20. Lereng Raung, 20:05

421 54 1
                                    

"-aaaa..." Damia menyorot kepala Irwan yang tergeletak tak jauh dari lehernya. Kepala yang berlumuran darah, dengan mata datar menatap kosong.

Damia terjatuh di tempat. Kakinya tak kuat untuk menopang dirinya sendiri. Tangannya gemetaran hebat memegangi senter.

Jika yang di depannya ini Irwan, lalu itu tadi siapa?

Damia tak mampu begerak, otaknya tak bisa memproses apapun. Ia hanya bisa duduk mematung melihat sosok mayat Irwan di sebelah kakinya.

"..."

"Ir-" Damia ingin muntah. Kepalanya pusing dan perutnya terasa mual. "Irw-"

"Miaa?"

Sebuah suara memanggil dari arah dekat jalur pendakian. Suara itu jelas- jelas adalah suara Irwan yang ia kenal. "Mia? Kamu belum selesai?"

Jantung Damia berdebar kencang. Ia harus berpikir cepat. Ia tak boleh tinggal diam di sini.

Ia harus pergi!

"Damia?" suara itu memanggilnya lagi. Suaranya terdengar begitu lembut, penuh perhatian. Namun justru membuat seluruh tubuh Damia merinding.

"Kamu masih belum selesai?" ulangnya.

Damia tak menjawab.

Dengan tangan dan kaki yang gemetaran ia memaksakan diri untuk sebiasanya beranjak dari tempatnya terduduk. Ia tak mampu berdiri, maka terpaksa ia harus merangkak.

Damia harus pergi.

"Huuu.. Huuu..." ia menutupi mulutnya sambil menahan air mata. Damia menoleh ke belakang untuk sesaat- menatap mayat Irwan yang tergeletak tak bergerak.

Apa- apaan ini?

Apakah ini nyata? Apakah Irwan benar- benar sudah mati?

"Miaaa.." panggil suara itu lagi.

Damia segera merangkak memasuki semak- semak. Ia melakukannya dengan secepatnya, namun sebisa mungkin tak membuat suara.

"Tolong! Tolong!" batin Damia sambil menahan tangis.

Damia terus merangkak dalam kegelapan. Ia tak tahu ia menuju ke arah mana, sebab kabut pekat membuat semuanya terlihat sama.

Semak. Pepohonan. Dan gelap malam. Yang Damia tahu hanya satu; bahwa ia harus pergi sejauh- jauhnya dari tempat itu.

Dengan kepala yang masih campur aduk, Damia memaksakan untuk berdiri. Kakinya sudah jauh terasa lebih baik, ia bisa berjalan tanpa kesulitan.

Damia terus saja berjalan membelah hutan Alas Medi- seorang diri. Ia harus keluar dari hutan dan menemukan jalur pendakian. Ia harus menyusul Zilmi dan Santi.

"Huuu.." Damia mengusap matanya yang basah. Ia masih tak bisa mempercayai bahwa Irwan, salah satu rekannya selama ini di tim Malam Jumat, telah mati.

Benar- benar mati dengan cara yang mengenaskan.

Damia berjalan sambil menyorotkan senternya ke segala arah. Ia tak tahu sudah sejauh apa, dan seberapa lama ia berjalan menyusuri pepohonan.

Lalu ia menyibak beberapa semak dedaunan lebar.

Dan kini ia berada di tepian hutan. Tepatnya, ia berada di tepi sebuah jalan tanah berbatu.

Damia menyorot sekeliling dengan penuh kebingungan. Ini jalan apa? Kenapa bisa ada jalan di sini?

Sebab ia ingat sekali jalur pendakian Curahwangi tak ada jalur berbatu seperti ini, dan jalur ini juga lumayan lebar.

Ini bukan jalur setapak yang ia dan teman- temannya lalui kemarin.

Namun toh akhirnya Damia menyusuri jalan itu juga, sebab ia tak tahu lagi harus ke mana. Pikirannya benar- benar kalut sehingga ia sudah tak terlalu peduli dengan kenyataan ke mana ia pergi. Yang pasti ia harus bisa keluar dari tempat bernama Alas Medi ini.

Damia terus berjalan sambil menyorotkan senter ke jalan tanah berbatu di hadapannya, ketika tiba- tiba ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Tunggu, itu.."

Sejenak Damia diam mengamati lekat. Ia berjongkok untuk melihat lebih dekat sambil tangannya menyentuh sesuatu itu.

Ini jejak ban mobil. Dan jejak ini masih baru. Tidak salah lagi.

Damia merasakan lega yang luar biasa.

Apa ada manusia di sekitar sini?

Dengan sedikit bersemangat Damia berjalan cepat mengikuti alur jejak mobil di sepanjang jalan tanah berbatu.

Mungkin ia bisa meminta bantuan kepada siapapun pemilik mobil ini- dan mungkin malah ia bisa menumpang mobil itu untuk keluar dari sini.

Damia terus saja mengikuti jalan lebar itu, dengan pepohonan besar di kanan- kirinya yang menaungi dalam gelap malam.

Lalu beberapa menit kemudian, Damia sampai di ujung akhir jalan. Jejak ban mobil yang ia ikuti sedari tadi berhenti di sini.

Namun tak ada mobil apapun di sini. Damia justru menemukan sesuatu yang lain.

Damia menahan nafas sambil menyorotkan senternya ke depan.

"Ini, di mana?"

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang