1. Tak Ada Tempat Berpulang

194 24 14
                                    

Mode Light On💡written ; © bluubearies, 2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mode Light On💡
written ; © bluubearies, 2024

-

Air matanya belum mengering, hatinya masih saja terasa perih. Lamunannya juga tak kunjung usai. Selepas kepergian orang-orang itu, rumah mulai sepi. Sudah tak ada lagi lantunan doa yang melangit. Sudah tak ada lagi ucapan berbela sungkawa. Saat ini rumah benar-benar begitu sepi bagi Rana.

Belum genap 24 jam setelah kepergian Arjuna, Rana telah merindukan sosok itu. Bolehkah ia berharap bahwa semuanya hanya mimpi buruk? Dan kalaupun bukan mimpi, bolehkah Rana menyalahkan takdir atas kepergian laki-laki tersayangnya itu?

Faktanya, Rana benar-benar sendirian sekarang.

"Mas, nggak mau sarapan dulu? Astaga, itu dasinya dibenerin dulu, Mas. Makanya jangan tidur malem-malem, biar nggak buru-buru kayak sekarang," omel Rana yang mulai merapikan dasi milik Arjuna.

"Sepatu Mas kamu taruh mana?"

"Ada di tempat biasa."

"Mas nggak nemuin."

"Di tempat biasa, Mas. Kamu nyarinya yang bener dong. Orang kemarin aku taruh di rak biasanya kok. Udah, kamu di sini aja. Biar aku yang ambilin."

Tak berselang lama, Rana membawa sepasang sepatu hitam mengkilap yang ia belikan beberapa bulan lalu hadiah ulang tahun untuk Arjuna. "Ini apa?"

Arjuna menampilkan deretan giginya sembari menatap Rana yang menggelengkan kepalanya pelan. "Mobil kamu kapan diambil di bengkel? Udah dua hari ini Mas mau naik bus terus."

Arjuna mengangguk. Tangannya bergerak memasang sepatu pada sebelah kakinya. "Rencananya nanti pulang ngantor mau Mas ambil. Mumpung nanti Mas nggak ada lembur."

"Nanti pulangnya jangan malem-malem. Habis ambil mobil langsung balik."

Selesai memasang kedua sepatunya dengan benar, Arjuna lalu berpamitan untuk pergi ke kantor. Namun sesampainya di gerbang rumah, laki-laki itu berbalik, berlari pelan menghampiri Rana kembali. Dikecupnya pelan wajah Rana dengan penuh sayang, dari kening, kedua pipi, hidung hingga bibir ranum milik Rana. Setelahnya Arjuna tersenyum.

"Mas pamit dulu ya. Jaga diri kamu baik-baik. Jangan telat makan."

"Iya, Mas. Kan, nanti malem bisa makan bareng sama kamu."

Lambaian tangan kokoh Arjuna masih Rana ingat ketika meninggalkan pekarangan rumah. Andai Rana tahu suara itu adalah suara terakhir Arjuna yang bisa ia dengar, pasti di detik itu Rana akan menahannya agar tetap berada di rumah.

Rana bahkan juga masih ingat ketika siang kemarin Arjuna mengirimkannya pesan bahwa laki-laki itu tengah makan siang dengan atasannya dan meminta agar Rana membuatkan sup ayam kesukaannya.

Memeluk PiluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang