Knock! Knock!

70 6 260
                                    

-30 Minutes From Now-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-30 Minutes From Now-

Mata Daisha berbinar, menatap beberapa makanan yang tersaji di depannya. Ia tak tahu, siapa yang memberinya semua ini. Bagaimana Daisha harus berterima kasih padanya?

Dan ada satu lagi, sirup pereda panas. Bagaimana orang itu bisa tahu, jika Daisha tidak bisa meminum obat yang berbentuk pil?

Netranya menelisik satu persatu lalu menggaruk tengkuknya, rasa bingung bersarang di kepalanya. Makanan apa yang harus ia lahap terlebih dahulu?

Pandangannya tertuju pada sekotak salad buah. Senyumnya mengembang sempurna kala matanya langsung disuguhkan oleh makanan yang terlihat lezat.

Tengah menikmati, suara teriakan seorang gadis berhasil membuat ia berhenti menyendokkan makanan.

"Hello everybody!! Aku kembali ..."

Suara teriakan yang biasa Daisha terima adalah teriakan dari Sophie. Gadis itu selalu mengganggunya setiap hari.

Daisha berdiri dengan terpaksa, mengampiri Sophie yang sudah mendudukkan dirinya di atas sofa.

"Di mana penghuni rumah ini?"

Saat Daisha sudah berdiri di depannya. Sophie langsung menarik tangan Daisha untuk duduk di sampingnya. "Besok ada konser Dazio. Dan ..."

"Kita akan datang ke sana?" Belum sempat Sophie menyelesaikan ucapannya, Daisha lebih dulu memotong ucapannya.

"Ya! Kau memang sahabat terbaikku. Kau bahkan tahu apa yang ada di pikiranku."

Sudah Daisha duga, Sophie akan mengajaknya pergi ke konser itu lagi. Entah rasanya ia sangat malas, keramaian selalu membuat tubuhnya cepat lelah. Apalagi suara dentuman musik yang sangat keras, ia tak suka dengan itu.

"Aku sangat lelah, Sophie."

"Ayolah, Daisha. Please." Entah dengan cara apalagi Sophie membujuk Daisha. Daisha akan tetap kekeh untuk menolak.

Sophie mengerucutkan bibirnya. Ia berpikir, ini kesempatan terakhir untuknya. Belum tentu Dazio akan mengadakan konsernya di sini, lagi. Maka dari itu, ia harus tetap pergi.

Dengan segala cara Sophie membujuk Daisha agar ikut dengannya. Sophie memegang kedua tangan Daisha dan mengusapnya pelan. "Daisha, kumohon."

....

Entah kenapa, Daisha rasa bulu tipis di tangannya terus berdiri. Rasa takut dan resah muncul secara bersamaan. Mungkin karena akhir-akhir ini hujan selalu turun di malam hari. Apalagi suara petir yang tak mau kalah, membuat dirinya selalu bergelut dengan selimut.

Daisha mengeratkan hoodienya. Memandang luar dari jendela kamarnya. Jalanan tampak gelap dan hanya ada satu penerangan di sana. Rumah-rumah warga pun sama gelap dengan rumahnya.

jdar!

Daisha tersentak kala melihat petir menyambar pohon milik warga. Hujan pun tampak lebih deras diiringi suara petir yang terdengar setiap menit. Daisha kembali menuju ranjang, duduk di tepinya.

Sepertinya ia tak akan bisa tidur malam ini. Lantas ia mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Membuka sederet pesan yang masuk. Ia tertawa ringan.

Tapi, ketukan pintu rumahnya berhasil membuat atensinya teralih. Ketukan itu terdengar pelan dan samar. Ia sedikit ragu dengan itu.

Keningnya mengerut, lalu ia bangkit. Melangkah menuju ruang tamu. Ia menekan saklar lampu.

Sedikit ia membuka gorden jendela rumahnya, mengintip dengan penuh rasa ingin tahu. Tapi, bayangan seseorang pun tak ada di sana. Itu tandanya, tak ada seorang pun yang datang dan mengetuk pintu.

Daisha menggeleng pelan. Mungkin ia salah dengar, pikirnya.

Lantas ia berbalik dan menekan kembali saklar lampu untuk mematikan lampu. Ia melangkah pergi dari tempat itu.

Belum ada dua langkah, ia dikejutkan dengan ketukan pintu itu lagi. Ketukan itu pelan dan tak hanya satu kali ketukan, namun lima kali.

Dilihat dari tempatnya berdiri. Sebuah bayangan berada di belakang pintu. Dilanda rasa takut, ia berlari menuju kamarnya dan mengunci kamarnya.

Napasnya tersengal-sengal dan tak beraturan. Ia berlari menuju kasur dan menutup rapat tubuhnya dengan selimut.

Sedangkan di luar sana, pria yang sama datang. Berdiri tepat di depan pintu seraya tersenyum miring. Tangan kekarnya kembali mengetuk pintu namun hanya satu kali. Ia berpikir pasti gadis itu tak akan berani keluar.

Dengan pakaian serba hitamnya, pria itu berbalik pergi. Tetesan air dari bajunya yang basah disebabkan terkena hujan jatuh meninggalkan jejak basah di lantai.

....


Sore hari di bawah terik matahari, gadis dengan cardigan hijau kotak-kotak berdiri di barisan paling depan, bersama sang sahabat yang selalu berteriak penuh semangat di sampingnya.

Ssbelum dimulainya acara pun sudah terasa ramai, apalagi setelah sang penyanyi telah berdiri di atas panggung dengan gagahnya.

Sangat mengagumkan, ucap para penggemar.

Daisha menatap sekelilingnya, para penggemar yang datang memakai pakaian serba hitam. Ia rasa hanya dirinya lah yang memakai pakaian yang tampak mencolok.

Di tengah-tengah acara, Dazio tampak memerhatikan dirinya dari atas sana. Daisha mengerjabkan mata saat mata elang Dazio memerhatikan dirinya sedari awal. Ia tak mau merasa percaya diri, tapi memang tatapan itu Dazio layangkan untuknya.

Daisha memainkan ponselnya untuk mengalihkan pandangannya. Jangan salah, Daisha hanya membolak-balikkan halaman ponselnya.

Merasa bosan dan tak tahu harus melakukan hal bodoh apa lagi, matanya menatap lagi ke arah depan. Siapa sangka, pria yang terbilang dingin dan tak tersentuh, menatap dirinya dengan senyuman tipis.

Hal itu membuat jantungnya berpacu lebih cepat.

Semua tampak baik-baik saja. Tiba-tiba salah satu penggemar melempar Dazio dengan batu yang berukuran besar hingga mengenai dadanya.

Hingga kerusuhan pun terjadi.

to be continued

•Kata-kata hari ini?

•Spam komen jika ingin cepat up bab selanjutnya.

•Yang ga vote biduran.

•Up bab selanjutnya sesuai mood author.

•Terima kasih buat pembaca yang masih setia menunggu cerita ini up, author usahakan up lebih cepat dari sebelumnya🤗

So, enjoy your reading🩵🩷

30 Minutes From NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang