Genta menendalikan nafasnya yang memburu.
Kalah total.
Salah perhitungan.
Tahu akan seperti ini, tak akan ia mencari sumber masalahnya terlebih dahulu. Ia pasti akan memilih untuk pulang dan memastikan Senja masih dalam lingkupnya.
Tapi rupanya ia terlalu percaya diri. Sosok yang ia pikir akan ada di kamar pribadinya itu tak menampakkan batang hidungnya.
BUUGHH!!
BUUGGHH!!
BUUGGHHHH!!
Tiga pukulan melayang membabi-buta selepas ia melemparkan barang apa pun di dekatnya.
Merasa marah dan frustasi, tiga menit lalu ia sambar Satria yang ada di dekatnya. Ia tinjukan bobem mentahnya pada sang asisten.
Satria pun tak banyak bergerak maupun melawan. Ia sudah tahu bahwa Genta pasti sudah menahan emosinya sedari rektorat tadi. Dan menjadi samsak hidup adalah resikonya.
BUUUGH!
BUUGHH!!
BUUUGHH!!Tiga pukulan kuat terhantam di wajah Satria. Lalu turun hingga dada dan perut. Satria yang sudah tak tahan lagi pun akhirnya tersungkur.
Genta yang masih diam dengan nafas memburu itu pun bergerak tak menentu arah. Tubuhnya yang tak siap segera terkena meja makan.
DUUKKH!!
DUUKHH!!
PRAANG!!"AAAAAAAA...!!!" Akhirnya sebuah jeritan parau terdengar.
Jeritan itu bukan karena jemarinya yang baru saja memecahkan kaca meja makan. Tapi sebuah tanda dimana ia begitu frustasi tak mendapati lagi Senja dan beberapa barang pribadi isterinya itu di rumah.
Bahkan tiga buah kartu yang pernahbia berikanpada Senja itu teromggok rapi di laci tempat tidur.
PRAANG!!
PRAANG!!Genta tidak tahu lagi apa saja barang yang ada di atas meja makan. Ia lempar ke sembarang arah hingga terdengar bunyi pecahan yang menyayat.
Tapi suara langkah kaki di anak tangga membuat Genta tak lagi membanting barang di dekatnya.
Yang ada, kini suara deru nafas berat terdengar. Kini beradu dengan ringisan dan jerit tertahan.
KRAAK
Langkah kaki Genta terhenti saat menginjak sebuah benda pecah di lantai. Ia tak tahu lagi entah benda apa yang sudah ia lempar mulai dari kamar pribadinya hingga kini di ruang makan.
"Mas..."
Baru saja Genta menangkap suara Kevin. Ia tahu bahwa Kevin mungkin saja di rumah dan mengetahui apa yang terjadi sedari tadi pagi.
"Diam..." lirih Genta lagi.
Tak terdengar lagi suara. Bahkan suara ringisan yang tadi terdengar sedetik kemudian tak bergaung kembali.
"Jangan membuatku kehilangan akal lebih dari ini..."
KRAAKK
Genta kembali mundur selangkah dan mendapati sepatunya menginjak benda pecah lagi. Kini ia berbalik penuh. Jemarinya yang ia rasakan sedikit basah ia angkat sedikit ke udara untuk mengetahui jarak langkahnya.
Tujuannya satu. Kamar pribadinya.
Langkahnya sudah tepat dengan meraba tembok dan membuka pintu lebih lebar. Ia abaikan basah tangannya yang menurutnya sudah berjejak pada tembok putih dan pintu kamarnya.
Tapi satu hal yang tidak ia sadari. Bukan air atau apa pun yang menyelimuti tangannya. Melainkan darah segar yang sedari tadi menetes ke lantai hingga berjejak di tembok dan pintu kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja untuk Genta
General FictionSenja Maharani. Mahasiwi jurusan Ilmu Komunikasi, berusia 20 tahun. Seorang anak tunggal yang telah kehilangan kedua orang tuanya. Memyambung hidup dengan bekerja part time di dua tempat membuat IPKnya turun. Penurunan IPK membuat beasiswanya teranc...