[3]. Dua Laki-Laki di Antara Raya

1.3K 323 73
                                    

Selamat sore! 🥰

Aku up lagi hari ini. Semangat masih berkobar soalnya. Belum mau gugur dari medan event maraton WritingProjectAE. 😆

Doain jangan sampai gugur di tengah medan event, ya. Aamiin. 🤭

Happy reading!

Eh, kasih vote dan komentar biar semangatku berkobar. 🥳

====🌸🌸🌸====


Tersinggung berujung posesif tingkat dewa! 😆👆

====🌸🌸🌸====

Ini kesekian kalinya gadis yang tengah memasukkan beberapa buku ke dalam tas ransel menilik layar ponsel. Tahun ketiga menjalin hubungan dengan Bagaskara, tak ada yang berubah. Raya selalu menjadi yang pertama menumpahkan perhatian seperti, menelepon dahulu, mengirimkan pesan sekadar bertanya sedang apa atau sudah makan belum, kapan pergi kencan, dan masih banyak lagi. Pun dalam hal pergi kencan semacam dinner, Raya sendiri yang menentukan tempatnya.

Setiap bertemu, mereka akan janjian di suatu tempat, dan pulang sendiri-sendiri. Tak ada acara jemput dan antar Raya sampai rumah dengan selamat. Jika ditanya, jawaban Bagas selalu sama.

"Santai aja, sih, kita baru pacaran ini. Belum mau mikirin ke jenjang pernikahan. Kuliah aja belum lulus. Aku mau kamu serius mikirin masa depan dulu, berkarier nanti. Jangan ribetin urusan berumah tangga dulu. Membangun rumah tangga tuh nggak gampang, Ray. Aku juga butuh siapin mental buat nikahin kamu."

Padahal, siapa juga yang mau menikah cepat-cepat? Raya hanya mau Bagas sedikit mencurahkan perhatian dan belajar bertanggung jawab. Kalau mau mengajak anak gadis orang berkencan, bukankah harus berani bertanggung jawab mengantarnya pulang sampai rumah? Memangnya meminta izin pada Ayah untuk mengajak Raya makan malam itu artinya Raya sedang menuntut Bagas segera melamar dan menikah?

Gadis itu menghela napas panjang sebelum akhirnya memasukkan ponsel ke dalam saku ransel. Ia gegas menyandang tas ke bahu kanan, bercermin sebentar untuk memastikan lip tint di bibir tipisnya tak belepotan. Gadis berblus putih itu segera turun ke pantry, berniat sarapan.

Langkahnya melambat begitu Raya tersadar ada Akbar yang tengah sarapan juga. Manik cokelat terang Raya berkedip-kedip bingung. Dua malam tidur di rumah ini, tapi ia sama sekali tak ingat suaminya tidur di mana. Raya selalu tidur dahulu dan ketika bangun, tak ada jejak Akbar di kamar. Apalagi semalam sepertinya laki-laki yang sedang melahap selembar roti gandum itu pulang larut.

Raya menggeser stool bar di sisi suaminya. Dalam diam mereka makan sampai Raya cukup risi sendiri. Ia yang terbiasa berisik teramat kontras dengan pribadi Akbar yang terlalu tenang.

Secret MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang