03. Father And Son

343 62 9
                                    

Hera tak akan menyangka yang akan mengantarnya kembali ke apartemen adalah Ares, bukan Jonas. Dan dengan sadarnya itu adalah permintaannya sendiri.

Sepanjang jalan hanya ada keheningan yang menguasai keduanya. Hera sibuk dengan pikirannya, begitu juga Ares.

Beberapa menit yang lalu Hera hampir mengutuk dirinya sendiri karena Ares menaruh curiga terhadapnya yang terang-terangan memperhatikan pergerakan Sangkara dan pria yang bersamanya di dalam kabin tadi.

Tentu Hera mengelak dengan cepat, dan berakhir satu mobil dengan Ares.

"Kegiatan lo selain ke Olympus apa, Res?"

Apa-apaan itu. Canggung sekali! Tapi lebih mending dibandingkan diam seribu bahasa.

Ares tak bergeming sedikit pun. Pandangannya masih fokus menatap jalanan. Tapi Hera masih melihat senyum Ares melengkung tipis.

"Basa-basi lo klasik banget."

"Setidaknya kita ngobrol, Res."

Ares menoleh sebentar. Senyum tipisnya masih belum hilang. "Lo kayak gini karena ngerasa gugup atau canggung? Gue tau lo terpaksa."

Gila! Hera ingin sekali menonjok wajahnya. Bagaimana ia bisa tenang jika Ares benar-benar paham akan gerak-geriknya.

"Bisa nggak lo jawab aja tanpa dikte gue?"

"Tapi, gue nggak mau jawab."

"Oke. Gue diem."

Yang benar saja. Apakah sikapnya selalu kaku begini dengan orang lain? Hera bahkan berpikir tidak mungkin Ares yang kaku bersahabat dengan Jonas yang kelewat lepas.

Tidak sampai setengah jam, mereka sampai di basement apartemen—sementara—Hera. Apartemen yang harus dia tinggali selama menjadi bagian dari Olympus. Apartemen yang disiapkan Paris dalam rencana besarnya.

"Thanks."

Hera turun dengan wajah yang merengut. Ia bahkan langsung masuk tanpa menunggu Ares pergi. Sudah kepalang kesal dirinya. Dan kebetulan juga ia sudah sangat mengantuk.

Sampai di dalam apartemen, ia menjatuhkan dirinya di atas sofa ruang tengah. Padahal sempat terpikirkan olehnya untuk mendekati Ares agar aksesnya ke dalam kabin jadi lebih mudah.

Tapi melihat tingkahnya seperti itu Hera jadi mengurungkan niatnya.

Beberapa menit sebelum ia membersihkan diri dan tidur, ponsel khususnya berbunyi. Melihat nama yang muncul di layar langsung membuat senyum Hera merekah seketika. Rasa kesalnya mendadak hilang.

"Halo, Ris. Akhirnya gue nemu titik terang tentang Pandora."

***

Tepat pukul dua dini hari, Ares baru sampai rumah. Ia sempat mampir untuk merokok sebentar di minimarket dekat rumah setelah mengantarkan Hera pulang dengan selamat.

Walaupun wanita itu sedikit menyebalkan, Ares harus tetap bersikap gentle karena Hera telah membantunya malam ini.

Rumah besar bergaya mediterania itu selalu menarik perhatian Ares. Bagaimana tidak. Rumah sebesar itu hanya ditinggali oleh dua pria yang selalu merasa asing satu sama lain ketika bersama. Ares bahkan sering ragu, apakah Sangkara benar ayah kandungnya atau tidak.

 Ares bahkan sering ragu, apakah Sangkara benar ayah kandungnya atau tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang