(Gilanya) Orang Gila

12 3 0
                                    

Insting. Bukan salahku. Ini pasti hanya insting manusia ketika terancam. Bukan salahku jika mereka mati malam itu bersama wanita yang mereka jadikan umpan agar seseorang datang untuk dirampok. Bukan salahku jika tiba-tiba aku merasa ada desakan aneh untuk menembak tanpa berpikir. Tembak saja. Tembak. Seperti kepada dua polisi di pekarangan rumahku. 

Tampaknya masalahku jadi makin banyak, tapi tidak sepenuhnya benar. Banyak atau sedikit itu relatif. Dan ini bisa jadi sedikit. Bisa banyak. Aku tak ingin memikirkan apa pun dan hanya terus berjalan menjauhi keramaian. Itu yang kupikir sampai aku bertemu perkampungan aneh di pinggiran kota berikutnya. Rumah-rumah di sana begitu kumuh, bahkan lebih buruk dari gubuk si anak laki-laki waktu itu. Jika hujan, air akan masuk lewat atap-atap yang sudah berjamur dan bolong. Kutemui anak-anak lainnya yang berkeliaran sambil membawa barang aneh. 

Botol. Kayu. Batu. Kaleng. Ukulele. Rupanya kelima anak itu sedang memainkan musik. Waktu salah satunya melihatku, dia mendekat. Bertanya siapa aku karena baru sekali dia lihat lewat di sini. Aku diam saja. Teman-temannya ikut mengelilingiku dengan heran. Katanya aku kelihatan kayak habis berkelahi. Itu darah? Bukan deh, dia habis makan tomat. Bajunya kotor sekali. Tolol. Bajumu lebih kotor. Bajumu juga. Sementara dua anak bertengkar dan dua lainnya menyoraki, si anak yang memegang ukulele menarik tanganku. 

Aku diajak berkeliling sementara ia memainkan musik. Dia tak menyanyi. Dia hanya melirikku seolah menunggu. Ayo. Katakan apa pun. Sesuaikan dengan iramaku. Seolah ia bilang begitu, padahal bergumam saja tidak. Jadi karena aku sudah seperti pengamen yang berkeliling di kawasan itu bersamanya, kukatakan, "Kubalas lambaian tangannya, kutemukan dia mati. Kulayani seorang polisi, kutemukan dia mati. Anak laki-laki yang malang, tak sedikit pun sedih saat aku pergi, kutemukan dia mati. Siapa wanita itu? Kutemukan dia mati."

Si anak pengamen berhenti dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Dia kembali memainkan ukulele. Aku kembali bernyanyi. "Hidup dan mati begitu mudah. Hidup yang panjang. Mati yang panjang. Sampai kapan aku harus bertahan? Sampai kamu kutemukan. Sampai kamu tahu bahwa aku belum mati. Aku belum mati. Aku belum mati. Aku belum mati. Tapi ingin sekali."

Ketika air mataku telah tumpah ruah, kusadari banyak orang yang mengelilingi kami. Kemudian bertepuk tangan. Kemudian melemparkan koin, kue, atau apa pun harta yang mereka punya bahkan sampah. Tangisanku makin deras. Orang-orang ini sepertiku. Orang gila.[]

Airu enggak tau kenapa tiap DWC pasti real life mendadak hectic.

9.21 pm
Airu

Agar Kamu Tahu Aku Belum Mati [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang