Tempat Rahasia

5 0 0
                                    

Mereka berdua di perjalanan tidak berbicara dan tidak menyakan sesuatu, Tirta masih tampak kesal dengan Anala dan Anala terlihat fokus dengan sepeda motornya. Waktu berjalan begitu cepat mereka berdua telah sampai, jam menunjukan pukul enam sore dan saatnya matahari untuk menghilang digantikan bulan.

"Ini dimana Anala?" Tirta memulai obrolan sembari dia turun dari motor dan melihat sekeliling.

"Sebut aja ini tempat rahasia gue, soalnya hanya gue yang tahu" jawab Anala sambil berjalan menekati Tirta.

Tirta masih melihat sekeliling, tempatnya sangat indah dan memanjakan mata, melihat matahari terbenam dibarat dari tebing yang tinggi. Tempat biasanya Anala datang jika ingin sendiri. Mereka berdua asik melihat matahari terbenam dan menikmati pemandangan yang indah, angin yang berhembus seakan membuat mereka terbang.

 Mereka berdua asik melihat matahari terbenam dan menikmati pemandangan yang indah, angin yang berhembus seakan membuat mereka terbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, kenapa lu bawa gue kesini?, kan ini tempat spesial lu" Tirta memulai obrolan kembali.

"Setiap gue sedih, seneng, atau yang lain, tempat satu-satunya yang buat gue tenang hanya kesini" Anala menjawab sambil melihat matahari yang mulai turun.

"Dari dulu gue sering kesini bahkam sampai sekarang, banyak hal yang tebing ini tahu, gue suka berbicara sendiri disini".

"Dan kenapa gue mengajak lu kesini, karena mungkin lu juga merasakan hal yang tidak mengenakan dan lu bebas disini, lu bisa cerita ke gue atu lu teriak aja ke tebing". Ucapan Anala membuat Tirta terdiam dan menundukkan kepalanya, Tirta masih tidak mengerti kenapa Anla sebegitu perhatiannya ke dia. Bahkan Tirta tidak bercerita ke siapa-siapa tentang apa yang dia rasakan. 

Anala yang melirik Tirta melihanya menetes mengeluarkan air mata dan akhirnya Tirta tidak kuat menahan tangisannya. Dia menangis sambil menggenggam tangannya. Anala tahu dia menangis, Anala menggapai tangan Tirta dan memegangnya.

"Lepasin aja ya, gue tahu lu ada sesuatu yang nggak bisa diceritain" ucap Anala menatap Tirta dengan lembut. Sifat Anala yang sebenarnya keluar disitu dan dia memeluk bahu Tirta dan menghadapkannya melihat matahari yang indah. Tirta disitu langsung berteriak dengan keras, dari sorot matanya dia terlihat ingin menyeerah, seorang Tirta yang di kelas selalu ceria ternyata mempunyai masalah yang dia sembunyikan. Anala menyadari bahwa bukan hanya dia saja yang mempunyai masalah, dunia memang tempat panggung sandiwara sebenarnya dan banyak hal yang membuat kita ingin menyerah.

"Gimana udah sedikit mendingan kan?" ucap Anala. Tirta hanya menggangguk dan tidak percaya Anala begitu baik membawa dia ke tempat favoritnya. Tirta mengeluarkan tisu dari tasnya dan menghapus air matanya. 

"Seorang Tirta juga bisa nangis ha ha ha" ucap Anala dengan sedikit tertawa. Tirta yang mendengar itu langsung melempar tisu ke muka Anala. 

"bac*d!!!"

"Awas lu kasih tahu siapa-siapa soal ini ya!" jawab Tirta sambil menutupi wajahnya.

Anala hanya tersenyum kecil melihat Tirta yang tersipu malu, matahari mulai perlahan menghilang dan malam pun datang. mereka berdua memutuskan untuk pulang karena hari juga sudah malam.

"Balik yok?" ajak Anala. 

Tirta menoleh ke Anala dan mengangguk, merka berdua langsung naik sepeda motor dan melaju meninggalkan tebing tersebut.

"Anala makasih" ucap Tirta berbisik di telinga Anala.

"Haa apa gak denger" jawab Anala dengan keras, dia pura-pura tidak mendengarkan Tirta.

Tirta mulai mengerutkan alisnya, "Terimaka kasih Anala" ucap Tirta dengan keras. Anala tersenyum tipis mendengar ucapan dari Tirta. 

"iya sama-sama sayang" ucap Anala menggoda Tirta. 

Tirta langsung memukul helm Anala, "Bapakmu sayang!" jawab Tirta dengan nada yang menyebalkan. Di samping itu Tirta juga tersenyum tipis dan baru pertama kali dia dipanggil sayang oleh seseorang teman. 

Anala dan Tirta melawati jalan yang ramai oleh pengendara lain, tiba-tiba hujan turun sangat deras membuat mereka berdua harus menepi untuk berteduh sebentar. Mereka berdua berhenti  di depan toko kosong.

"Sial kenapa sih harus turun hujan" ucap Tirta dengan mengusap-usap lenganya.

"Gara-gara lu nangis sih, jadi hujan kan" Anala menjawab dengan jahil sembari menggosokan tanganya. Udara yang dingin dan hujan tak kunjung berhenti membuat mereka berdua kedinginan. Anala melirik Tirta yang dari tadi menggosokkan tangannya karena dingin udara malam, Anala kemudia melepaskan jaket yang dia kenakan dan menempelkannya di pundak Tirta.

Tirta langsung mendongak ke atas dan melihat Anala, "He ngapain lu kasih jaket lu ke gue?" ucap Tirta.

"Udah pake aja, gue tahu lu kedinginan" jawab Anala sambil melipatkan tangannya. Tirta tahu bahwa bukan hanya dia aja yang kedinginan tapi juga Anala.

"Udah pake aja nih lagi jaket lu, gue nggak apa-apa" ucap Tirta sembari melepaskan jaketnya.

"Pake Tirta, gue gak kayak lu, gue kuat" jawab Anala dengan lantang. Tirta hanya diam dan menurut apa yang di ucap oleh Anala. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam dan hujan tak kunjung berhenti, Anala tampak mulai kedinginan karena hujan yang lama dan Tirta menyadari hal itu. Tirta langsung menarik bahu Anala untuk mendekat kepadanya, Anala pun menunduk. Tirta langsung memasangkan jaket dibahu Anala, kini mereka saling berdekatan dan satu jaket dipakai berdua, mereka berdua terdiam sejenak mata Anala dan Tirta saling melihat satu sama lain. Tiba-tiba terdengar suara petir yang membuat Tirta kaget dan langsung memeluk tubuh Anala, petir yang berbunyi kini sudah berhenti dan menyisakan ribuan hujan yang turun.

"Emang ya pelukan gue nyaman, sampai nggak mau di lepas" ucap Anala dengan nada mengejek. Tirta yang baru menyadari langsung melepaskan pelukan Anala dan mundur, dia merasa malu dan tidak tahu keberapa kalinya. 

"Anala tubuh gue kotor karena luu" jawab Tirta dengan pelan.

"woy, gue gak apa-apain lu ya dan lu sendiri yang meluk gue" jawab Anala dengan sinis.

Tirta terdiam dan hanya melihat hujan, dia tidak begitu suka hujan dan petir, karena menurut dia petir itu seperti sebuah cahaya yang menyakitkan dan tidak tahu siapa yang akan jadi santapannya, orang baik atau orang jahat.

Hujan mulai reda menyisakan sisa-sisa rintik-tintik hujan dari pohon. Anala mengajak Tirta untuk pergi dari tempat tersebut dan melajutkan perjalanan pulang sebelum hujan turun kembali. Tirta mengikuti Anala dari belakang dan naik ke atas sepeda motornya, motor tersebut melaju di tengah sisa-sisa hujan. Tampak lampu sepeda motor Anala bercahaya di kegelapan jalan, Anala sedikit menambah kecepatan motornya agar cepat sampai di rumah Tirta. Tirta memegang baju Anala dengan erat dan tiba-tiba Anala menarik tangan Tirta untuk memeluknya. Kecepatan motor menjadi naik dan tangan Tirta memeluk erat baju Anala.

Setelah beberapa menit perjalanan Anala dan Tirta telah sampai di rumah Tirta. Tirta langsung turun dari motor. "Makasih untuk hari ini Anala, ya meski hujan", ucap Tirta sambil menatap Anala.

"iya sama-sama, sana masuk dan aku mau pulang, jangan lupa mandi dulu terus makan" jawab Anala penuh perhatian. Tirta hanya mengangguk dan masuk menuju rumahnya, dia juga lupa masih mengenakan jaket milik Anala. Anala langsung melaju dengan cepat menggunakan sepeda motor yang terlihat seperti harimau di malam hari menjauhi rumah Tirta dan dia hilang di belokan menyisakan suara dari motor tersebut.

Anala dan TirtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang