BAB 4. SPEECHLESS

20.2K 1.1K 1
                                    

Beberapa kali jari telunjuk milik Alin mengetuk-ngetuk permukaan meja belajar, menghela napas kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Beberapa kali jari telunjuk milik Alin mengetuk-ngetuk permukaan meja belajar, menghela napas kasar. Alasan! Ia butuh alasan kenapa Suga menghabisi nyawa Alin, apakah ada yang membuat pemuda itu terganggu pada kehadiran Alin. Alin si figuran di dalam novel, sudah pasti tidak punya kuasa apapun.

"Aduh! Otak gue buntu banget buat berpikir. Sekarang gue harus gimana," monolog Alin mendesah frustrasi.

TOK! TOK!

"Non Alin!" seruan di daun pintu setelah meneguk dua kali pada daun pintu, terdengar jelas.

Alin melongok ke arah belakang, menghela napas kasar. "Buka aja pintunya ga dikunci kok!" balas Alin berteriak keras.

Suara derit pintu yang terbuka lebar, pupil mata Alin terlihat membesar melihat tidak cukup satu orang saja yang masuk ke dalam kamarnya. Beberapa orang masuk membawa paper bag berukuran besar, berganti-gantian mereka masuk meletakkan di atas ranjang. Sampai membludak ke ke lantai, Alin mengerutkan dahinya.

"Mbok! Itu buat apa? Eh, maksudnya itu punya siapa?" Alin menunjuk ke arah barang-barang yang dibawa masuk.

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil. "Itu 'kan punya Non Alin. Mulai dari baju pesta, tas, sepatu high heels, terakhir itu lingerie, Non."

Satu persatu ditujukan oleh wanita paruh baya tersebut, seakan-akan ia bisa menghapal isi di dalam paper bag tanpa harus membukanya.

"HAH?" Alin nyaris berteriak, matanya melotot, dan mulutnya terbuka lebar.

"Loh, kok, Non Alin syok begitu, sih? Ini semua emang rutin selalu datang. Non Alin tenang aja, Nyonya dan Tuan Besar gak akan dikasih tau. Terutama untuk Tuan Muda Samudra, semuanya aman terkendali."

"O—oh, gitu. Ya, udah. Mbok bisa kembali bekerja," gumam Alin terlalu syok.

Wanita paruh baya itu mengangguk, sebelum membalikkan tubuhnya melangkah meninggalkan kamar Alin. Pintu kamar ditutup perlahan, Alin mendesah kasar. Tertawa cengengesan, sebelum guratan ekspresi nelangsa terpampang nyata.

"Si Alin nakal banget, oke. Gue seneng bisa hidup kaya raya kayak si Alin, seneng banget gue. Sumpah seneng banget, ampek mau banting ini bumi saking senengnya. Tapi ngotak juga lah, kok bisa remaja otaknya bisa sekekiri, itu?" tanya Alin pada dirinya sendiri.

Alin bangkit dari posisi duduknya di meja belajar, berhenti di mirror standing di sudut ruangan. Menunjuk-nunjuk ke arah kaca, dengan ekspresi kesal.

"Setiap orang punya alasan kenapa bisa jadi begini dan begitu. Nah, lo? Alasan lo apa? Ga takut gitu kena penyakit kelamin sebelum lo koit di tangan si Suga? Mana lo ada rasa terlarang sama saudara tiri lo , sendiri. Lo emang tipikal orang cari mati atau gimana, sih, ah?" Alin tidak tahu harus bagaimana mengekspresikan rasa kesalnya.

Eh, tunggu dulu. Manik mata Alin dari atas sampai bawah memperhatikan bagaimana penampilannya, si cantik dan sempurna. Ini masih belum waktunya ia dihabisi sama Suga salah satu pemeran utama dalam novel Killing Beauty, Alin mulai mendapatkan pencerahan.

Transmigrasi sang Figuran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang