yang keduanya usahakan agar terlihat senatural mungkin.

Tidak, keduanya menikah bukan karena terpaksa. Ini keinginan keduanya. Hari-hari berikutnya akan keduanya jalani dengan keadaan berbeda dan intensitas pertemuan maupun komunikasi keduanya pasti akan meningkat. Tidak mungkin 'kan, hubungannya berjalan di tempat? Pasti ke depannya akan ada kemajuan.

"Ya, Masnya peluk perut istrinya dari belakang, dagu di atas pundak istri, pipi istrinya dia cium atuh Mas, jangan dianggurin, matanya pejam ya, Mas. Untuk istrinya, tolong mukanya dikondisikan, dikasih senyum bahagia, sebelah tangannya naik ngusap kepala suami. Ya, begitu. Oke, mantap."

Sungguh. Fotografer ini cerewet sekali.

....

Fyi, Heun dibaca Hiyun. Euler dibaca Yuler.

~Utamakan membaca Al-Qur'an~

04 Februari 2024


DetermineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang