07

75 17 3
                                    

"Hai"

Yerin terkejut lalu menoleh kearah kanan, ternyata itu adalah Wira.

"Ih ngagetin tau!" Seru Yerin lalu memukul pelan lengan Wira.

Wira terkekeh pelan lalu mengusak rambut Yerin gemas.

"Jangan marah-marah dong, bukannya takut aku malah gemes" ujar Wira.

Yerin hanya mendengus lalu berjalan disamping Wira.

"Kamu kok belum pulang?" Tanya Yerin pada Wira, karena setahu Yerin kelas Wira sudah selesai setengah jam yang lalu.

"Iya, nungguin kamu. Mau pulang bareng gak?" Tawar Wira.

Yerin tampak berpikir "Eumm kayaknya ak—"

"Yerin, Wira?" Celetuk seseorang dari arah belakang.

Keduanya kompak menoleh kebelakang, ternyata disana sudah ada Abi dan juga Danuar yang tengah bersidekap dada, menatap datar kearah Wira.

"Loh ay? Kamu belum pulang?" Yerin pun menghampiri Danuar, lalu mengapit lengan Danuar manja.

Wira menghela nafas kasar lalu mengalihkan pandanganya. Entah kenapa Wira merasa tak suka dengan pemandangan di depannya.

Danuar memperhatikan itu, ia berdecih dalam hati. Entah kenapa emosinya menggebu-gebu ingin sekali memukul wajah Wira sekali saja.

Abi yang mengerti situasi pun mencoba menengahi. Abi menghampiri Wira lalu merangkul lelaki tersebut.

"Mau pulang kan? Ke parkir bareng ya Wir ada yang mau gue omongin" ujar Abi pada Wira.

Wira hanya menoleh bingung, tapi tetap mengangguk mengiyakan.

"Gue sama Wira duluan ya Dan, Yer" pamit Abi pada Yerin dan Danuar.

"Hati-hati kalian" Yerin melambai kearah keduanya.

"Ay? Kok malah bengong sih?" Yerin menyenggol Danuar.

Danuar menatap Yerin lamat membuat Yerin salah tingkah.

"Ihh ay kamu kenapaaaaa" rengek Yerin pada Danuar.

"Kamu cantik, yuk pulang" Ujar Danuar menjawil dagu Yerin genit.

"Ihh aku kira kenapa!" Gerutu Yerin sebal.

Keduanya pun berjalan beriringan menuju parkiran. Untung saja Danuar memarkirkan mobilnya di parkiran Utara jadi ia tak akan bertemu dengan Abi dan juga Wira.


.

"Mau ngomong apa bi?" Tanya Wira akhirnya karena sepanjang perjalanan Abi hanya diam.

Abi menghentikan langkahnya tepat di depan mobil miliknya.

"Wir, kalo lo emang belum bisa lepas dari masalalu harusnya lo jangan pernah memulai. Lo gabisa menggenggam dua tangan sekaligus Wir. Lepasin salah satu, atau sakiti keduanya, jangan egois. Gue tau lo ngerti apa yang gue maksud, stop here sebelum lo mengacaukan semuanya"

Setelah mengatakan itu Abi menepuk pundak Wira lalu masuk ke dalam mobilnya meninggalkan Wira yang masih terdiam dalam kebingungan.

Setelah mobil Abi menjauh, barulah Wira mengacak rambutnya frustasi.

"Sial!"

.


"So?"

Jeane menatap malas kearah Jovita yang sekarang tengah mengintrogasinya.

"Jov, gue gapapa sumpah!" Seru Jeane putus asa.

"Mata lo bengkak, hidung lo meler. Habis berapa pack tisue barusan?" Jovita kembali melayangkan pertanyaan.

Jeane menghela nafas berat.

"Jov.." panggil Jeane dengan nada bicara yang sudah bergetar.

Jovita berdecak lalu menarik Jeane dalam pelukannya.

"Sakit Jov, sakit banget" isak Jeane dalam dekapan Jovita.

"Kalo sakit di lepas Je, jangan di genggam terus" ujar Jovita lemah.

Jeane menggeleng pelan "Gue gabisa Jov, gue sayang Wira Jov"

Jovita diam, mendengarkan semua keluh kesah Jeane.

"Wira sayang gue kan Jov? He's love me right? Iya kan Jov?" Cerca Jeane masih dengan isak tangisnya.

Jovita masih diam, tak menjawab pertanyaan Jeane.

"Gue kurang apa Jov? Apa segala effort gue selama ini masih kurang ya Jov? Am I not worthy for Wira? Jawab gue Jov!" sentak Jeane penuh tuntutan.

"Hiks kenapa Jov, kenapa harus Yerin? Kenapa harus selalu Yerin, Jov? Gue juga pengen Jov jadi prioritasnya Wira barang sekali aja Jov. Gue kurang apalagi Jov?"

"I want to be her, Jov. I want to be the only woman that Wira loves, Jov"

Jovita benci, Jovita benci ketika Jeane sudah meraung seperti ini. Ia lalu menggeleng tegas.
"Lo ga kurang sedikit pun Je! Wira yang kurang bersyukur punya lo. Stop blaming yourself Je, you worth it!"

"Apa karna gue gabisa ngasih Wira kepuasan ya Jov? makanya Wira ga cinta sama gue" ujar Jeane asal.

Jovita sontak melepaskan pelukannya, lalu menatap Jeane bingung.

"Maksudnya? Lo ngomong apasih?!"

Jeane diam, masih terisak dalam tangisnya.

"Maksudnya apa Jeane?! Lo di apain sama Wira?! Jangan bilang lo di—"

Jeane menggeleng lemas "Bukan gue, tapi Yerin"

Jovita semakin di buat bingung oleh Jeane.

"Gue bener-bener ga ngerti Je, maksudnya gimana? Wira sama Yerin kenapa?"

Jeane menghapus air matanya lalu mulai menjelaskan semuanya.

"Tadi siang gue ga sengaja denger obrolan Wira sama temennya di ruang studio. Kata Arjuna Wira sama Yerin udah pernah tidur bareng, trus..mereka..udah pernah ngelakuin hub—"

Jeane tak sanggup melanjutkan ceritanya, ia kembali menangis namun kali ini lebih pilu dari sebelumnya.

Jovita menganga, baik Jovita mengerti apa yang di maksud oleh Jeane. Jovita benar-benar tak menyangka.

"Anjing Wira!" Umpat Jovita kesal.

Jovita meraih ponselnya hendak menghubungi Wira namun di tahan oleh Jeane.

Jeane menggeleng pelan "Please jangan Jov"

"Tapi tu anak perlu gue kasih pelajaran Je!" Bentak Jovita.

"Jov please, untuk sekarang gue mohon jangan memperkeruh situasi" mohon Jeane pada Jovita.

"Ah anjing! Je lo tuh—duh! Gue gamau tau ya Je secepatnya lo harus putus sama Wira! Ini udah keterlaluan Je! Stop belain dia, stop bersembunyi di balik kata sayang dan cinta! Please i beg you Je, ini udah ga bener selama ini Wira nyembunyiin kebohongan sebesar ini dari lo! Wira tuh ga—arghhhh brengsek!"

Jeane hanya diam, tak merespon permohonan dari mulut Jovita.

"Kenapa Jov, kenapa harus di pertemukan kalo akhirnya harus berakhir?" Tanya Jeane dengan pandangan kosong.

"Kenapa semesta ga pernah ngizinin gue buat bahagia Jov? Apa gue sehina itu sampe Tuhan gamau gue ngerasain bahagia sedikit pun?" racau Jeane.

Jovita menggeleng "Je ini cuman masalah waktu, lo pantas bahagia lo pantas di cintai oleh siapapun lo pantas banget untuk itu. Cuman waktu dan orangnya yang salah Je, stop salahin diri sendiri ya?"

"Should I let him go Jov?" tanya Jeane dengan nada lemah.

Jovita menghela nafas berat lalu memeluk Jeane erat.

"Try again, if it still hurts, let him go Je"

Jeane mengangguk dalam pelukan Jovita, baiklah mari coba sekali lagi, jika bukan jalannya Tuhan pasti menunjukkan jalannya.

TBC.

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang