39. Tujuh Bulanan

8.3K 711 39
                                    

Sebenarnya Mau update besok, tapi kayanya sekarang aja ya sekalian jadi obat karena ricuh akibat pemilu wkwkwk
Btw ceritanya Khalid di fizzo lagi ditinjau ulang. Jadi belum bisa ditemui, semoga permasalahnnya cepet clear deh.

Oh iya...

Mintanya cepet update tapi kolom komentarnya dikit
#chuaksss

***

Jea tau kalau pada akhirnya saat ini Nenek meminta berbicara berdua saja dengan Jea. Karena pertimbangan setelah perbincangan panjang, Nenek memutuskan untuk menginap dan tidur di kamar Mbak Ayu dulu.

Setelah makan malam Nenek mengajak Jea untuk berbicara empat mata di gazebo belakang rumah. Saat itu Ibu tengah membereskan dapur bersama Mbak Ayu, sementara Caska ikut Bapak ke Masjid untuk shalat isya berjamaah. Caska kalau di lingkungan rumah Jea, rasanya positif vibes, adem aja gitu bawaannya kalau diperhatikan nenek.

Belum sempat nenek berbicara Jea sudah membungkuk minta maaf. Melihat hal tersebut Nenek langsung menarik Jea untuk duduk di sampingnya.

"Kamu minta maaf untuk apa lho je? Memangnya kamu pernah buat salah sama Nenek?" Tanya wanita tua baya itu yang menatap sendu ke arah Jea, sedikit rasa kecewa dan sedikit lagi perasaan bersalah.

"Jea salah karena gak jujur dari awal. Jea tau kalau Jea memang gak pantas sama tuan muda. Tolong Nyonya besar tunggu sampai Jea melahirkan---"

"Jea!" Tegur Nenek yang sengaja memutus ucapan Jea.

"Kamu ini kebanyakan nonton sinetron ya? Padahal Nenek cuma menyayangkan kenapa Jea gak jujur dari awal. Benar, nenek kecewa sama Jea karena Jea gak jujur, tapi Nenek gak berpikiran sempit untuk menganggap Jea gak pantas sama Caska."

Jea terdiam seribu bahasa, namun sekarang dia merasa sedikit lega. Setidaknya Nenek mengindikasikan kalau dia menerima Jea sebagai cucu menantunya.

"Sebenarnya Nenek sudah curiga dari awal. Nenek mau nunggu Jea jujur, tapi Jea malah milih untuk kabur tanpa menjelaskan apapun sama Nenek. Kalau Caska gak inisiatif buat cari tau lebih dalam soal foto kalian berdua di handphone itu, mungkin saja selamanya Nenek sama Caska gak akan tau," ucapan Nenek benar-benar menusuk relung batin Jea.

"Maaf Nyonya besar."

"Aduh kok panggilannya nyonya besar? Harusnya Nenek dong!" Tegas wanita tua baya itu sembari terkekeh melihat Jea menitikkan sedikit air mata karena perasaan lega yang kini membuatnya senang.

Mendadak Jea ingat dengan calon tunangan Caska. Bukankah Caska punya jodoh dari lahir, kenapa Nenek malah biasa-biasa saja padanya?

"Caska bukannya punya tunangan Nek?" Tanya Jea.

"Iya, tapi dulu. Sekarang sudah gak lanjut."

"Eh bu, ini teh hangat sama gorengannya. Kebetulan tadi ada ubi ungu yang dibawa sama temennya bapak sekalian nemenin buat ngobrol."

Mereka berdua refleks menoleh ketika ibu datang ditengah-tengah mereka. Begitu juga Mbak Ayu yang entah kapan sudah berada di tengah-tengah mereka.

"Lagi bahas apa nih? Ndak bahas soal tujuh bulanannya Jea?" Celetuk Mbak Ayu, sambil lirik-lirik ke arah Nenek.

Kalau pakai daster begini aroma orang kayanya masih terasa, apalagi kalau gak pakai daster, alias pakai baju mewah khas orang kaya, pasti auranya mahal banget.

Nenek terkekeh, "Tiga hari lagi acaranya diadakan saja. Kita bisa menyewa Organizer yang mengurus acara. Supaya tidak repot," usul Nenek.

"Saya sih setuju bu, tapi bagaimana Jea sama Caskanya. Mau bagaimanapun juga, ini kan acara pengajian untuk anak pertama mereka," timpal Ibu sembari melirik Jea.

Suprise! Marriage | ZHONG CHENLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang