0.1

2K 103 1
                                    

; prologue


"Hello everyone, this is captain iel speaking. Fasten your seat belt because the flight around 30 episodes will start from now. By the way, enjoy your flight." - Iel

.

"Mau kemana?"

"Bukan urusan Papi."

Sulung pertama itu melanjutkan langkah kakinya terus hingga keluar dari rumah. Ia menaiki motor kesayangannya dan mulai menginjak pedal gas. Sepertinya, seblak bisa membantunya sembuh.

Dengan guntur yang terus bersautan, angin sore ini terasa dingin dan sangat kencang. Untungnya Amara memakai jaket kulit, jika tidak sepertinya ia sudah kedinginan juga.

Bersamaan dengan hujan turun, ia sampai di kedai seblak favoritnya. Amara menurunkan helmnya dan berdiri melihat hujan turun, serta orang-orang. Ada yang berteduh, ada yang terus lanjut.

Sama halnya saat manusia diberikan sebuah masalah. Ada dari mereka yang terus lanjut, mengikis masalah tersebut agar bisa melanjutkan kehidupan.

Dan ada juga yang berhenti. Amara tidak tau analogi dari yang ini bagaimana. Entah berhenti melanjutkan hidup, atau berhenti sejenak menunggu masalahnya mereda.

"Neng? Aih jangan melamun neng."

"Eh? Enggak kok bu."

Kesadaran Amara balik setelah ditegur salah satu ibu-ibu yang meneduh di sebelah warung seblak. Ia pamit undur diri dan langsung memesan makanan kesukaannya.

Selama menunggu pesanannya datang, Amara sibuk bermain ponsel. Ia sedang memberi makan kucing cantiknya, senyumnya tersungging manis. Sesaat sebelum sebuah nama muncul di layar ponselnya, membuat moodnya anjlok seketika.

"Nanti malam ada makan malam sama keluarga Atmadja, katanya mau ngenalin anak pertamanya."

Lama Amara diam, hingga terdengar suara hembusan nafas berat disebrang sana.

"Nggak ada balapan lagi kan malam ini? Kalau ada tolong di cancel dulu, Papi udah iyain ajakan pak Atmadja, nggak enak kalau kakak nggak datang."

"Mara tanya, yang mau kenalan siapa?"

"Pak Atmadja, mau kenalin anak pertamanya ke kakak."

Amara ingin berteriak memaki tapi sayangnya ia harus tersenyum karena pesanan seblaknya datang bersama segelas es teh.

"Kalo gitu ya kasih aja nomor anaknya pak Atmadja ke kakak, biar kami yang kenalan. Ngapain pake acara makan malam segala, repot banget orang tua."

"Amara Kamila Wijaya, dengarkan Papi kali ini."

"Ini juga di dengar, nggak budeg. Jadi maunya di turutin atau di dengarkan? Upik abu ini manut saja tuan raja."

Amara mematikan panggilan dan juga ponselnya. Menyedot es teh manis pesannya dan menatap lapar seblaknya yang sudah tersaji. Untung saja di dunia ini ada yang namanya seblak, kalau tidak.

Amara tidak tau bagaimana cara menangani amarahnya.

---

"Pa? Bisa stop kenalin Danny ke perempuan? Danny bisa cari sendiri pasangan Danny, kalau jodoh juga pasti ketemu."

Papa yang sedang melihat berkas dengan kacamata di hidungnya itu mendongak menatap anak sulungnya yang sekarang sedang merengek.

"Nggak bisa, kamu udah 28 soalnya. Mau jadi bujang lapuk?"

marry the Producer ; Choi Hyunsuk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang