BAB 3

59 7 3
                                    

“Nggak semua hal bisa dijelasin! Apa yang aku putuskan itu yang terbaik untuk aku dan juga Aya. Orang lain tidak perlu ikut campur!” Suara keras itu terdengar jelas dari halaman belakang.

“Jelas aku ikut campur, Ra! Aya anakku juga! Dan aku kasih ijin dia buat pergi ke puncak! Titik!”

Wajah Rara semakin memerah kali ini. Dengan nafas menderu, ia melontarkan tanya, “Anak kamu? Sejak kapan?” Tukasnya menyorot tajam mata lawan bicaranya.

“Sejak dia lahir di dunia ini,” lantang pria yang masih dirahasiakan identitasnya.

“Aku tau, Ra, Aya bukan darah dagingku. Tapi bukankah sebuah ikatan bukan melulu tentang darah dan apalah itu?”
“Sampai kapanpun aku akan tetap menjadi papahnya. Meskipun tidak ada orang di dunia ini yang mau mengakuinya!”
“Dan sampai aku mati, aku akan menjaga anak itu! Termasuk kebahagiaannya!” Tegas sang pria.

Rara merasa kalah ketika dia tersadar akan baiknya pria itu padanya dan juga Aya. Dia tidak boleh egois dalam hal ini. Karna memang benar, Aya bukan hanya miliknya sendiri, tapi milik pria itu juga. Pria yang sudah memberikan kasih sayang pada sang putri, pria yang selalu menjadi tembok penghadang ketika masalah datang, dan pria yang mampu menjaga rahasianya sampai saat ini. Dia tidak pernah meminta imbalan apapun setelah melakukan kebaikan-kebaikan tersebut. Sungguh pria idaman bukan?

Keesokan harinya, kabar baik pun datang pada Ghina.
“Beneran bu, Aya dibolehin pergi ke puncak?” Tanya Aya masih belum percaya ketika Rara mengubah keputusannya.

Rara pun mengangguk dan tersenyum tipis lalu menjawab, “Iya anak ibu yang sholehahhhh. Tapi perginya nggak sendiri ya! Ada papah kamu yang bakal terus ngejaga kamu disana!”

“Wahhh asik banget, bu! Aya berasa jadi tuan putri jadinya nih. Hehe,”

“Kan emang Aya tuan putrinya ibu sama papah!” Saut pria yang sama dihari kemarin.

“Hehe, iya ya. Kok Aya lupa!”

“Hem, dasar!”

•••
“Ra,”

“Hem?” Deham Rara yang sedang sibuk memperhatikan tanaman mawarnya.

“Makasih ya, udah izinin Aya pergi,”
“Aku tau ini gak mudah, tapi yang namanya hidup harus terus berjalan. Dan seiring berjalannya waktu, kamu harus bisa berdamai dengan masa lalumu,” tuturnya.

Rara menghela nafas sebelum menjawab, “Aku terima, tapi aku gak bisa lupa, Har!” Ungkapnya menatap mata lawan bicaranya.
“Kamu tau kan, tempat yang akan Aya datangi itu, merupakan tempat yang menjadi awal dari segalanya?”

“Yah, aku tau Ra. Melupakan apa yang tidak ingin kita lupakan itu sulit. Tapi berkat tempat itu, kamu jadi tau apa artinya cinta sejati. Kalau kamu tidak bertemu dengan manusia rendah itu, maka gak ada Aya di dunia ini. Dan kamu gak bisa jadi wanita seperti sekarang ini. Wanita yang kuat,”
“Jadi Ra, aku minta, tolong bersyukur. Ikhlaskan apa yang sudah terjadi. Tatap masa depan, jangan pernah menoleh kebelakang!”
“Oke?”

Rara memberikan sebuah anggukan pertanda ia setuju dengan apa yang dikatakan pria tersebut.

~~~~~///~~~~~
BERSAMBUNG


Readers, tahukah kamu siapa pria yang dipanggil papah oleh Aya? Dia bukan Gunawan. Dia adalah Hari, suami pertama Putri. Yah, itu benar. Adakah pertanyaan, “Kok bisa Hari si? Gimana ceritanya?” Atau pertanyaan lain yang mirip.

Jawaban tentang Hari akan ada di BAB 4. Tunggu kelanjutannya, ya!

Tinggaalkan bintang dan komen kalian yaaa
Share juga biar makin banyak yang tau cerita ini..❤️❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Bukan Jodohnya (Aku Rela, Meski Takkan Lupa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang