DM#03

104 8 0
                                    

Talita meregangkan tubuhnya yang terasa penat. Setelah menjalankan ritual sebagai Raja dan Ratu sehari, akhirnya ia dan Taram dapat beristirahat dengan nyaman, jauh dari interaksi orang-orang. Terlebih, jauh dari intruksi fotografer yang selalu mengomentari ekspresi maupun bahasa tubuhnya yang kaku saat tertangkap kamera.

Talita menghembuskan napas lelah, ia membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk. Suara guyuran air di kamar mandi masih terdengar jelas di telinga. Taram sedang berada di dalam sana yang pasti sedang menyegarkan tubuh dari segala penat yang melanda.

Talita menyentuh dadanya yang berdesir hebat. Ia dan Taram telah sah sebagai pasangan suami istri. Talita tidak pernah membayangkan ini sebelumnya. Apa yang harus ia ucapkan pertama kali ketika suaminya itu nanti keluar dari kamar mandi? Bagaimana ia harus bersikap? Sungguh, Talita tidak pernah merasakan jantungnya memompa sedemikian cepat seperti sekarang ini.

Talita seketika melompat dari atas kasur saat mendengar suara kamar mandi terbuka. Jantungnya semakin memompa dengan cepatnya. Taram keluar dari kamar mandi hanya dengan satu helai handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

Talita berusaha meneguk ludahnya susah payah, membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Taram dengan tubuh yang berotot di daerah tertentu, dada bidang yang pasti sangat nyaman ketika digunakan untuk bersandar, rambut lebat basah yang meneteskan air, perut kotak-kotak yang terlihat kokoh membuat Talita nyaris tidak bernapas. Mengapa Taram tidak sopan sekali memamerkan itu semua kepadanya?

"Kenapa Talita? Kamu ngelihatin aku seperti kamu sedang ngeliatin hantu." Entah sejak kapan Taram telah berdiri di hadapan Talita. Jarak keduanya begitu dekat. Talita sendiri tidak sadar mengapa Taram tiba-tiba berdiri di hadapannya.

"Ng-nggak, Kak. Aku nggak apa-apa," jawab Talita terbata. Ia sontak melangkah mundur saat Taram mengambil langkah maju.

"Ka-kak mau ngapain?" tanya Talita waspada. 

Sebelah alis Taram naik, ia terus menggerakkan kakinya ke depan. Hingga akhirnya tiba, Talita tidak dapat mundur lagi. Sesuatu yang keras telah menyentuh punggungnya.

Taram sontak tersenyum miring. Ia mengambil satu langkah maju hingga ujung jari kakinya menyentuh ujung jari kaki Talita.

Belum sempat menormalkan keterkejutannya, jantung Talita nyaris saja terjatuh dengan Taram yang tiba-tiba memajukan kepalanya.

Memejamkan mata, Talita hanya bisa merasakan hembusan napas hangat milik Taram di pipinya.

"Memangnya kamu bersedia kalau aku apa-apain?" bisik Taram tepat di telinga Talita. Tidak hanya berbisik, Talita juga merasakan pergerakan bibir Taram yang menggelitik telinganya.

Setelah terdengar suara kekehan, Talita membuka mata secara perlahan. Taram telah menjauhkan diri darinya. Sekarang, suaminya itu tengah mengenakan kaos dengan santai. Terlihat tidak merasa bersalah karena telah membuat seorang perempuan yang baru saja sah menjadi istrinya nyaris kehilangan jantung.

-tbc-

Utamakan membaca Al-Qur'an

21 April 2024

DetermineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang