= 6. Gift for Friend =

30 3 3
                                    


Heyyo wassup gengs, back lagi dengan RYS!-!^^

Heyyo wassup gengs, back lagi dengan RYS!-!^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








"Kenapa kamu ngasih aku ini? Katanya tadi mau beliin Linda hadiah," heran Tira seraya menatap cowok itu yang diam saja.

"Gak ada, mau ngasih aja."

Merasa tak puas dengan jawaban Jiwa, Tira menarik lengan cowok itu sedikit keras. Membuat langkahnya terhenti, kini tepat menghadapnya.

"Kamu gak lagi sakit kan?" Tira menaruh telapak tangannya pada dahi Jiwa. Membuat cowok itu mendecak, lantas menyingkirkan tangan Tira.

"Aku gak sakit. Aku cuma mau ngasih kamu itu sebagai hadiah."

Tira menggeleng, menaruh rasa curiga pada Jiwa. "Yakin? Tadi pagi perasaan kamu semangat banget mau kasih hadiah buat Linda. Sekarang malah—"

"Udahlah, terima aja. Gak usah bawa-bawa Linda kalo kita lagi berdua. Anggap aja itu gift for friend, but special for you."

Tira mendelik, tetapi jauh di lubuk hatinya ia merasa senang. Kalimat terakhir membuat ia seakan terbang. Namun, ia lantas tersenyum tipis karena mereka hanya teman.

"Oke, makasih, ya," kata Tira akhirnya mengembangkan senyum manisnya pada Jiwa.

Laki-laki itu hanya mengangguk, sembari meraih helm di spion motornya. "Mau makan dulu gak?" tanyanya membuat Tira mengangguk antusias.

"Mau ke mana? Tapi aku gak rekomen kalo ke Mekdi apalagi KFC, kamu pilih tempat yang pas untuk kantongku," lanjut Jiwa sebelum akhirnya naik ke motornya.

"Geprek di Kekalik, sekalian jalan ke indekos ku," sahut Tira sambil menempati jok belakang motor matic cowok itu.

"Boleh, kali ini aku traktir juga ya."

"Eh, jangan, ntar uangmu habis. Ini kan kamu udah beliin aku parfum," tolak Tira merasa tak enak. Mengingat harga parfum itu cukup menguras kantong temannya itu.

"Halah, santuy. Kayak sama siapa aja," ucap Jiwa santai, tak ada raut merasa terbebani. "Tapi kalo kamu merasa gak enakan, makan di rumahku aja, gimana?"

"Plis ya, Ji, jangan bikin aku banyak hutang di kamu." Tira di belakang sudah gregetan. Mana Jiwa tak  menjalankan motornya, ia jadi merasa krik karena duduk di atas motor sambil mengobrol begini.

"Gak usah nolak. Ibuku malah seneng kalo kamu dateng," ucapnya membuat Tira tersenyum terpaksa. Sejatinya sampai saat ini, ia tak pernah bisa menang berdebat dengan Jiwa. Dirinya mana iya-iya saja lagi.

"Oke, let's go!"

Akhirnya motor itupun melaju juga, meninggalkan area parkir bawah gedung mall tersebut.

***

Begitu sampai di rumah Jiwa, yang letaknya di sekitar jalan Catur Warga. Tak terlalu jauh dari Mall Mataram, karena tinggal melewati jalan Cilinaya untuk sampai di daerah yang kerap disebut belakang mall.

Gadis tirus itu turun dari jok belakang motor Jiwa. Seraya merapikan rambutnya, ia menatap Jiwa yang melepas helm. "Harusnya tadi aku aja yang pakai helm," ujarnya membuat cowok itu menoleh.

"Gak perlu, angin Mataram gak bakal bikin kamu botak," sahut Jiwa yang sontak mendapat hadiah tendangan dari Tira.

Jiwa meringis, merasakan sakit pada tulang keringnya. Baru hendak melayangkan protes, seorang wanita paruh baya keluar dari rumah. Menghampiri keduanya yang masih berdiri saling melempar tatapan sengit.

"Tira?" Gadis itu menoleh, terbelalak kecil. Seperkian sekon lantas menyalami tangan wanita itu. "Wah, tumben banget ke sini. Apa gak kangen gitu sama Ibu?"

Tira menyengir, "Kangen dong, Bu! Tapi ya begitulah, aku akhir-akhir ini sibuk di sekolah."

"Sayang banget, padahal Jiwa tiap hari malah ngeluh karena gak bisa bawa kamu main ke sini," kata ibu Jiwa itu, membuat Tira melirik ke arah cowok itu.

Oknum yang dilirik hanya melengos, berjalan lebih dulu meninggalkan dua perempuan beda usia itu ke dalam rumah. Ibu yang memperhatikan itu menggeleng pelan, lalu mengajak Tira menyusul anaknya itu.

Tira yang memang sudah akrab dengan ibu Jiwa tidak dapat berkutik. Ia sedari tadi hanya memperhatikan wanita itu yang telaten menyiapkan makanan di meja makan. Tak lupa dengan rentetan kalimatnya yang bercerita panjang lebar pada gadis itu.

Sebelumnya Tira menawarkan diri membantu, tetapi wanita itu malah menyuruhnya untuk duduk saja. Membuat gadis itu hanya bisa pasrah sampai Jiwa kembali dari berganti pakaian.

"Tir, gak mau nginep aja? Lumayan ada temen ibu," lontar Jiwa yang baru saja mendaratkan bokongnya pada kursi di depan Tira.

"Kamu mau ke mana lagi memangnya, Bang?" tanya sang ibu yang kini mengambil tempat di samping Tira.

"Gak ada sih, Bu. Cuma pengin lihat Ibu ada yang temenin ngobrol," jawab Jiwa tanpa menatap ibunya itu.

"Memang Tira mau?"

Tira meringis pelan karena kini anak dan ibu itu menatapnya kompak. Seakan ada bintang cling-cling di mata keduanya yang membuat Tira berat untuk menolak. Alhasil gadis itu mengangguk pelan, terpaksa.

Namun, tak dipungkiri ia bahagia melihat ibu Jiwa yang semringah. Mengingatkannya pada sang ibu yang berada di Lombok Tengah sana.

"Terima kasih ya, Tira. Ayo, sekarang makan dulu."

Tira mengangguk, dilanjut dengan Jiwa yang membantunya mengambil nasi dan lauk. Ia tak bisa menyepelekan bunyi jantungnya, terlebih lagi perhatian cowok itu bukan mimpi. Namun, pikiran bahwa cowok itu mempunyai tambatan hatinya, membuat gadis itu mengeluh tertahan.

'Tidak ada yang spesial Tira, dia hanya temanmu.'

***







Btw kalian pernah prenjon gak nih?

Jangan lupa vote and komen, minimal satu aja gpp hehe

Rasa Yang Salah [JeongMinji]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang