Mengutarakan Perasaaan

5 0 0
                                    


Anala melihat teman-temanya yang tengah menghampirinya, kelihatannya mereka sudah selesai dengan urusan mereka.

"Balik yok" ucap Ryan.

Anala melihat kearah Tirta dan dia hanya mengangguk saja, mereka berdua berdiri dari tempat duduk dan berjalan kearah tangga yang berada di depan mereka. Tirta berjalan di samping Anala diikuti oleh Ryan berserta teman-temannya, Tirta sesekali melirik kearah Anala tanpa sepengetahuan Anala, ternyata Anala juga melakukan hal yang sebaliknya.

Mereka berdua sampai di parkiran motor dan menaiki motornya masing-masing, ternyata keadaan diluar tempat tersebut lagi turun hujan yang memaksa mereka menggunakan jas hujan.

"Kamu bawa jas hujan?" tanya Anala sembari mengeluarkan jas hujannya. Tirta memerikasa tas yang dia bawa, Tirta ternyata lupa tidak memasukkan jas hujan kedalam tasnya.

"Jas hujanku ketinggalan he he he" jawab Tirta dengan tersenyum.

Anala memutar bola matanya "Nih pake, udah tau musim hujan, malah gak bawa" Anala memberikan jas hujan yang ada di genggaman tangannya.

"Eh... gak usah, lu aja pake, lu kan yang bawa motornya" jawabnya

"Gue ngerti, pasti lu mau berpelukan ke tubuh gue kan, makanya lu nolak pemberian jas hujan ini" ucap Anala dengan ekspresi curiga. Tirta langsung mengambil jas hujan yang digenggam Anala dan langsung memakainya.

"Nah gitu dong, gitu aja ribet" ucap Anala lagi.

Tirta mulai kesal dengan tingkah laku Anala yang selalu menyebalkan dan membuat orang bad mood seketika. Tetapi disamping itu Tirta mulai mengerti dengan Anala, dia selalu memperhatikan hal yang kecil dan dia mengatasinya dengan caranya sendiri.

"Yee malah ngelamun lagi, naik woy" ucap Anala. Tirta langsung naik ke atas motor dan belum sempat Tirta berpegangan Anala langsung melaju yang membuat Tirta kaget dan seketika memeluk tubuh Anala.

"Udah gue bilang, jangan langsung di gas, apa lu sengaja pengen dipeluk gue?" ucap Tirta dengan nada datar.

"Iya gue mau" jawab Anala. Tirta langsung terdiam mendengar jawaban dari Anala, padahal dia tadi bercanda dan tidak menanggapi dengan serius.

"Loh, malah diem, cepet peluk" ucap Anala. Tirta langsung menabok helm yang dipakai Anala dan seketika helm itu berubah posisi menjadi menghadap kesamping.

"ANY*NG, SAKIT WOY" ucap Anala sambil memperbaiki posisi helmnya.

"Makanya gak usah bac*d, gue gak mau peluk lu" Tirta memalingkan wajahnya dan melihat kesekeliling, melihat hujan yang turun berjuta-juta kebumi. Anala sudah melajukan motornya, berjalan sedang ditengah hujan yang setiap tetesnya mengantam wajah mereka berdua.

"Kamu tahu Tirta"

"Kenapa semua orang sulit melupakan hujan?" ucap Anala.

"Karena saat hujan turun, ntah itu kesedihan atau kesenangan pasti mereka berjalan dibawah hujan bersama seseorang yang menemani mereka, itulah kenapa hujan terkadang membuat kita sulit untuk melupakan kenangan tersebut".

Tirta hanya terdiam dan tidak mengeluarkan satu kata dari mulutnya, sebuah kata bijak keluar dari mulut Anala, lagi. Tirta mencoba mencerna apa yang di sampaikan oleh Anala, Anala benar kenapa semua orang sulit melupakan hujan. Mereka sampai didepan rumah Tirta, keadaan masih hujan dan Tirta menyuruh Anala masuk kedalam rumahnya. Anala mengikuti Tirta dari belakan, mereka berdua masuk dan di sambut hangat oleh satu orang pembantu berpakaian serba hitam putih, seperti maid kata orang-orang.

"Duduk sana dulu, biar gue ambilin handuk" ucap Tirta sembari menujuk kearah tempat duduk di ruang tamu, Anala hanya mengangguk dan berjalan ke ruang tamu tersebut. Anala melewati foto-foto keluarga Tirta, dia sedikit melihat-lihat foto tersebut. Anala bertanya-tanya kemana orang tua Tirta dan kenapa rumah sebesar ini cuman ada beberapa orang saja.

"Kenapa gue jadi mikirin keluarga dia, keluarga gue aja gak tau gimana" gumam Anala.

Anala duduk di salah satu sofa dan terdapat tv besar di depannya "Nih handuk" Anala menoleh kearah Tirta, dia memberikannya sebuah handuk berwarna merah muda, terdapat gambar bunga kecil di tengahnya.

"Nih handuk punya lu ya?" jawab Anala dan menerima handuk pemberian Tirta.

"Sok tahu lu, udah pake aja bawel" Tirta memalingkan mukanya.

Tirta kini duduk di samping Anala "Hmm" ucap Anala.

"Kenapa lu?" Tirta menatap sinis Anala.

"Gak, btw orang tua lu mana?, gue mau salaman" Anala mulai bertanya dengan nada datar.

"Oh, gak ada"

"ASTAGA, maaf gue gak tau, turut berduka cita yaa" ucap Anala.

"Kagak meninggal setan, mereka lagi diluar kota" jawab Tirta dengan nada kesal.

"Bilang dong, jadi lu sendiri disini?" Anala melontarkan pertanyaan Kembali.

"Yaa, cuman ada bibi, gak usah macem-macem" jawabnya.

Anala melirik kearah Tirta dengan mata yang sinis, jikalau dipikir mungkin hidup Tirta sama seperti Anala, kesepian. Tirta berdiri dari tempat duduknya dia berjalan mengarah kedapur untuk mengambil sesuatu, Anala hanya melihat dan tidak bertanya kepada Tirta. Tirta kembali dengan membawa dua cangkir coklat panas dan sedikit cemilan.

"Nih, minum dulu biar nggak dingin" ucap Tirta.

"Nah, gitu dong hahaha"

Anala langsung mengambil secangkir coklat yang berada tepat di depannya, begitu pula Tirta. Mereka berdua menikmati minuman coklat panas ditengah hujan yang turun dari luar, sesekali mereka berbicara tentang kehidupan, teman, sekolah dan lain-lain. Anala sedikit kaget saat Tirta menceritakan sedikit cerita kehidupannya, ternyata cerita Tirta tidak jauh beda dengan Anala. Tirta menceritakan kenapa orang tuanya jarang pulang kerumah, tetapi Tirta tidak menceritakan penyakit yang diderita selama hampir enam tahun. Anala disitu tersadarkan, bukan hanya dia yang kesepian dan butuh seseorang, tapi Anala juga sama, dia tidak sekuat Anala.

"Tirta" ucap Anala.

"Iya kenapa?, oh iya sorry ya sedikit curhat"

"Gak apa, santai aja, Tirta aku tau apa yang kamu rasakan, aku juga sama sepertimu, orang tuaku juga selalu keluar kota dan ntah kapan pulangnya, bahkan aku merasa mereka seperti tidak tahu kalau masih ada aku".

Tirta hanya terdiam dan memperhatikan Anala berbicara, "Aku tahu mungkin kita berdua belum lama kenal, tapi perlu kamu tahu kenapa aku bersikap seperti itu ke kamu, kita berdua memiliki masalah yang berbeda tapi bukan berarti kita berdua tidak bisa menjadi satu, kan?" ucap Anala.

"Maksudnya Anala, aku tidak paham" jawabnya.

"Maksudnya, ayo kita Bersama-sama lewatin hal yang membuat kita kesepian, akua da untuk kamu, sebaliknya begitu kamu ada untuk aku, aku ingin aku Anala menjadi sosok yang bisa menemanimu, menjagamu, memberikan dukungan kepadamu, apakah kamu mau berpacaran denganku Tirta?". Kalimat yang dilontarkan dari mulut Anala membuat Tirta terpaku dan merasa ini semua hanya mimpi, Tirta hanya berdiam dan masih bingung denga napa yang terjadi, tiba-tiba sosok Anala ingin menjadi kekasih Tirta.

"Ee...Kamu tidak bercanda kan?" jawabnya.

"Bua tapa aku bercanda kepadamu, aku serius dengan perkataan ku Tirta"

Tirta pun mulai meneteskan air mata, Tirta melihat keseriusan dari sosok Anala, Tirta mencoba menahan air matanya tetapi air mata tersebut melawannya. Anala merangkul tubuh Tirta membiarkan Tirta menangis di pundaknya.

"Iya, aku mau Anala" ucap Tirta terbatah-batah dan air mata yang terus menetes.

Akhirnya mereka berdua berpacaran, walaupun Tirta takut meninggalkan Anala sendiri, tetapi Anala percaya kepada Tirta, seberapa banyak cobaan yang mereka lalui, jika mereka bersama mungkin jalan mereka akan halus dan terlewati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anala dan TirtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang