7. Lereng raung, 14.51

488 62 2
                                    

"Asu!" Irwan mengumpat sambil mematahkan dahan pohon rendah di depannya.

"Heh, mulutnya!" sergah Santi.

"Kok bisa- bisanya loh drone jatuh ke tempat begini!" keluh Irwan sambil melempar patahan dahan itu. Kakinya menyapu dedaunan di lantai hutan. "Perasaan kemarin- kemarin ambil video gak ada ceritanya kita kudu nyari drone jatuh."

"Nyocot ae! Cari tuh pake mata, gak usah mulutnya ikutan!" Fadil membungkuk melewati batang pohon rubuh. Ia sesekali menatap ke atas, memeriksa barangkali drone nya tersangkut di dahan. "Itu tadi juga aku gak tahu kenapa bisa jatuh!"

"Bener Wan," Zilmi menambahkan. "Tadi kayaknya controller nya enggak fungsi gitu."

"Mana jatuhnya di hutan begini lagi!" Irwan menendang batu kecil sebagai pelampiasan. "Mana mungkin ketemu barang seukuran ponsel begitu?"

Lima orang tim Malam Jumat tengah menyisir hutan untuk mencari drone milik Fadil. Mereka keluar dari jalur pendakian dan perlahan bergerak menuju pepohonan tak jauh di bawah jalur.

"Tadi jatuhnya di dekat- dekat sini kok," Fadil kembali menengadah untuk memastikan. Ia memandangi kanopi hutan di sekelilingnya, di mana mereka berlima berada di sebuah area yang sedikit terbuka. "Itu tadi drone nya turun di deket sini. Aku inget banget, dedaunannya agak terbuka kayak gini."

Damia dan Santi berjalan pelan. Mereka sudah tak secapek tadi, namun masih belum pulih betul.

"Ini udah lumayan lama kita nyari. Bentar lagi jam tiga, dan kita belum sampe pos dua," Zilmi  mengingatkan rekan- rekan tim nya.

"Apa gak bisa diikhlasin aja?" Irwan berdiri sambil meregangkan pinggangnya. Mencari benda kecil di dalam hutan lebat seperti ini rasanya sia- sia.

"Enak aja diikhlasin! Itu aku beli pake duit pribadi. Dan drone itu kan udah berjasa banget buat channel video kita!" seru Fadil tak terima. Ia menatap Irwan sebal. "Lagian, banyak video yang belum sempet aku pindah di memori nya. Kalo itu hilang, konten kita bakalan gagal karena kurang materi."

"Ck! Memang asu!" Irwan berdecak sebal.

"Jancuk kalian, memang kek emak- emak perumahan," Zilmi menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia menghela nafas, hampir menyerah karena tak kunjung menemukan drone itu. "Nyari ya nyari, gak usah bertengkar."

"..."

"Tauk tuh!" gumam Santi.

Damia hanya tersenyum mendengar percakapan teman- temannya. Ia mencoba mencari lagi di arah lain.

"Kalau kita nyari terus- terusan, yang ada malah kita bakal kemalaman di sini. Kita belum pasang tenda, cari kayu, dan lainnya," Zilmi melirik jam tangannya lagi. Ia sedikit khawatir jika mereka terlambat mempersiapkan tenda mereka.

"Tapi-"

"Gini deh, kita coba cari sampe jam tiga seperempat. Kalo sampe lewat jam itu kita gak nemu drone nya, kita terpaksa ikhlasin," ujar Zilmi mencoba untuk mencari solusi.

"Enak aj-"

"Setuju!" sahut yang lain.

Mereka semua sudah sangat lelah setelah menempuh perjalanan mendaki hampir seharian. Dan mereka sangat ingin beristirahat dalam tenda.

Fadil hanya bisa mengiyakan keputusan teman- temannya. Namun ia tak menyerah. Ia masih ingin drone itu ketemu.

Santi yang berjalan bersama Damia mencari di area yang agak terpisah. Damia menyisir di lantai hutan, sementara Santi memeriksa di bagian atas.

Namun memang susah untuk menemukan benda seukuran drone itu dalam lebatnya dedaunan dan ranting.

Sampai saat Santi melihat suatu bendar berwarna kelabu pucat tersangkut di sebuah dahan memanjang. Santi seolah tak bisa mempercayai pandangannya.

Dengan penuh semangat ia berteriak memanggil teman- temannya. "REK! KETEMUU!!"

Mendegar itu, Zilmi dan cowok yang lain bergegas berlari menuju tempat Santi dan Damia. Di mana Santi terlihat berdiri sambil tangannya menunjuk ke arah atas.

"Itu, di deket dahan besar itu," seru Santi.

"WOHOOO!!" Fadil mengepalkan tangannya di udara karena senang. Selain karena drone nya masih utuh, tempat jatuhnya juga tak terlalu tinggi. Ia atau teman cowoknya bisa untuk mengambilnya dengan memanjat.

"Biar aku aja yang ambil," Zilmi ikut tersenyum senang. Sebab dengan ketemunya drone ini, mereka bisa melanjutkan perjalanan menuju pos dua.

Zilmi meletakkan ransel carrier nya di tanah, dan melepas sandal gunungnya. Sambil di bantu Irwan dan Fadil, ia pun mulai memanjat pohon itu.

"Mantap," Fadil menatap Zilmi yang dengan cekatan meraih dahan besar untuk berpegangan. "Pintar sekali dia memanjat."

"Kayaknya insting alami memanjat Zilmi masih belum hilang sejak jaman nenek moyangnya," gurau Irwan terkekeh. "Dia lupa berevolusi."

"Jancuk!" umpat Zilmi dari atas.

Semua yang ada di situ menengadah, fokus menatap Zilmi yang semakin naik mendekati drone itu.

Terkecuali Damia.

Sesaat tadi ia merasakan ada semacam angin lembut yang bertiup di belakangnya. Membuatnya refleks menoleh. Sebab angin itu terasa begitu sejuk- lebih tepatnya terasa dingin.

Sejenak Damia berdiri mematung ke arah itu, menyipitkan mata memandangi sesuatu di kejauhan. Damia berjalan seolah tanpa sadar, meninggalkan teman- temannya yang masih fokus mengambil drone.

Ia merasa ada sesuatu yang menariknya.

Dan ia tahu bahwa ada sesuatu di sana. Di antara lebatnya pepohonan, di mana ia melihat semacam bayangan benda besar. Benda yang bentuknya sangat berbeda dengan pepohonan.

Tidak alami.

"Tangkap," Zilmi menjatuhkan drone itu dari atas agar memudahkannya untuk turun.

Dengan sigap Fadil menampani drone itu dengan kedua tangan. Semua yang ada di sana nampak senang karena benda itu masih baik- baik saja.

"Lain kali jangan ilang lagi ya," Zilmi memanjat turun sambil menjejakkan kaki pada sulur- sulur rambat besar.

Fadil baru saja hendak memasukkan drone itu ke dalam tas nya, ketika tiba- tiba terdengar suara Damia memanggil mereka.

"GUYS! SINI DEH!!"

Semua yang ada di situ baru tersadar bahwa Damia tidak bersama mereka. Dan langsung berlari menuju ke arah Damia yang berada di area hutan yang lebih dalam.

"Kenapa Mia!?" Irwan berlari paling depan, melompati semak.

"Ada apa Mi?"

Lalu saat mereka tiba di tempat Damia, mereka semua melambatkan lari. Zilmi dan yang lain nampak tercengang melihat sesuatu yang berdiri di hadapan mereka.

"Ini.."

Damia berbalik, menatap ke arah teman- temannya.

"Ini petilasan bukan sih?"

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang