40

25K 1.2K 42
                                    

"Sinta, ayo makan dulu, Nak!" Wanti membuka pintu kamar anak nya.

Tampak Sinta sedang duduk menghadap jendela kamar nya termenung dengan tatapan kosong.

Wanti sudah tidak tahu harus berbuat apa tentang kondisi anak nya. Sejak Jangkar dan Cia menikah, Sinta pun berubah menjadi pendiam.

Bahkan Sinta juga susah di bujuk makan. Ia tidak keluar dari kamar selain pergi ke kamar mandi. Bahkan teman-teman nya yang datang pun tidak di hiraukan nya sama sekali.

"Sinta ayo makan, Nak! Sudah beberapa hari ini nggak ada makanan yang masuk ke dalam perut kamu. Lihat! Badan kamu mulai mengurus, Nak!"

"Tidak lapar, Buk!"

"Walaupun tidak lapar! Kamu harus tetap makan, Nak. Kamu nggak kasihan lihat Bapak sama Ibuk yang selalu mengkhawatirkan kamu?"

Sinta tampak tidak terpengaruh dengan ucapan Ibuk nya. Bahkan ia tidak menatap Wanti sedetik pun. Lingkaran mata nya sudah nampak hitam dan bengkak karena sering menangis .

"Kamu tidak bisa seperti ini terus, Nak. Kehidupan ini terus berjalan. Tinggalkan dan lupakan hal yang membuat kamu sedih. Kamu harus tetap menuju masa depan yang cerah. Kamu harus berpikir positif dan ambil hikmah dari kejadian ini. Ibuk mengatakan ini semua demi kebaikan kamu juga, Nak. Selama ini kamu yang selalu mengejar Bang Jangkar. Perasaan kamu tidak pernah berbalas. Itu berarti Bang Jangkar bukan jodoh kamu. Masih banyak laki-laki lain di luar sana, Sinta. Jangan terlalu bodoh dalam memiliki perasaan. Karena itu akan menyakiti kamu sendiri."

Bola mata Sinta kembali berkaca-kaca. Ia baru menoleh menatap Wanti.

"Tapi aku mau nya cuma sama Bang Jangkar, Buk."

"Itu karena kamu tidak mau membuka mata dan hati kamu untuk laki-laki lain. Kamu terlalu fokus sama Bang Jangkar, seakan-akan tidak ada laki-laki yang lebih hebat dari Bang Jangkar di kampung ini."

Sinta kembali diam. Wanti menghela nafas lelah dan prihatin. Wanti meletakkan nampan berisi makanan dekat Sinta.

"Ibu taruh di sini. Kamu habiskan makanan nya. Ibu tinggal dulu. Pesan Ibu hanya satu. Jangan terlalu lama untuk menghabiskan waktu yang sia-sia ini. Kamu harus bangkit dan tunjukkan kepada orang-orang kalau kamu itu perempuan hebat dan kuat."

Sinta hanya menatap piring berisi makanan tersebut tanpa menyentuh nya sama sekali.

Sesampainya di luar kamar Wanti menghapus air mata nya yang menitik. Bagaimana pun ia seorang Ibu yang tidak tega melihat anak nya sedih seperti ini.

"Bagaimana, Buk?" Herman menghampiri istrinya.

"Tetap tidak mau makan, Pak. Ibu tidak tahu lagi bagaimana cara nya menasehati anak kita." ujar Wanti sedih.

Herman tampak menarik nafas nya. "Biarkan saja dulu, Buk. Bapak yakin sebentar lagi Sinta akan sadar dan kembali menjadi Sinta seperti biasa nya. Anak kita hanya butuh waktu untuk menerima dan menyesuaikan keadaan ini, Buk."

"Tapi, mau sampai kapan, Pak? Ibu tidak tega menatap anak kita, Pak."

"Sabar, Buk."

Wanti pun akhirnya hanya bisa diam dan pasrah serta berdoa semoga ada keajaiban datang ke anak nya.

*****

Jangkar dan Cia sedang pergi ke kota. Mereka pergi dengan mobil Cia yang di kemudikan oleh Jangkar.

"Abang mau bawa Ara kemana?"

"Jalan-jalan."

"Iya, Ara tahu kalau kita mau pergi jalan-jalan. Tapi kemana dulu."

"Nanti sayang juga akan tahu. Sabar ya. Kalau capek mau tidur nggak papa. Nanti Abang bangunkan kalau sudah sampai."

Cia cemberut. Jangkar main rahasia an dengan nya.

Jangkar mengambil tangan Cia dan membawa nya ke bibir untuk di kecup. Hati Cia meleleh saat itu juga. Ia tidak jadi cemberut. Semudah itu untuk membuat hati Cia berubah.

Awalnya Cia tidak mau tidur karena ingin menemani Jangkar selama dalam perjalanan dan berbincang santai. Namun lama-lama mata nya sudah tidak tahan. Akhirnya Cia tertidur juga.

Jangkar membawa mobil dengan pelan-pelan. Sesekali ia akan menatap istri nya.

Tiga jam perjalanan akhirnya mobil yang di kendarai Jangkar memasuki kota padang. Bunyi suara klakson mobil besar pun membuat Cia terganggu dan membuka mata.

Cia memperbaiki tempat duduk nya dan menatap keluar jendela. Banyak mobil dan motor yang berlalu lalang. Cia lalu menoleh menatap Jangkar.

"Sudah bangun sayang?"

"Hm. Abang kita dimana?"

"Di padang. Sayang mau minum?"

Cia mengangguk. Jangkar mengambil botol minum miliknya dan memberikan kepada Cia.

Cia segera membasahi tenggorokonnya dengan air minum. Cia mengumpulkan rambut nya dan mengikat nya menjadi satu.

"Kita ke hotel dulu ya sayang. Istirahat dulu."

"Hotel?" ulang Cia bertanya dengan nada terkejut.

Jangkar mengangguk.

"Kita menginap?"

"Iya Sayangku." jawab Jangkar tersenyum

Cia akhirnya tertawa dan bersemangat. "Oke. Let's go!"

Cia menoleh menatap Jangkar. "Kok Abang nggak bilang sih kita mau nginap. Kan bisa bawa perlengkapan dari rumah."

"Nggak usah. Kita beli aja di sini sayang "

"Sekalian shopping ya. Kata nya Abang mau nemenin beli baju."

"Iya, maka nya Abang bawa sayang ke sini. Kita liburan dulu sejenak sekaliqn shopping dan senang-senang."

"Honeymoon nggak sih ini judul nya?"

Jangkar kembali tertawa. " Sayang yakin mau honeymoon nya di sini aja?"

Jelas. Cia cepat menggeleng. "Ara tuh cita-cita honeymoon nya itu ke jepang."

"Oke. Nanti kita ke jepang."

"Abang serius?" Pekik Cia senang. Jangkar mengangguk. Cia segera mengecup pipi Jangkar menyalurkan kebahagian nya.

Jangkar senang melihat tawa lepas Cia. Ia akan berusaha membuat istrinya bahagia. Inilah tujuan Jangkar bekerja keras selama ini. Ia akan menuai hasilnya dan akan membahagiakan istri nya dan akan selalu membuat hidup istri nya berkecukupan. Karena di zaman sekarang ini. Tidak bisa hanya mengandalkan cinta dan perasaan.  Harus ada ekonomi bagus untuk menyokong kehidupan yang bahagia.

Tbc!
20/03/24

Jangkar Cinta (EBOOK READY DI GOOGLEBOOK/PLAYSTORE.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang