PROLOG

1.5K 32 0
                                    

HAIII <3

Cerita ini ku buat untuk mengistimewahkan mereka yang sudah hampir 1 tahun menemaniku di SMADEV <3 cerita ini ku buat, agar kalian tahu bahwa sejati itu memang benar-benar ada.

Cerita ini tentang Angkasa Naufal Merapi, Bara Bintang Tenggara, Razi Orion Vega, Sekala Bumi Sagarmatha, Argarimba Alaska, Bobby Almero. Dan lainnya yang termasuk dan tersayang. Cerita ini akan meliput pada asa dan kasih, bentak dan bentuk, juga makna hebat dari hidup yang kerap dipandang berbeda karena menyakiti, tapi, punya banyak pendewasaan darinya.

Bor, ini untuk kalian

Selamat membaca, semoga sukaa, Aamiin.

***

"Yang nyampe kelas duluan, masuk surga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Yang nyampe kelas duluan, masuk surga."

Hentakan gesekan suara alas sepatu terdengar setelah kalimat itu, dengan suara tawa yang tentunya mendominasi mereka, riang sekali menelusuri koridor panjang dari kantin menuju kelas mereka.

"Yang nyampe kelas paling terakhir, nggak naik kelas."

"Anjir! Jelek banget doanya. Mana perut gue penuh bakso lagi, nggak bisa lari," sahut bertubuh gempal yang memaksakan dirinya untuk bergerak. Jangankan lari, jalan saja, ia harus mengatur nafasnya.

"Semangat, Bob, asik-asikin aja," kata Sekala.

"Yang nyampe kelas urutan tengah-tengah, dapat jodoh yang cantik, baik, imut, nan lucu," ucap Bara, berharap dirinya yang berada di posisi itu.

"Jodoh mulu, masih belum cukup umur, woi, nanti, dipikirin kalau udah waktunya," sahut Rama, sembari terus berlari pelan karena ada es teh di tangannya.

"Justru dipikirinnya tuh sekarang, nanti langsung eksekusi aja haha," komentar Alaska.

Laki-laki yang memakai dasi di kepalanya terlihat berjalan santai, tidak ikut-ikutan dengan temannya yang lain, ia malah menikmati langkahnya sembari mengamati mereka semua yang sedang heboh, "Ngejar apaan sih sampai segitunya?"

Razi mengangkat bahunya, tanda tidak tahu. Saat keduanya sejajar.

"Pelan-pelan," tegur Angkasa.

"Kita pasti akan sampai pada yang diinginkan, kalau Tuhan mau."

Mendengar kalimat Angkasa, Bobby penasaran, hingga mengajukan pertanyaan seperti ini, "Kira-kira kita akan sampai mana, ya?" tanyanya pada teman-temannya. Bobby penasaran di mana ujung persahabatan mereka, akan kah berai
di waktu sekolah selesai? atau di sisakan lagi beberapa deretan tahun untuk mereka?

"Paling sampai lulus, udah itu, bubar, saling sombong," jawab Alaska, cengengesan. Membayangkannya saja, amat sedih bukan?

Siklus yang disebut Alaska memang benar, banyak yang dekat semasa sekolah, kemudian berakhir asing, bak orang tak kenal. Padahal dulu, dekat, sedekat-dekatnya, bahkan pernah berjanji, dengan kalimat seperti ini: nanti, kita harus lebih rajin kumpul. Bullshit bukan? Haha

"Ah, jangan dong, lama-lamain," sahut Bara.

"Abis lulus sekolah kan, pasti pada mencar," ucap Sekala. "Mengejar impian masing-masing."

"Gimana kalau kita ambil jurusan yang sama aja? haha, di universitas yang sama juga, nanti, kita lagi di sana," ide Rama, menimpali kalimat Sekala.

"Yee, nggak lah, setiap masa itu punya orangnnya," balas Alaska. "Nggak mesti lo mulu. Nggak mesti orang yang sama terus menerus."

"Anjir, gue mau, supaya dapat kalian terus," kata Bobby cepat.

Angkasa tertawa mendengar Bobby.

Lalu terdengar Bara, "Gue juga mau bareng kalian terus, gue males kenalan, gue malas ketemu orang-orang baru," jelasnya.

"Jadi kesimpulannya, orang lama pemenangnya, ya, Bar?" tanya Bobby. Bara mengangguk. Baginya begitu.

"Namun semesta menampar, katanya, manusia butuh orang-orang baru untuk tetap hidup," sela Angkasa.

"Betul," sepakat Razi.

"Nggak denger, Sa, gue nggak mau denger kalimat lo, njir," Tangan Bobby ia pakai untuk menutup telinganya, dramastis.

"Alay, anying," caci Alaska pada Bobby. "Namun, begitu, kita bukan kekal, kita cuman sebuah kebetulan, yang istimewahnya diberi kesempatan untuk saling mengenal. Bukan memiliki, karena tidak ada yang benar-benar punya sesuatu itu."

Bara tidak ikut menyahut, karena sialnya, dadanya sakit jika membahas hari setelah mereka tidak lagi sama-sama nantinya.

"Gue takut tanpa kalian, nanti orang baru nggak bisa nerima gue apa adanya," curhat Bobby.

Menghubungkan ucapan Bobby, Rama bertanya, "Sekarang eranya orang buat pilih-pilih teman nggak sih?"

"Iya," jawab Razi. Banyak sekali orang-orang yang memilih membatasi diri hanya karena merasa tidak selevel dengan orang itu.

"Si pintar cuman mau sama si pintar juga," sebut Alaska.

Bobby melirik Sekala, "Wah, pasti diantara kita, Sekala yang paling laku. Soalnya otaknya encer. Rebutan pasti."

Bara melihat teman-temannya, "Namun untungnya ada kalian, SATROVA BESAR, matanya tidak memandang apanya, juga tidak butuh sebuah persamaan untuk merangkul erat."

"Jadi, sayang," kata Bobby, terharu.

"Nggak sayang lo juga, Bob," balas Alaska, bercanda.

"Tapi, beruntung kenal kalian," jujur Sekala, yang dibalas anggukan lainnya.

Sejajarnya langkah mereka di koridor itu, membuat mereka erat di perasaan, menyingkirkan dulu segala gengsi yang biasanya ada.

Persahabatan antara laki-laki itu katanya tidak langgeng, cuman sebentar, lalu bubar, beda dengan perempuan. Katanya begitu. Namun mereka tidak ingin begitu. Mereka mau lama, lama sekali melebihi selamanya jika boleh.

"Jangan lupa, ya?" tanya Angkasa.

Yang lainnya kemudian menunggu kalimat Angkasa, namun sayangnya harus terputus oleh kalimat selanjutnya. Terbiarkan tak terlanjur di mulut Angkasa.

"Sudahi deeptalk ini, mari memasuki kelas dengan pura-pura pintar, karena kabar buruknya, hari ini ada ulangan matematika mendadak," ucap Bobby ketika melihat tulisan di papan informasi.

MET JUMPAA DI BAB 1 HЕНЕ

JANGAN LUPA VOTE YAAAAAA

GIMANA PROLOG?

SPAM 'NEXT' BANYAK-BANYAKK DI SINI

Dia Angkasa [ 0 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang