2
|Malam Pertama Paling Menyebalkan|
Malam pertama mereka sungguh melelahkan-tanpa adanya makanan, tapi tidak ada yang mengeluh soal itu. Mereka menaruh koper di antara ranjang, mengeluarkan sikat gigi, boneka tedy bear kecil, kaos kaki-lalu memakainya. Di kamar ini hanya ada dua kasur, satu lemari besar berumur nyaris satu abad, sedikit tumpukan buku di meja kecil-dulunya milik Bibi Lin, dan tungku perapian di seberang tempat tidur mereka.
Nollan mondar-mandir ke segala arah, terkadang berputar-putar aneh. Dia berhenti saat kaki ujung jari kakinya tersandung tumit lemari, dengan cepat duduk di sebelah Ellen yang bersiap tidur dengan selimut bulu. "Sungguh, aku benci tempat ini. Tidak ada apapun yang seru. Hanya ada dua orang tua membosankan. Kita semua tahu salah satunya galak." Kedua kakinya dinaikkan ke kasur, dan salah satunya menendang kaki Ellen. "Kenapa Ayah tidak mengirim kita ke panti asuhan saja? Setidaknya ada banyak anak laki-laki di sana. Aku bisa minta Ayah bawakan playstation."
Jo bergeleng sambil melepas lilitan kepang rambut warna cokelat kehitamannya. Sesungguhnya gadis empat belas itu juga merasa kesal, tapi dia pikir harus bersikap dewasa di depan adik-adiknya-Itu yang Ibu mereka mau.
"Sudahlah, Olan, aku sangat lelah. Jangan memgajakku main," keluh Ellen sambil menarik selimut sampai pangkal leher. Merasa sangat nyaman dan berpikir akan menghabiskan seluruh musim seminya di atas sana. " Mari kita tidur. Besok pasti akan lebih menyiksa."
"Tentu saja!" sahut Nollan. Dia tidak terbiasa bertindak cerdik, selalu tidak sabar memuntahkan seisi kepalanya sampai tidak ada lagi yang tersisa. "Siapa yang mau tinggal di sini? Jika bisa memilih, aku akan pilih tinggal dengan Ayah. Tidak masalah jika aku disuruh mengganti popok adik tiriku." Kalimat terakhir tidak sungguh-sungguh di ucapkannya, dan Dia menarik selimut Ellen. "Aku juga tidak masalah tinggal jauh dari kalian. Aku malah merasa bebas." Kali ini anak itu benar-benar berharap.
"Kenapa kau suka mengganguku, Olan," tanya Ellen, lalu memiringkan tubuh dan menutupi wajahnya dengan bantal-panggilan itu terdengar mengejek, tapi tentunya Nollan sudah terbiasa dan tidak marah lagi.
"Setidaknya ada orang tua yang mau mengasuh kita. 'Walaupun salah satunya galak.' Seperti katamu tadi."
"Iya, Olan. Lebih baik kau tidur," pinta Jo. Gadis itu selesai merapikan kepangnya. Dengan mantap menjatuhkan tubuhnya ke kasur, mulai tenggelam dalam kain bulu lembut yang cukup besar untuk di tiduri dirinya sendiri.
Nollan malah bangkit. "Memangnya siapa kau? Kau bukan Ibu."
"Aku yang paling tua di sini," jawab Jovita, "Kau harus turuti apa kataku, Nollan. Kau tidak bisa bertingkah dan mengoceh sesukamu."
"Ya, dia terlalu liar," sahut Ellen.
"Menurutimu?" Nollan mengejek cemberut dengan menggoyang jempol di depan hidung. "Itu mustahil, kak Jo. Selama hidupku, aku tidak akan menurut pada siapapun kecuali Ibu dan Ayah. Ibu sudah tiada dan Ayah tidak ada di sini. Aku bebas melakukan sesukaku." Tentu saja gambaran kenakalan langsung melintasi kepalanya. Tapi yang paling buruk adalah bertindak ceroboh dengan berencana kabur seorang diri. Dia pikir akan menyenangkan berkeliaran di dunia tanpa siapapun, tanpa ada yang bisa melarang ini itu atau menyuruh-suruh merubah prilakunya. "Asal kalian tahu, aku malah ingin menghilang untuk selamanya. Tidak ada seorangpun yang tahu keberadaanku, bahkan polisi tidak akan menemukanku. Itu lebih baik timbang berdiam diri dengan dua wanita menyebalkan." (Dia masih anak-anak dan akan belajar)-(Itu akan terjadi).