Chapter 04: Recurring Dream

7 1 0
                                    

2 hari pasca kecelakaan itu terjadi. Arthdal, Farel dan CEO Highstar Entertainment, Pak Rafi. Arthdal dengan pakaian serba hitamnya menghadiri acara pemakanan dari 2 korban pemotor yang akan dimakamkan di lahan yang berdampingan. Korban itu bermana Yuma dan Cindy. Mereka berdua adalah sepasang kekasih yang baru saja pulang kerja.

Setelah dimakamkan, Arthdal terus melihat ke arah makan Yuma. Ia mendoakan keduanya dan berjanji akan memberikan kompensasi kepada keluarga korban. Namun, keluarga korban khususnya Yuma menolak kompensasi yang ditawarkan Arthdal dengan alasan baik Yuma dan Arthdal sama-sama manusia yang sedang bertemu dengan takdirnya pada kala itu. Bedanya, takdir Yuma adalah kematian, sedangkan takdir Arthdal adalah selamat dari kecelakaan.

"Kapan sopirnya dimakamkan?" tanya Arthdal kepada managernya.

"Hari ini, sayangnya dimakamkan di luar pulau. Jadi, kita tidak bisa kesana," jawab Farel.

"Kenapa?" tanya Arthdal.

"Meskipun kita baik-baik saja dari kecelakaan itu, hidup tetap harus berjalan," jawab Farel.

"Hari ini gue ada jadwal?" tanya arthdal.

Farel menganggukan kepalanya, "Udah gue undur semua kok."

Pak Rafi yang mendengarkan percakapan mereka pun langsung menghampiri mereka dan menepuk salah satu pundak mereka.

"Kalian berdua istirahat lah. Meskipun kalian baik-baik saja, pasti mental kalian terguncang. Saya akan membawakan psikiater agar kalian sehat secara mental," ujar Pak Rafi.

"Saya baik-baik saja, pak. Saya menyarankan Arthdal untuk coba ke psikiater jika kecelakaan kemarin itu menganggu hidup Arthdal," balas Farel.

"Saya juga baik-baik saja. Saya akan beristirahat selama 2 hari. Tapi, saya minta tolong kepada bapak. Tolong usir wartawan dan penggemar saya di depan rumah saya," kata Arthdal.

"Baik, saya akan melaporkannya kepada polisi. Masalah ini sudah selesai, jadi seharusnya tidak ada masalah lagi sekarang. Kalian selamat beristirahat," kata Pak Rafi.

Arthdal dan Farel menganggukan kepalanya lalu pergi dari pemakaman itu. Farel masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi supir, sedangkan Arthdal duduk di kursi belakang.

Selama di perjalanan, mereka berdua tidak saling berbicara. Arthdal sibuk melamun sambil melihat ke arah noda darah yang membentuk seperti sidik ibu jari. Perlahan-lahan Arthdal sedikit panik karena noda darah itu benar-benar tidak hilang sama sekali, namun satu sisi ia berpikir mungkin karena darahnya terlalu kering di kulitnya jadi sulit di bersihkan.

"Stasiun TV itu bodoh banget!" seru Farel tiba-tiba.

"Kenapa emang? Mereka liputin gue terus ya?" tanya Arthdal.

"Bukan hanya itu, lo sekarang lagi kebanjiran undangan di beberapa acara stasiun TV buat bahas kecelakaan kita kemarin. Heran, gak ada empatinya sama sekali," jelas Farel.

"Lo tolak semuanya kan?" tanya Arthdal lagi.

"Ya udah pasti, gue hafal banget lo gak suka kalau media ngeliputin hal pribadi lo," jawab Farel.

"Baguslah. Mereka emang brengsek," gerutu Arthdal.

Arthdal menghela nafasnya. Selama 5 tahun berkarir di dunia entertaiment, ia benar-benar berhati-hati dengan media. Ia hanya ingin media meliput prestasinya sebagai aktor dan penyanyi. Ia tidak mau media meliputi kehidupannya seperti kehidupan pribadi dan asmaranya. Maka dari itu ketika ia berkencan dengan Jane, ia sangat berhati-hati dari orang-orang.

Di dunia entertainment, Arthdal ingin dikenal sebagai aktor dan penyanyi profesional, bukan Arthdal sebagai manusia biasa. Hanya orang-orang terdekat yang bisa melihat sosok Arthdal sebagai manusia biasa. Hal ini ia lakukan agar ia bisa membuat batasan antara Arthdal sang bintang atau Arthdal sang manusia biasa.

A Loving SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang