PENGHUNI RUMAH BARU

530 43 0
                                    

Ada pemandangan yang tak lazim ketika Namtan sampai rumah. Mobil ayahnya sudah terparkir rapi di garasi. Pintu belakang mobil terbuka lebar, sementara Affandra sedang menunduk sambil mengambil beberapa kardus kecil untuk di bawa ke dalam rumah.

Namtan berjalan mendekati ayahnya. Ia menengok ke bagasi sambil bertanya, "Apa yang sedang Ayah lakukan pada jam kerja? Apa mereka memecat Ayah?" tanya gadis itu dengan suara lirih.

Affandra yang terlalu fokus sampai tidak mendengar kedatangan anaknya terkesiap. Ia menepuk-nepuk dadanya. Jantungnya berdebar.

"Sejak kapan kamu ada di sana?"

"Baru saja. Apa yang sedang Ayah lakukan? Apa Ayah melakukan kesalahan?" Namtan masih menengok ke dalam bagasi.

"Aku memang sengaja ambil libur hari ini. Mengurus surat-surat rumah di notaris tadi." Affandra kembali dengan tumpukan kardus di depannya.

"Kubantu?" Namtan mengulurkan tangannya. Affandra tersenyum. Mengulurkan sebuah kardus kecil yang penuh dengan barang pajangan yang tidak Namtan kenal. Tapi Namtan tidak berkomentar dan bermaksud langsung membawa kardus itu ke dalam rumah.

"Makan siang ada di dalam kulkas. Hangatkan dulu supaya lebih enak," kata Affandra.

Namtan mengangguk lalu berjalan ke dalam rumah.

"Namtan, tunggu! Ini satu lagi." Affandra menaruh sebuah tas berwarna biru di atas kardus itu.

Namtan meneliti tas biru norak itu. Ia merasa pernah melihat tas itu. Tapi, entah di mana. Tanpa banyak tanya, Namtan segera membawanya masuk ke dalam rumah.

Namtan menaruh kardus itu di ruang tamu, lalu pergi untuk mengambil air minum. Setelah itu ia membuka kulkas. Mengambil makan siang dan menghangatkannya dalam microwave sebentar. Sambil membalas pesan teman baiknya, Milk, Namtan makan. Kadang ia tersenyum sendiri. Kadang begitu serius.

Lalu, sebentarnya sahabat baiknya menelepon.

"Apa?" tanya Namtan yang masih penuh mulutnya.

"Begitu caramu memperlakukan teman baik?" tanya Milk dengan suara yang penuh kepalsuan.

Namtan mencibir. Ia melanjutkan kunyahannya. "Kenapa kamu menelepon? Aku sedang makan."

"Lama sekali aku tidak mendengar suaramu. Apa kamu sudah betah di sana? Apa kamu sudah dapat teman baru? Apa kamu sudah tidak membutuhkan Milk?" Milk menyerang Namtan.

"Aku belum punya teman... Puas?"

"Kenapa belum? Kamu tidak bisa bergaul ya?"

"Apa maumu, Milk?"

"Eh, bagaimana siswi-siswi di sana? Apa mereka seksi?"

Namtan memutar matanya. Milk memang genit. Dari dulu begitu. Milk adalah perempuan yang berpenampilan baik. Gaya berpakaiannya modern dan wajahnya lumayan. Lebih tinggi sedikit dari Namtan memang, tapi tidak lebih pintar.

Milk anak orang kaya dan tak mau dibilang orang kaya. Milk lebih senang dipanggil pengusaha. Karena memang, dia seorang pengusaha. Ia punya toko ponsel dan toko ban di kota Purasabha. Ya, memang masih milik orang tua. Tapi tetap, toko itu akan jadi miliknya seorang suatu saat. Milk adalah seorang pekerja keras. Perempuan-perempuan jatuh hati pada sikapnya yang ceria dan ramah. Dan Milk juga suka perempuan.

Tapi, entah kenapa Milk yang flamboyan lebih senang berteman dengan Namtan yang pendiam dan kutu buku dibanding dengan anak-anak orang kaya yang sama gaya dengannya.

"Ada seorang perempuan. Namanya Love," jawab Namtan.

"Cantik? Seksi? Berapa ukuran dadanya? Apa dia seorang cheerleader di sekolah?"

JENGGALA (NAMTAN FILM) - GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang