Welcome to SHP: 02.44
Tinggalkan bacaan ini jika melalaikan dari beribadah karena sejatinya tujuan manusia diciptakan adalah hanya untuk beribadah kepada Allah Azza Wajalla.
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ•
•
•Pertengahan bulan Agustus yang melelahkan. Aku menghela napas. Memberi ruang untuk otak istirahat sambil bersandar pada kursi kayu milik sekolah tempatku menimba ilmu. Suara dari luar riuh sekali. Tidak lebih heboh daripada teriakan Viona yang kerap kali menceritakan soal cowok-cowok ganteng nan gagah dari negeri ginseng sana.
Lihat saja, gadis itu tetap nyerocos panjang lebar. Ditemani Inna dan Vanessa yang hanya mengangguk seperlunya.
"Diluar ada apa sih, Na?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari layar pipih empat belas inchi.
"Last tanding nggak sih? Futsal itu lho, katanya final." Alih-alih Inna yang menjawab, Vanessa membalas. Memakan keripik yang kuletakkan di atas meja sebagai cemilan.
Aku melirik Viona yang masih girang sendiri. Pandanganku beralih ke jendela yang mengarah langsung ke lapangan. Bola dioper ke sana sini, ditendang sedemikian rupa, kemudian ditangkap oleh kiper. Dilempar lagi, ditendang lagi, disundul oleh kepala botak, lalu ditangkap lagi. Kalau dipikir-pikir kasihan ya jadi bola.
"Oh, kelas apa sama apa?" Tanganku membuka segel minuman kaleng, meminumnya sambil terus menatap orang-orang yang meneriaki 'goal' dengan kencang.
"Aw, hei!" Kakiku berdenyut. Injakan Viona yang tanpa aba-aba lebih keras daripada diinjak oleh ribuan semut-- membuatku hampir berteriak. Aku menatapnya dengan tajam. Wajah cewek itu menatapku dengan kesal seolah berkata, "habis keluar dari goa mana?"
Inna berpindah, duduk diatas meja (jangan ditiru) sambil menutup dan menyingkirkan laptop di depanku seenaknya. "Rea, makanya up to date dong. Jangan melulu komik sama anime terus yang diurusin." Inna mencemooh. "Kelas kita sama TKRO 1. Kemarin kan Raja udah bilang minta support nggak sih ke temen temen yang lain?"
Aku mendelik, membenahi kerudung yang diacak pelan oleh Inna. Kelihatan sekali dia gemas. "Ah yang dimintai sumbangan buat bikin banner itu? Raja?"
"Hu'um."
Mereka ribut lagi. Merebutkan keripik yang tinggal satu. Aku mengedikkan bahu tak acuh. Kembali membuka laptop. Pekerjaanku harus selesai sebelum kak Eno ngamuk-ngamuk tidak karuan.
"Ngerjain apa, Ya?" Inna mendesak, menghalangi pandangan ku dari barisan angka yang ada di dalam benda berteknologi itu.
"Job. Aku kan freelance," pungkasku menyingkirkan kepalanya dengan pelan. Inna mencebik. Pindah lagi duduk disamping Viona yang sedang bermain game. Merecoki cewek dengan kerudung putih minimalis itu dengan tawa khasnya yang melengking.
"Nggak capek?" Vanessa memberiku sebotol susu coklat. Tangan kirinya menggulir buku matematika kemudian memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu, kepala Vanessa menempel pada meja diantara lipatan tangan yang menghadap ke samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRAMAWA: Singularitas Hitam Putih
Teen FictionAllah itu romantis ya. Dari segala alur kisah yang ada, Dia menulis skenario hidupku dengan tanpa di duga. Diluar kemampuan berpikiran sebagai manusia. Allah itu sayang banget sama hambanya. Dari semua dosa yang kulakukan, aku tetap diberikan kese...