25. DIPAKSA ABORSI

10.2K 201 10
                                        

Keisya memandangi dirinya sendiri didepan cermin. Sungguh memilukan, dirinya bahkan tampak berantakan meski mencoba untuk tersenyum. Keisya meraba perutnya, masih tak percaya ada bayi yang sedang tumbuh didalam.

"Jika kamu lahir, berarti aku seorang ibu?"

"Kira-kira, Damian akan ngelakuin apa jika dia tahu kamu ada, nak?" Keisya menahan rasa pedihnya. "Tapi, dia ayah kamu. Mau tak mau dia harus tau keberadaan kamu 'kan?"

"Hanya saja, ibu terlalu takut untuk sekedar bertemu dengannya ..." Cicit Keisya. Tanpa sadar wanita berbadan dua itu menggigit bibirnya hingga berdarah. Entah kenapa, itu sudah menjadi kebiasaannya saat ia dilanda rasa cemas berlebihan.

*
*
*

Setelah sibuk berkutat dengan konflik batin, Keisya akhirnya memutuskan untuk bertemu Damian. Persetan dengan apa yang akan dilakukan laki-laki itu, yang terpenting dia harus tahu akan keberadaan janin didalam rahim Keisya.

Keisya sengaja memilih waktu sore ini, karena kedua orangtuanya sedang pergi ke acara kolega bisnis papanya. Jika kedua orangtuanya pergi, tidak akan ada yang melihat kekasaran Damian terhadap dirinya. Dengan itu, mamahnya tidak akan sedih ataupun merasa bersalah.

Damian sedang diruang tamu, tampaknya lelaki itu tidak ada tanda-tanda kambuh. Keisya mengucap syukur.

"Damian ..." Keisya memanggil cowok itu. Damian sama sekali tak menggubris, ia masih terjaga dalam acara di televisi.

"Damian, aku mau ngomong sama kamu sebentar, ada hal–"

"Kayaknya lo udah mulai lupa, dengan panggilan lo ke gue seharusnya." Damian memotong ucapan cewek itu. Wajahnya yang datar menatap Keisya tanpa minat.

"Maaf, kak ..."

Damian mematikan televisinya, menurutnya acara di televisi mulai membosankan. Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya, melangkah sedikit mendekati Keisya. "Mau ngomong apa lo!" Ketus Damian.

Wajah Keisya memucat, sekuat tenaga dirinya menahan rasa takutnya jika berdekatan dengan Damian. Keisya memberanikan diri menatap wajah angkuh Damian, matanya sedikit memerah dan penuh keyakinan.

"Kamu liat ini." Keisya menyerahkan sebuah test pack kepada Damian. Cowok itu mengambilnya sambil mengernyit dahi. Ada dua garis biru, Damian benar-benar bingung kenapa Keisya menyerahkan alat test kehamilan padanya?

"Aku hamil kak," suara Keisya terdengar bergetar. "Aku hamil anak kakak."

Damian mematung sejenak, berusaha mencerna ucapan Keisya barusan. Sedetik kemudian Damian tertawa tak percaya, wajahnya ia dekatkan tepat dihadapan Keisya. "Jangan bercanda sialan. Nggak mungkin," Damian menggeleng tak percaya. Pasti perempuan dihadapannya ini sedang bercanda?

"Aku nggak bercanda kak, aku beneran hamil. Aku mengandung anak kamu Damian." Airmatanya mulai mengucur deras. Hatinya terasa sakit, rasa kecewa menyesakkan jiwanya.

"Lo pikir gue percaya, hah?! Jangan mengada-ada anjing!" Bentak Damian. "Kalau pun lo beneran hamil, itu pasti dari cowok lain yang lo layanin!"

Plak!

Tanpa sengaja tangan Keisya tergerak menampar pipi cowok itu. Keisya sakit hati jika Damian tidak mengakui anak di kandungannya. Terlebih lagi mengatakan hal hina seperti itu, Keisya bukan cewek murahan yang seperti Damian katakan.

"Keterlaluan kamu kak!"

Damian sempat terhenyak dengan tamparan itu, namun tak berlangsung lama ia langsung membalas hal yang sama ke Keisya, sampai wanita itu terjatuh kelantai.

"Lo udah mulai berani sama gue," Damian mengangkat dagu Keisya untuk mendongak menatapnya. "Dengarin gue, jangan coba-coba nipu gue dengan kehamilan lo! Gue nggak segan-segan buat lo lumpuh detik ini juga!"

DAMIAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang