talking

934 66 12
                                    

"Kenapa sih, lo tu suka banget ninggalin orang!" ucap Sunghoon tergesa-gesa sambil memegangi lututnya karna lelah berlari. 

Jake menepuk kursi kosong di sampingnya, mengisyaratkan Sunghoon untuk duduk bersama. 

cielahh duduk bersama gx tuh

"Tinggi lo berapa sih, Jake? Langkah lo perasaan lebar bener dah" 

"Gue 183 cm, iya tinggi, ga kaya lo yang cebol ini" perut Jake mendapat cubitan sayang dari seseorang yang ia sebut cebol. 

"Lo tuh ngeselin ya ternyata!" 

Jake tertawa, ya lagian siapa suruh lempar pertanyaan random. 

"Oh iya, kok lo bisa pindah ke sekolah kita yang sekarang, Jake?"

Jake terdiam, memikirkan jawaban yang pas agar dia tidak curiga padanya. 

"Gue dari kecil udah di Aussie, dan baru pindah kesini. Terus bokap gue ngedaftarin disekolah itu " jawabnya dengan santai. 

"Ma—"

"Ayo pulang, udah mulai sore, kita belum makan dari tadi. Takutnya lo nanti sakit." 

Perkataan Sunghoon terpotong begitu saja, ia menatap langit yang mulai berubah warna menjadi orange. 

"Iya juga ya, yaudah deh ayo pulang, gue udah laper banget ini" Jake menggelengkan kepalanya pelan. Lapar katanya? Padahal dia udah jajan satu kantong full. 

✰✰✰

Di dalam mobil Jake hanya mendengarkan Sunghoon bercerita kejadian random, supaya ga awkward pas di mobil. 

Namun, Jake juga tak hanya diam. Ia tau, lelaki cantik di hadapannya ini ingin agar suasana tidak terkesan canggung. 

"Mau makan di rumah atau makan di luar aja?"

"Gue gabisa masak gimana, jakee??" Sunghoon bertanya balik pada Jake yang sedang menyetir. 

"Gapapa—"

"Lo ngerokok Jake?" tangannya mengambil satu bungkus rokok yang terbuka. Lalu menunjukkan nya pada Jake. 

Jake hanya mengangguk, lagi pula mengapa harus menghindar? 

"Tau ga sih, rokok tu bisa aja bunuh lo secara perlahan Jake! Nanti kalo lo mati gimana.. "

Jake tertawa lepas, yang di tertawai hanya mendengus kesal.

"Ngapain ketawa sih! Kan emang bener!" Sunghoon mengalihkan pandangannya menghadap kaca mobil. 

"Gue ngerokok cuma karna stres doang, emang kenapa kalo gue udah gaada di dunia? Lo bakal nangis kejer?" 

"Ngga mungkin!" jawab Sunghoon dengan mata berkaca - kaca yang siap menumpahkan air mata kapan saja. 

"Berati.. Kalo gue bunuh diri besok, gimana?" tanya Jake jahil. 

Sunghoon sangat sensitif ketika ada yang berhubungan dengan 'kematian', Sunghoon takut, akan kehilangan orang yang ia sayangi kedua kalinya. 

Mungkin jika mereka membahas tentang 'kematian', Sunghoon akan menangis seperti bayi. 

"H - hiks! Bisa gasih jangan b - bahas ginian.. Hk!" dan benar saja, tangis Sunghoon pecah karna ulah Shim. 

"Katanya ga mungkin, hmm??"

"Ish.. Nyebelin.. Hk!" Jake tertawa puas, sungguh membuat Sunghoon menangis sekarang mungkin adalah hobinya. 

Sunghoon menangis di tambah cegukan terasa menyenangkan untuk di tonton. Wajahnya merah padam, jangan lupakan ia juga sedang berusaha menyedot cairan di hidungnya. 

Setelah tawa Jake mulai mereda, ia mengusak rambut Sunghoon gemas. Disusul menggenggam tangan mungil yang terasa panas sekarang.

"Udah, gausah nangis. Gue ga bakal pergi kemana mana kok"

"Promise?"

Jake tersenyum tampan, lalu mengusap usap tangan Sunghoon dengan lembut. Dan meluruskan kembali pandangannya.

Namun, usapan halus nan lembut yang Jake ciptakan untuk Sunghoon tak berhenti.




'gue gabisa janji, hoon..'






TBC. 




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Switch - jakehoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang