Milen & genk dungem

63 6 2
                                    

Milen & genk dugem

Apa yang terlintas dipikiran ketika melihat profil seorang anak muda yang lahir dari keluarga kaya raya?

Manja?

Boros?

Sombong?

Milen Rakasiwi, tidak tahu dirinya masuk ke dalam golongan mana. Tapi yang diketahui Milen secara pasti adalah, pemuda itu sedang berada di puncak bosan untuk semua hal yang dimiliki dalam hidupnya. Ketika semua orang berteriak iri dan diam-diam mendamba segala kesempurnaannya. Milen justru tidak menemukan minat atas apapun dalam hidupannya.

Mama, bahkan Papa sudah menyerah untuk menangani semua kelakuan random anaknya.

Sulung dari dua bersaudara itu tidak pernah mau diajak pergi ke perkumpulan keluarga. Karena lelah ditanya, jika sudah lulus akan lanjut kemana?

Kenapa semua keluarga besarnya begitu mengutamakan pendidikan, gelar, dan nama baik?

Sementara Milen sering berpikir untuk lahir menjadi batu saja. Yang hanya diam. Tidak melakukan apa-apa, terutama ia tidak perlu repot-repot memenuhi ekspektasi keluarga besar yang diwariskan turun-temurun oleh Kakeknya.

Di antara semua cucu dari keturunan Rakasiwi, sepertinya hanya Milen yang tidak memiliki selera hidup dan cita-cita pasti. Bisa jadi siang ini, Milen ingin menjadi pengusaha, lalu sore harinya ia tiba-tiba tidak ingin menjadi apa-apa. Sangat sulit di nalar.

Milen lebih suka menghabiskan sebagian waktu seusai kuliah untuk pergi ke club milik om Rangga. Bersama seluruh anggota gengnya. Meski kadang-kadang Bas sering absen, karena ada kelas yang tidak boleh ditinggal.

Di siang yang terik ini, Milen sedang sibuk menikmati kemalasannya di dalam kelas sembari mendengarkan musik menggunakan earphone baru yang dibelikan Mama minggu lalu. Samar terdengar kasak-kusuk perihal musim pemilihan ketua BEM dan jajarannya sudah terlalu sering di dengar akhir-akhir ini.

Milen tentu tidak tertarik. Untuk apa ia mengurusi hal seperti itu. Tidak penting.

Kebetulan teman-temannya belum masuk ke dalam kelas. Malah sibuk berisik di grup chat membahas BEM juga.

"AH, BAS TAIIIII!", teriak Milen murka mengundang semu atensi satu kelas yang mulai ramai.

Sadar akan tingkah tololnya yang baru sadar sudah mengundang perhatian seluruh isi kelas. Milen hanya melengos kesal. Ia sungguh kesal atas inisiatif keterlaluan dari Bas untuk secara sepihak mendaftarkannya sebagai calon ketua BEM kampus.

=00=

Meskipun tidak memiliki minat pada bidang apapun. Bukan berarti Milen akan jadi pecundang juga. Ia terbiasa untuk menuntaskan sesuatu yang sudah dimulai.

"Mil, maaf anjir.", Bas terus meminta maaf sejak 10 menit lalu meskipun tidak digubris oleh Milen.

"Lagian lu tumben banget sih baca chat nggak teliti banget?", Wicha menengahi. Meskipun hafal mati jika Milen tidak akan tahan marah terlalu lama dengan sahabat-sahabatnya, tapi tetap saja. Bas memang salah dilihat dari sisi manapun.

"Ya tadi gue baca chat sambil jalan. Gimana dong?", raut menyesal Bas agaknya membuat Milen mulai luluh. Ia benci dengan kelemahannya yang satu ini.

Satu tarikan nafas panjang. Milen akhirnya menepuk pundak Bas, "Gue aslinya pengen banget patahin hidung mancung lo ini. Tapi yaudahlah mau gimana lagi? Gue gak mungkin mundur dengan alasan lo gak sengaja daftarin. Malu, bro! Harga diri Milen Rakasiwi ini.", Bas menampilkan binar mata bahagia. Ia ikut membara semangat hingga lupa akan rasa bersalahnya beberapa menit lalu.

"Kayak yang punya visi misi aja.", cibir Job sengit. Job tidak percaya jika Milen akan lebih mementingkan harga diri dibanding dengan rasa malasnya.

"Itu makanya gue kumpulin kalian disini buat bantuin gue. Kalo gue menang juga kursinya buat lo lo pada.", Milen mondar-mandir berpikir. Diam-diam ia juga sedang memilih visi misi apa yang pas untuk kampanye miliknya.

"Bukannya anggota BEM yang lain juga dipilih?", Job kembali menimpali.

"Gue nguping omongan anak-anak kelas, katanya sekarang kampanye buat ketuanya doang. Anggota sisanya otoritas ketua baru buat milih. Bagian keuangan di BEM kan lagi disorot banget soal budget yang gak jelas gitu lah pokoknya.", Milen menjelaskan di depan teman-temannya.

"Nepotisme dong namanya? Masa nepotisme lebih dijunjung tinggi timbang ngeluarin budget lebih buat kampanye?", Wicha menyeruput minuman botol milik Pong alias Oscar Nadio yang baru datang.

"Gak usah sok idealis segala ngomongin nepotisme. Gue booking kursi bidang minat dan bakat.", Job merebut botol minum dari tangan Wicha lalu meneguknya hingga tandas.

"Sialan lo berdua! Minuman gue itu.", Pong ditinggalkan oleh keempat sahabatnya sendiri dengan botol kosongnya, memang bukan Job namanya jika tidak jahil.

tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RENJANA - MileApo fanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang