04. Butterfly Effect

325 63 8
                                    

"Sorry banget Her kalau Ares bakal nyusahin elo."

"Terus kapan lo bisa jemput dia?"

"Sejam lagi bisa kan? Gue nggak bisa ninggalin nyokap gue gitu aja."

"Gila lama banget, Jo. Gue ada jadwal hari ini, dan gue nggak bisa ninggalin Ares gitu aja di apart."

"Oke lo temenin lagi bentar, ntar gue kabarin kalau otw."

/TUUT TUUT/

Hera mengembuskan napas kasar sembari membuang ponselnya asal. Sebuah perkara menyusahkan kini sedang menimpanya, lagi. Ares yang tiba-tiba datang menemuinya ternyata memang sedang mabuk. Dan yang lebih parahnya lagi, pria itu kemudian ambruk tepat di hadapan Hera dan memuntahkan isi perutnya.

Hera—yang mau tak mau—langsung memapah Ares dan kembali naik menuju kamarnya kemudian menjatuhkan tubuh besar Ares di sofa ruang tengah. Menanggalkan kemeja kotornya yang juga telah mengenai gaun milik Hera.

Hera kesal bukan main. Ares lagi-lagi merusak hari bahagianya saat ini. Belum lagi kejadian sebelumnya kini membayangi isi kepalanya. Kerjasama apa maksudnya?

Tidak. Tidak. Itu mungkin hanya pikiran acak Ares yang sedang mabuk, pikirnya.

Setelah mengirim pesan pada Karin—bahwa ia sepertinya harus membatalkan jadwalnya—Hera langsung mentransfer kembali uang di muka yang sudah ia pegang. Untung saja sang dewa mau mengerti.

Membawa masuk Ares—walau sedang tidak sadar—tetap membuat Hera was-was. Setelah membuat pria itu bertelanjang dada, Hera berkeliling sekali lagi untuk mengecek beberapa hal yang mungkin akan mencurigakan bagi Ares di dalam apartemennya.

Merasakan kebosanan menunggu Jonas yang tak kunjung datang, Hera mendekati Ares yang masih tertidur lelap. Ia merogoh saku celana pria itu dan menemukan sebuah ponsel di sana.

Tapi, saat rasa penasarannya menguasai, ia harus menguburnya dalam-dalam karena menemukan fakta bahwa ponsel itu membutuhkan sebuah pin untuk dibuka.

"Shit!"

Hera tak sadar telah mengumpat hingga membuat Ares bergerak membalikkan tubuhnya. Punggungnya yang terbuka terlihat indah jika dipandang. Netra Hera berhenti pada sebuah bekas luka di dekat bahu sebelah kanan Ares. Terlihat seperti luka sayatan atau tusukan yang ia rasa cukup mengganggu.

Begitu jari Hera terulur ingin menyentuhnya, Ares tiba-tiba bersuara hingga membuat Hera terkesiap.

"Lo mau ngapain?"

Wanita itu jelas membeku di tempat duduknya kala Ares langsung berbalik dan menatapnya lekat. Tatapan tak sukanya seolah menyuruh Hera untuk pergi saat itu juga.

Hera langsung berdiri dan refleks berkacak pinggang. Seolah-olah ia sedang menutupi rasa takut yang bercampur dengan ketegangan tiba-tiba.

"Sadar nggak kalau lo nyusahin?"

"Kepala gue pusing."

Hera tahu bahwa Ares sedang menahan dirinya yang masih setengah mabuk. Wajahnya masih terlihat lemas dan pucat. Sedangkan matanya cukup sayu walau sekilas terlihat mengintimidasi.

"Gue udah telfon Jonas buat jemput lo."

"Tapi gue bawa mobil."

"Mau pulang dengan keadaan kayak gini?"

Hera melangkah menuju dapurnya dan mengambil sebotol air mineral dari kulkas. "Nih minum biar enakan."

"Yang lo harus pikirin adalah kenapa lo ke apart gue dengan keadaan mabuk? Bukannya langsung pulang."

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang