Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam itu, jam 1 dini hari, Amara yang baru saja selesai dengan daftar isi untuk thesis nya langsung bangkit, mengganti baju yang tadinya piyama tidur menjadi pakaian yang lebih pekat.
Dengan balutan celana denim, kaos hitam, dan juga jaket kulit, Amara mengambil kunci mobilnya. Ia menancap gas menuju basecamp dan mengambil motor. Untungnya malam ini tidak ada yang menginap disini, biasanya Jinan pulang ngantor, atau Haikal sama Jeka yang lagi buat skripsi.
"See you jerk."
Senyum licik tercetak dibalik helm fullface yang Amara kenakan, dengan dinginnya malam, ia membelah jalanan ibukota yang tak pernah sepi oleh pengendara.
---
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeka memacu mobilnya dalam kecepatan tinggi, Hugo sudah berdoa saja dalam hati agar nyawa nya tidak ikut terbang.
"Bang, pelan aja bang."
"Gila ya? Kakek koma, lu minta gue pelan!?" Dada Jeka naik turun, napasnya tak teratur, tangannya memegang setir kemudi sangat kuat hingga jarinya memutih.
"Tu bocah pasti tidur." Gumam Jeka.
Lama mereka harus menempuh jarak sekitar 20 menit dari rumah sakit ke rumah yang Amara tempati. Hugo juga Jeka kaget karena pagar rumah terbuka seukuran mobil, namun keduanya tetap berusaha berpikir positif.
