08. ARCANE [25.02.24]

1.9K 267 24
                                    

Nana bertanya-tanya apakah ada korban penculikan yang selamat dan dipulangkan hidup-hidup? Sepertinya itu hanyalah mitos. Jika memang ada, apakah mereka bisa kembali hidup dengan normal?

Bagi Nana kenormalan tidak akan lagi ada. Cara berpikirnya yang simpel mendorongnya untuk menerima keadaan, mencari cara menyelamatkan diri, keluar dari tempat ini dan belajar menjalani hidup menjadi bagian dari masyarakat difabel. Tapi jujur hatinya menolak pemikirannya karena masih terisi rasa tidak terima, marah, Jeno telah merengut banyak darinya. Termasuk kehidupan normalnya. Sayangnya mengandalkan hati saja tidak akan membukakan jalan ke depan baginya.

Lima hari berturut-turut Nana disetubuhi. Pemuda bersurai putih itu menghitung sudah satu minggu lamanya dirinya terjebak di apartemen ini. Hingga Nana ingat waktu-waktu tertentu pemiliknya akan pergi dan kembali.

Pria bernama Jeno ini mempunyai rutinitas hidup yang baik. Dia bangun pagi, menyiapkan sarapan dengan menu sederhana yang sehat, berangkat kerja setelahnya. Setelah memastikan Nana makan dan meminum obatnya tentu saja.

Sejauh ini Nana hanya menurut. Menjawab jika diajak bicara, diam jika tidak. Ia menguatkan diri ketika Jeno ingin menyentuhnya. Berusaha menahan gejolak ingin menolak, sebisa mungkin menerima meski di dalam hati ia tidak berhenti memaki.

Jeno tidak akan melakukan suatu hal yang aneh selagi Nana tidak memperlihatkan gelagat sedikitpun yang terindikasi menolaknya. Namun dengan begitu Nana juga tidak menerima dengan senang hati apalagi membalas.

Nana hanya terbaring diam menatap ke atas selagi Jeno menggunakan tubuhnya untuk memuaskan nafsu. Ia hanya perlu membuka kaki, menyuguhkan lehernya untuk dicumbu dan meringis jika perlu. Jeno tidak suka jika Nana menahan suaranya. Meski itu hanya lenguhan, pekikan maupun desahan dalam.

Tidak ada korban pemerkosaan yang menikmati ketika dirinya diperkosa. Tapi tidak bohong jika Nana dapat merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Jeno pandai urusan ranjang biarpun ia melakukannya dengan orang cacat yang hanya bisa diam terbaring. Paling-paling Nana diminta menahan lututnya selagi dia menyetubuhi dari belakang. Punggung Nana kemudian akan menjadi saksi betapa menggairahkannya ciuman Jeno di punggungnya. Sekaligus menjadi saksi betapa tajamnya gigi-gigi itu menggigit tengkuknya selayaknya serigala menerkam mangsa.

Nana tidak berdaya dibuatnya. Hanya bisa berusaha mengatur nafas dan mengusahakan air liurnya tidak menetes. Apa yang dilakukan Jeno menggugah kebiasaan lama yang Nana berusaha tutupi. Kebiasaan mengulum jari atau lengannya sendiri ketika tangannya tidak melakukan apa-apa. Jeno bersedia membiarkan lengan kerasnya untuk Nana gigit sekeras mungkin. Itu hanya akan menyisakan bekas jejak gigi dan basah oleh ludah.

Nana tidak mengerti kenapa Jeno menyukai hal itu. Jeno suka melihat mulut Nana belepotan air liurnya sendiri yang padahal seharusnya ia merasa jijik.

Ada kalanya Jeno bersikap lembut dan manis setelah menyetubuhi Nana dengan brutal. Persenggamaan mereka pernah berujung darah ngomong-ngomong. Hal itulah yang membuat Nana tidak berani macam-macam. Setidaknya biarkan kakinya pulih terlebih dahulu.

Malam kemarin setelah persenggamaan mereka, Jeno membawa tubuh Nana ke kamar mandi. Itulah kali pertama Nana merasakan air membasuh tubuhnya setelah sekian lama terbaring di ranjang dengan keringat dingin yang keluar bukan karena panas, melainkan karena rasa takut.

Bathup diisi dengan air hangat. Tubuh Nana didudukkan perlahan dengan lututnya berada di sisi bathup sehingga kakinya yang terluka menggantung dan perbannya pun tidak basah. Jeno hanya perlu melepaskan baju Nana karena bawahan apapun tidak lagi ada. Tubuh Nana dibersihkan dengan sabun cair. Jeno tidak mempunyai shower puff sehingga ia menggunakan telapak tangannya untuk menggosok permukaan kulit Nana.

BATTLE FEAR - NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang