5. Kali Kedua

117 26 2
                                    

Mode Light On💡Written ; © bluubearies

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mode Light On💡
Written ; © bluubearies

Hari ini mungkin bukan waktunya bagi Jagatraya untuk mendapatkan keberuntungan. Interview yang ia pikir akan lancar-lancar saja ternyata berakhir dengan hasil nol. Bagaimana tidak, sisa waktu satu jam ternyata tak cukup untuk bisa sampai tepat waktu di perusahaan tersebut. Bukan karena macet, tapi karena ada sedikit insiden yang membuatnya mau tak mau harus berkutat lebih lama di tempat yang tak seharusnya.

“Gue mimpi apa ya semalem bisa sampai kayak gini? Alamat masa pengangguran gue bakal lama banget ini. Si Ibu pasti bakal marah-marah lagi,” keluh Jagatraya.

Di pinggir jalan sehabis membeli sebotol minuman dingin dari pedagang kaki lima, Jagatraya berjalan menyusuri trotoar. Cuacanya makin terasa menyengat kulit. Keinginannya saat ini bukanlah pulang, Jagatraya hanya berjalan sesuai langkah kakinya saja.

Ingatannya kembali pada kejadian dimana netra Jagatraya berhasil menangkap sosok perempuan yang hari sebelumnya pernah ia temui.

Di kali kedua ini Jagatraya juga melihat kondisi perempuan itu yang tidak jauh berbeda seperti terakhir kali bertemu, wajah yang nampak sendu, netra yang sayu dan penampilan yang terlihat berantakan.

Jagatraya juga masih mengingat jelas ketika dengan refleks ia berlari dimana Rana berdiri. Teriakan-teriakan yang menyuruh Rana untuk segera menepi terasa hanya angin lalu karena itu tak ada gunanya jika dari mereka tak ada satupun yang berniat menolong Rana saat itu.

Jika Jagatraya terlambat sedikit saja, mungkin Rana hanya tinggal nama. Sebab dengan lajunya kereta yang begitu cepat, Jagatraya juga berusaha secepat yang ia bisa untuk menarik Rana dari tengah rel dan seperti harapan orang-orang, Jagatraya berhasil menyelamatkan Rana dari maut yang membayangi.

Perempuan itu pingsan berbarengan dengan tarikan kuat dari tangan kekar milik Jagatraya.

Mbak, bangun Mbak!”

Hembusan angin yang dikarenakan lewatnya kereta api terasa jelas pada kulit Jagatraya. Kemudian jari tangannya menyentuh bagian leher Rana guna memastikan bagaimana keadaan perempuan itu dan seiring berlalunya kereta api, banyak orang yang berbondong-bondong menghampiri keduanya. Rasa syukur dari ucapan orang-orang yang berkerumun di sana perlahan tertangkap oleh gendang telinga milik Jagatraya.

Mas, dibawa ke rumah sakit saja. Biar saya panggilkan ambulan.”

Iya, Pak. Terimakasih.”

Kejadian yang dirasa singkat, ternyata tak sesingkat itu. Jagatraya harus mendampingi Rana ke rumah sakit. Lalu menunggunya sebentar sampai keluarga pasien datang. Namun yang jadi permasalahan adalah Rana sama sekali tidak membawa kartu identitas—Jagatraya pun bingung harus melakukan apa.

Memeluk PiluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang