17

32 1 0
                                    

Setelah terduduk cukup lama di depan pintu kamar Dian, akhirnya Daren pun mempunyai keberanian untuk dapat mengetuk pintu itu.
di dengar olehnya sudah tak ada keributan lagi di dalam sana, mungkin saja dia sudah tenang, atau mungkin, lain  hal buruk sedang Dian lakukan.
Namun itu bukanlah Dian, dia pernah memberitahukan Daren tentang prinsip hidupnya, yaitu bahwa ia tidak ingin mati sia sia dengan cara bunuh diri. Katanya arwah tidak akan tenang, jadinya Daren tidak sepenuhnya khawatir jika Dian akan macam macam dengan dirinya sendiri.

" kak! Kak Dian!" mencoba Daren memanggil Dian, sejujurnya rasa takut kembali menyelimutinya ketika pintu itu diketuk.

Dian perlahan mengangkat kepalanya yang tadi dia tenggelamkan di antara kedua lutut yang dia dapatkan kemudian dia peluk.

Dian menatap tajam ke arah pintu itu, dia kesal dan marah, dia benci dengan keadaan ini. Kenapa dunia ini begitu sempit bagi dia, bahkan bagi semua yang terjebak dalam situasi sial ini.

" Mau ngapain lagi Lo???" teriak Dian dengan nada yang begitu kencang.

Daren memejamkan matanya sekejap, mendengar nada bicara Dian, nyalinya sempat ciut tapi dia sudah terlanjur mengetuk, mau tidak mau dia harus tetap menghadapi.

sekali lagi Daren mengetuk pintu kamar cewek itu, dia beberapa kali memanggil nama Dian secara pelan dan lembut, seperti biasanya dia memanggil sang kakak.

" kita bicara dulu, kak!" pinta Daren.

tiba tiba pintu terbuka secara kasar, tampak sang pemilik kamar hanya memakai tanktop dan celana pendek sepaha, rambut berantakan dan mata yang sembab.

tatapannya pada Daren nampak dingin, dan juga sedang tak Sudi berbicara.

" mau apa lagi? mau ngomong kalo Cherry bunting? iya? gue udah tau!" tuturnya.

Daren diam, dia menatap nanar kakaknya.

" kalau minta maaf kayaknya emang gak cukup buat Lo, kak!"

" trus kenapa masih punya niat buat ngomong!" sambar Dian.

Daren mengangguk.

Dian menatap.

" gue gak tau apa apa soal hubungan Sam dan juga Cherry kak, dari awal gue naksir Cherry, sama sekali gue gak tau, kak!"

Dian membuang pandangnya malas.

" kalo Lo Gak percaya, Lo bisa tanya Daniel dan Gito. Gue aja gak tau kalo Sam itu cowok Lo! kalau aja gue tau, gue gak bakal kekeh buat ngejer Cherry!" Daren menjelaskan dengan begitu antusias, bahkan dia bola matanya mulai memerah menahan panasnya bulir air yang berusaha ia tahan di hadapan Dian.

" percuma Dar, mau ngejelasin apa lagi? semua udah terjadi!" ucap Dian dengan nada pelan, sudah tak Sudi lagi untuk membahas tentang hal ini.

" pada akhirnya gue yang harus ngorbanin perasaan gue, Anj****!!" lanjut Dian lagi dengan nada menekan di akhir bicaranya.

Daren menunduk dan terdiam, dia mengatur napasnya kemudian kembali menatap Dian.

" pergi, harusnya kita gak sedarah Dar!"

" Dian!" bentakan Debora tiba tiba saja terdengar membuat dua orang itu menatap arah datangnya sang mama.

Debora melangkah mendekati mereka.

" kalau ngomong tolong dikontrol, yah!" tekan Debora sambil menatap tajam ke arah mereka berdua secara bergantian.

" hanya karena masalah ini kalian menyesal lahir sedarah dari rahim mama, are you crazy or what?"

Dian menoleh ke arah lain, bersamaan air matanya jatuh.

" What do you think was my struggle to give birth to you? hah? until words like that come out? I'm very hurt!"

Merried 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang