= 12. Seperti Seharusnya =

24 3 2
                                    

Selamat hari senin~

Gak nyangka sebentar lagi tamat ya😔

Gak nyangka sebentar lagi tamat ya😔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Dua remaja itu melupakan jam pelajaran yang sedang berlangsung. Keduanya masih berdiam diri di taman belakang sekolah. Duduk di bundaran taman bunga yang sudah di semen rata.

Beberapa menit berlalu setelah penjelasan Tira, keduanya masih diam. Terutama Jiwa yang mencoba mencerna segala perkataan gadis itu. Sebenarnya ia cukup terkejut, karena tak pernah menyangka bahwa temannya itu memiliki rasa suka padanya. Padahal ia merasa pertemanan mereka tidak ada unsur yang menyangkut tentang keromantisan, tapi itu seingatnya saja.

"Jadi ... kenapa kamu bisa suka sama aku, Tira?" tanya Jiwa masih tak percaya dengan apa yang sudah ia dengar.

Tira hanya menggeleng, ia pun tak tau alasannya bisa menyukai Jiwa. Apakah seseorang harus memiliki alasan untuk sebuah rasa suka yang berakhir menjadi cinta?

Tira merasa suka ataupun cinta itu tak perlu ada alasan. Sebab, jika seseorang datang mencintai dengan sebuah alasan, pasti perlahan ia akan pergi juga dengan alasan-alasan yang lain. Namun, daripada memikirkan alasan jatuh hati, ia lebih merasa tak enak dengan Jiwa. Ia menghancurkan persahabatan yang mereka bangun.

"Maaf Ji, aku gak mau membebani kamu."

Suara Tira mengambil atensi Jiwa yang melamun. Remaja laki-laki itu menghela napas pelan, ia tak mungkin menyalahkan gadis itu. Pun rasa yang hinggap pada hatinya. Tidak ada yang salah dalam hal melabuhkan hati pada siapa. Hanya saja, kali ini gadis itu kurang tepat.

"Aku takut kita saling menjauh, Tira. Aku merasa bersalah banget karena gak pernah peka sebelumnya, dan tanpa sadar aku naruh luka ke kamu." Jiwa menyahut frustrasi. Pemuda itu menunduk, tak sanggup melihat wajah temannya itu yang ia yakini sedang pura-pura tegar.

Jiwa tak akan menyangkal, betapa sakitnya cinta bertepuk sebelah tangan. Walau ia tak pernah mengalaminya, hanya sebatas mendengar pengalaman orang saja, ia bisa ikut terhayut dalam cerita luka itu.

"Setelah kamu tau rasa yang aku punya selama ini, aku ... aku mau kamu menganggapnya hanya menjadi urusanku. Aku punya rasa ini untukmu, tetapi aku menghargai rasa yang kamu punya untuknya," ucap Tira tak lupa dengan senyum tulusnya.

"Jangan begitu, Tira, aku jadi ngerasa bersalah banget." Jiwa mendesah pelan, ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri.

Tira menggeleng pelan, daripada melihat wajah bersalah yang ditampilkan laki-laki itu, ia lebih suka memendamnya. Namun, sepertinya semesta memang merencanakan hal ini untuknya.

"Jiwa, lihat aku," pinta Tira membuat pemuda itu seketika menatapnya. "Dengerin aku baik-baik ya, Ji. Jangan pernah merasa bersalah, teruslah hidup seperti biasanya. Besok pagi, semua ini akan berlalu. Dan aku bakal tetap jadi temanmu."

"Tapi—"

"Tidak ada yang bisa disalahkan pada siapa seseorang jatuh cinta," potong Tira cepat. "Dan tidak pula bisa memaksakan seseorang pada siapa seharusnya ia jatuh cinta."

Jiwa bergeming. Ia tak bisa berkata-kata lagi. Kalimat sahabatnya itu benar. Tidak ada yang bisa disalahkan, pun tidak ada yang bisa dipaksakan. Semuanya tetap berjalan seperti seharusnya.

"Aku gak apa-apa, Ji. Jangan mikirin aku ya, lanjutin usahamu untuk menaklukkan hati Linda. Aku selalu mendukungmu." Tira tersenyum penuh arti. Bodoh jika Jiwa tak paham.

Tira berdiri dari posisinya. "Aku rasa kita harus balik ke kelas, Ji. Jam pelajaran selanjutnya bakal segera dimulai."

Jiwa mengembuskan napasnya, lantas mengangguk pelan. Ia ikut bangkit dari duduknya, "Ayo."

***







Udah sampai sini aja ya, bagaimana chapter ini?
Ada yang ngalamain kayak Tira gak nih?
Inget kata Tira ya, kalo perlu dihafal😅

Rasa Yang Salah [JeongMinji]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang