BAB 1. TRANSMIGRASI

53.2K 1.7K 29
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gadis dengan kaca mata tebal tersebut tampak menyusuri rak-rak buku novel kesukaannya, tidak ada yang begitu menyenangkan bagi gadis hitam manis satu ini selain menghabisikan setiap waktu yang ia punya untuk tengelam pada kisah romansa manis dari para tokoh novel yang nyaris sempurna.

"Alin! Lo dah ketemu novel yang pingin lo baca?"

Alin terkejut, buku yang ada di tangan langsung berhamburan jatuh ke lantai. Hilma terkekeh kecil, sebelum ikut memunggut buku-buku kesukaan sang sahabat introver satu ini.

"Lo ngagetin gue, tau gak sih," dumel Alin setelah buku-buku yang akan ia beli telah kembali berada di dalam pelukannya.

Hilma kembali terkekeh, ia mengulurkan sebuah buku yang beberapa hari ini ia baca. Ia pun ikut ke toko buku novel untuk mencari novel yang baru, Hilma dan Alin adalah dua sahabat dengan kebiasaan membaca yang unik, jika Alin suka dengan genre romantis. Maka Hilma suka dengan genre sadis, entah kenapa gadis dengan senyum bersahaja itu menyukai hal-hal berbau sadis. Contohnya buku novel thriller-harem, yang sedang digemari oleh Hilma. Sampai-sampai kemana-mana selalu di bawanya, merasa buku di tangannya dilirik. Hilma mengulurkan buku novel ke arah Alin.

"Baca deh, ini genre paling gue cinta. Lo harus tau, Lin! Harem di buku novel sekolah ini bikin gue berdebar. Bagaimana hotnya Samudra, berapa red flagnya Suga si manipulatif, betapa psikopatnya Genta, dan Arkan yang si bad boy geng motor," cerocos Hilma pada Alin, kedua bola mata Alin berputar malas. "Eh, iya. Namanya lo, kebetulan ada juga di sini," sambungnya membuat Alin yang tadinya nampak masang ekspresi malas menjadi penasaran.

"Ha? Nama gue?" Alin mengerutkan dahinya.

Kepala Hilma mengangguk. "Lo penasaran gak nama lo jadi tokoh seperti apa di novel kesukaan gue, ini?"

Alin mengeleng sekilas, walaupun sesungguhnya ia pun penasaran dengan namanya memerankan tokoh yang seperti apa di dalam cerita. Hilma mengulum senyum, dengan cepat ia meletakkan buku kesukaannya ke atas tumpukan buku yang akan dibeli oleh Alin.

"Lo kudu baca, walaupun pun lo di sana cuma pemeran figuran. Tetapi lo digambar cantik di sana, kecantikan abadi. Karena lo di kill sama Suga." Hilma menjawab tanpa dosa, dengan gerakan tangan mengorok leher.

Hampir saja seluruh isi kebun binatang ke luar dari bibir gadis remaja berkulit hitam manis satu ini, ingin dikembalikan Hilma malah menahan tangannya. Dengan kekehan kecil, apa gunanya ada nama Alin di sana jika hanya menjadi pemeran figuran. Mana mati lagi, di tangan salah satu pemeran tokoh novel yang disebut oleh Hilma—sahabatnya.

***

Hujan deras mengguyur Jakarta, Alin mendesah kasar. Kaca matanya berembun karena dinginnya udara, ia terjebak di halte busway. Harusnya Alin tadi ikut saja dengan Hilma, yang menawarkan tumpangan pulang bersama sang supir.

Transmigrasi sang Figuran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang