14. Petilasan, 12.41

468 57 1
                                    

-Klik.

Irwan menyulut rokok di mulutnya. Setelah mengembus asap putih panjang, ia berdehem. Zilmi menenggak botol air milik Santi dengan tegukan besar. Terlihat sekali bahwa keduanya lelah setelah hampir empat jam tadi menyusuri hutan untuk mencari Fadil.

"Jadi gimana?" tanya Damia dan Santi yang berada di sebelahnya.

Empat orang anggota tim Malam Jumat itu duduk melingkar di antara dua tenda yang masih berdiri.

Irwan menggeleng singkat. Sejenak ia mengusap bulir keringat di dahinya. "Enggak ketemu."

"..."

"Tadi aku sama Zilmi udah cari dia di sekitaran Petilasan, kita coba cari di tempat- tempat yang mungkin dia terjatuh atau apa. Tapi tidak ada tanda apapun yang menunjukkan bahwa dia berada di sekitar sini.

Aku udah cari dia naik ke arah Pos Dua. Tapi masih sama, nggak ada apapun," Irwan kembali mengisap rokoknya.

Santi menoleh ke arah Zilmi. "Kamu juga gak nemu?"

Zilmi meletakkan botol minum Santi yang telah kosong. Ia menunduk diam menatap rerumputan di depannya.

"Zil?" Damia menepuk bahu Zilmi.

"..." Zilmi tak menjawab. Ia hanya menggerakkan matanya mengamati wajah Santi, Damia dan Irwan.

"Kamu juga nggak ketemu Fadil?" kali ini Santi yang bertanya.

"Nggak," jawab Zilmi serak, lalu kembali diam. Sepertinya ia ingin mengutarakan sesuatu, namun masih agak bimbang.

"Kamu kenapa sih?" Damia nampak bingung dengan tingkah Zilmi.

Zilmi menggigit bibirnya, lalu memasukkan tangan ke dalam saku celana cargo nya.

"Aku nggak tahu, apa ini ada hubungannya dengan situasi kita apa enggak," Zilmi menarik keluar smartphone miliknya. Ia menceritakan bahwa sesudah dari area petilasan, ia mencari Fadil di arah pos satu.

"Terus pas aku istirahat bentar, aku cium bau aneh giru," Fadil membuka galeri ponselnya dengan tangan sedikit gemetaran. "Terus aku cari- cari sumber baunya-"

"..."

"Terus?"

"-terus aku ambil foto ini," Zilmi memperlihatkan layar smartphone nya ke arah Damia dan yang lain. Mereka semua merapat untuk melihat lebih jelas. "Ini aku ambil di dekat pos satu."

"Apa itu?" Santi mencondongkan badannya sambil membetulkan kacamata. Lalu ia menahan nafas.

Di layar smartphone Zilmi, adalah foto semak- semak dan dedaunan yang penuh dengan bekas cairan merah pekat. Bercipratan di mana- mana, dan menggenang di lantai hutan.

"Itu apaan? Darah?" Irwan memiringkan kepalanya sambil terkekeh melihat foto itu. "Kayak abis ada pembantaian begitu?"

Zilmi yang diam tak menjawab, membuat Irwan tercengang. Begitupun Santi dan Damia.

"Tunggu. Maksudmu, itu beneran darah?" Irwan melihat foto di galeri lebih seksama. "Ini darah apa?"

"Atau darah siapa," gumam Zilmi.

"NGGAK MUNGKIN KAN ITU DARAH FADIL?" Damia seketika histeris menggelengkan kepalanya. Ia mencengkeram bahu Santi. "Itu bukan darah Fadil kan!?"

Santi juga nampak syok setelah melihat foto itu. Tapi ia masih berusaha untuk berpikir jernih. "Itu bisa darah hewan, atau apa saja. Belum tentu."

"..."

"Dan aku juga ingin tunjukkan sesuatu sama kalian," tambah Santi sambil menarik satu celana Damia, memperlihatkan betis dengan bekas bilur aneh itu.

Damia pun menceritakan apa yang ia alami kemarin, di mana ia terjaga semalaman karena rintik hujan.

"JANCUK!!" Irwan seketika mengumpat. "Gak masuk akal!"

Zilmi menatap betis Damia beberapa lama, masih mencoba mencerna apa yang ia lihat. "Ini bekas tangan atau apa?"

"Nggak tahu," jawab Santi singkat. Ia lalu menatap ke satu arah- lebih tepatnya ke arah petilasan di belakang tenda mereka.

"Ada sesuatu yang enggak beres di tempat ini. Dan mungkin adalah satu kesalahan besar karena kita telah menginap di sini," Santi merendahkan suaranya.

"Kan dari kemarin aku bilang juga apa?" Damia menatap semua teman- temannya. "Tempat petilasan ini tuh enggak biasa. Ada yang- aneh sama petilasan ini!"

Santi, Irwan dan Zilmi terdiam beberapa lama. Kini mereka merasa sedikit bersalah karena tak mengindahkan ucapan Damia sejak kemarin.

"Kita cepetan pergi dari sini yuk?" Damia mengusulkan kepada teman- temannya.

"Ide bagus tuh," Zilmi mengangguk setuju. "Lebih baik kita turun dan kembali ke Curahwangi."

"Terus Fadil gimana?" Santi mencoba mengingatkan teman- temannya. "Dia masih belum ketemu."

"..."

"Kalian mau tinggalin dia sendirian di Alas Medi?"

"Kita akan cari dia," ujar Irwan dengan wajah serius. "Kita akan cari Fadil setelah kita turun ke Curahwangi. Warga desa itu tentunya lebih paham dengan medan sekitar lereng dan Alas Medi. Mungkin juga mereka tahu sesuatu tentang tempat ini. Selain itu, tentunya kita akan punya tambahan personel untuk mencari Fadil kan?"

"Betul tuh!" timpal Zilmi. "Lebih baik kita minta bantuan warga desa, dan mungkin tim SAR."

"..."

Kali ini semua terdiam. Mereka berempat menatap wajah masing- masing, mungkin untuk mencoba memastikan keyakinan anggota tim.

"Baiklah," Santi ikut menangguk. "Itu lebih baik ketimbang kita berdiam di area petilasan ini."

"Kita beresin ini dulu?" Damia menunjuk dua tenda mereka.

"Tinggalin saja di sini. Supaya jadi tanda untuk titik pencarian Fadil nanti. Selain itu kita butuh gerak cepat. Sebisa mungkin tak perlu membawa barang terlalu berat."

"..."

"Ayo kita turun."

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang